Kembalikan Uang Korupsi Rp 167 Juta, Pejabat Gresik Dituntut Jaksa 5 Tahun Penjara
Meski sudah mengembalikan uang sebesar Rp 167 juta, M Mukhtar, Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Gresik, tetap saja dituntut jaksa 5 tahun penjara.
Meski sudah mengembalikan uang sebesar Rp 167 juta, M Mukhtar, Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Gresik, tetap saja dituntut jaksa 5 tahun penjara.
Tuntutan ini dibacakan oleh JPU Andrie Dwi Subianto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (15/8). Menurut jaksa, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan, yakni melakukan pungutan terhadap dana insentif pegawai dengan jumlah total Rp 2,1 miliar.
-
Bagaimana Karen Agustiawan melakukan korupsi? Firli menyebut, Karen kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat. Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? Jaksa Penuntut Umum (JPU) blak-blakan. Mengantongi bukti perselingkuhan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KONI Sumsel? Ketua Umum KONI Sumatra Selatan Hendri Zainuddin resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel tahun anggaran 2021 pada Senin (4/9).
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Siapa yang dibunuh karena memberitakan korupsi? Herliyanto adalah seorang wartawan lepas di Tabloid Delta Pos Sidoarjo. Dia ditemukan tewas pada 29 April 2006 di hutan jati Desa Taroka, Probolinggo, Jawa Timur. Herliyanto diduga dibunuh usai meliput dan memberitakan kasus korupsi anggaran pembangunan di Desa Tulupari, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo.
Dalam pertimbangan jaksa, faktor yang memberatkan terdakwa antara lain, perilaku terdakwa dianggap bertentangan dengan program pemberantasan korupsi yang tengah dicanangkan pemerintah. Sedangkan faktor yang meringankan, terdakwa mengaku bersalah dan merupakan tulang punggung keluarga.
"Mohon pada majelis hakim agar menjatuhkan pidana pada terdakwa selama 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan," katanya, Kamis (15/8).
Tidak hanya itu, jaksa juga menuntut terdakwa agar membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar. Apabila tidak dibayarkan, maka hartanya akan disita negara.
"Apabila hartanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana selama 2 tahun penjara," tambahnya.
Jaksa Andri menambahkan, jika terdakwa melalui sang istri telah mengembalikan sejumlah uang dengan total Rp 167 juta. Uang tersebut, diakuinya diterima oleh istri terdakwa dari para pejabat yang pernah menerima uang darinya. "Sudah dikembalikan sebesar Rp 167 juta," tandasnya.
Atas tuntutan ini, terdakwa M Mukhtar langsung menyatakan akan membuat pembelaan diri, melalui nota pledoi. "Mohon waktu untuk menyusun nota pembelaan yang mulia," pintanya.
Atas permintaan terdakwa ini, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman pun menunda persidangan hingga pekan depan. "Saya beri waktu 1 minggu ya, sidang ditunda hingga pekan depan," ujarnya sembari mengetok palu sidang.
Sebelumnya, dalam sidang ini jaksa menguak sejumlah aliran dana korupsi. Uang itu tidak hanya mengalir ke pejabat, namun disebut juga mengalir ke sejumlah setan.
Jaksa menunjukkan sebuah daftar atau catatan uang hasil pemotongan insentif yang dibagikan ke sejumlah pihak. Dalam daftar itu disebutkan, ada 4 kali transaksi yang terbagi dalam setiap triwulan.
Dalam setiap transaksi, tercatat dana tersebut dibagikan kepada siapa saja, berikut besaran yang diterima.
Di antaranya, untuk internal BPPKAD yang terdiri dari satpam dan cleaning service sebesar Rp 1.250.000. Kemudian untuk eksternal yang terdiri dari pejabat Asisten 1, Asisten 2 dan Asisten 3 diberikan uang sebesar Rp 2 juta pada triwulan pertama. Namun, angka ini berubah pada triwulan berikutnya menjadi Rp 1,5 juta.
Lalu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sebesar Rp 2 juta, kemudian untuk Kepala Bagian Hukum sebesar Rp 5 juta.
Ada juga untuk 2 ajudan bupati, yang masing-masing diberikan Rp 2 juta pada triwulan pertama. Namun, pada triwulan berikutnya angka tersebut berubah menjadi Rp 15 juta per orang.
Selain ajudan bupati, uang juga diberikan pada sopir bupati dan Wabup sebesar Rp 500 ribu, ajudan wabup sebesar Rp 2 juta pada awalnya dan berubah pada termin berikutnya menjadi Rp 1,5 juta.
Kemudian disebut juga peruntukkan untuk ajudan Sekda sebesar Rp 1 juta. Namun, angka ini berubah pada termin berikutnya menjadi Rp 500 ribu.
Lalu, selain ke sejumlah pejabat itu, dalam daftar bukti pada triwulan ke 3 yang dimiliki jaksa juga disebutkan adanya aliran dana untuk membayar cicilan utang sebesar Rp 50 juta. Namun, terdakwa tidak bisa menjawab, utang siapa yang dimaksud saat dicecar hakim dengan alasan ia hanya melanjutkan 'tradisi' sebelumnya.
Masih dalam catatan triwulan ke 3, juga didapati aliran dana untuk Sekpri staf Ahli sebesar Rp 27 juta. Tidak hanya itu, dalam daftar juga tercatat untuk pembelian tiket pesawat sebesar Rp 60 juta. Untuk peruntukkan tiket pesawat ini, terdakwa mengakui jika uang tersebut digunakan membayar DP (down payment) tiket pesawat untuk liburan dharma wanita BPPKAD.
Dalam daftar berikutnya jaksa menyebut ada penggunaan uang yang terbagi di empat termin untuk setan yang disebut sebagai setan klemat. Jaksa Andrie menyebut untuk setan klemat, ada aliran dana sebesar Rp 7,5 juta; lalu Rp 20 juta; kemudian Rp 12,5 juta; dan terakhir 20 juta.
Setan klemat oleh terdakwa dijelaskan jika yang dimaksud adalah untuk mereka yang mengajukan proposal kegiatan ke BPPKAD. Mereka yang dimaksud adalah bukan berasal dari internal, namun dari luar instansi.
M Mukhtar, Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kab. Gresik ditangkap jaksa Kejaksaan Negeri Gresik dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 14 Januari lalu. Ia diduga telah melakukan pemotongan dana insentif pegawai BPPKAD Gresik. Jaksa pun menyita uang sebesar Rp 531 juta dalam kasus ini.
(mdk/bal)