Kisah legendaris kompaknya tentara Simbolon dan polisi Hoegeng
Adakalanya, muncul contoh anggun bagaimana tentara dan polisi bahu-membahu memberantas kebatilan.
Tidak selamanya TNI dan Polri bermusuhan sampai terlibat bentrok. Adakalanya, muncul contoh anggun bagaimana tentara dan polisi bahu-membahu memberantas kebatilan, seperti ditunjukkan polisi Hoegeng Iman Santosa dan tentara Maludin Simbolon.
Saat itu Hoegeng menjabat sebagai Kadit Reskrim Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Sumut).Pernah suatu ketika tim Hoegeng menggerebek sebuah arena perjudian. Ternyata, arena judi itu dibekingi oleh tentara. Kalau ada tentara yang tertangkap, maka Hoegeng perlu melakukan koordinasi dengan komandan satuannya untuk menentukan tindakan hukum. Biasanya, yang bersalah akan diajukan ke Mahkamah Militer.
Tidak ada kesulitan bagi Hoegeng dalam menangani tentara yang terlibat penyelundupan dan perjudian. Salah satu faktornya, mitra Hoegeng yaitu Panglima TT (Kodam) Bukit Barisan Kolonel Maludin Simbolon dikenal sebagai figur bersih dan antikoruptor.
"Tidak ada kesulitan saya dalam menangani oknum tentara yang terlibat penyelundukan dan perjudian, karena sosok pimpinan militer di Sumut dikenal antikorupsi dan antikoruptor," tulis Hoegeng dikutip dari biografi Hoegeng, Polisi: Idaman dan Kenyataan karya Ramadhan KH dan Abrar Yusra terbitan Pustaka Sinar Harapan.
Di kalangan pejabat di Sumut, baik polisi dan TNI serta kejaksaan ada forum bersama yang secara rutin menggelar pertemuan. Anggota forum ini antara lain Kolonel Maludin Simbolon, Letkol Djamin Ginting (pengganti Simbolon sebagai Panglima Bukit Barisan), Mayor Boyke Nainggolan, dan Hoegeng sendiri. Menurut Hoegeng komunikasi rutin seperti ini penting sekali untuk membuat konsolidasi aparat kompak!
Berkaca pada penyerbuan Markas Polres Ogan Komering Ulu di Sumatera Selatan oleh anggota TNI dari Yon Armed 15, banyak yang menilai akibat komunikasi buruk TNI/Polri.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edy menilai, peristiwa itu terjadi akibat tidak adanya komunikasi yang baik di tingkat atas maupun bawah TNI dan Kepolisian.
"Harusnya tidak diselenggarakan secara massal, pihak polisi dan TNI harusnya ada komunikasi dari tingkat atas sampai tingkat bawah," kata Tjatur di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (07/03).