Komnas Perempuan sebut media kerap buka identitas korban perkosaan
Komnas Perempuan lantas melakukan analisis media yang melakukan pelanggaran kode etik dalam pemberitaan.
Maraknya pemberitaan media yang kerap mengekploitasi kekerasan terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, menjadi perhatian utama Komnas Perempuan. Dengan latar belakang ini, Komnas Perempuan lantas melakukan analisis media yang melakukan pelanggaran kode etik dalam pemberitaan.
Dalam pemaparan hasil analisis terhadap sembilan media nasional, Komnas Perempuan mencatat, salah satu pelanggaran kode etik yang sering dilakukan media adalah dengan mengekploitasi korban, membuka akses informasi korban kepada publik, sampai pemilihan judul yang membuat masyarakat berpikiran bahwa korban 'pantas' menjadi korban kekerasan.
"Setelah melakukan review dari 11 Pasal yang terdapat dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, maka terdapat empat pasal, Pasal 2,4,5, dan 8 yang memuat kode etik agar pemberitaan media tidak melecehkan dan mengekploitasi perempuan," kata anggota Komnas Perempuan Mariana Amiruddin di Dewan Pers, Rabu (1/6).
Mariana menerangkan, dari sembilan media yang menjadi sumber berita, Pos Kota, Indopos, Republika, Koran Sindo yang merupakan media cetak. Sisanya, Jakarta Post, Jakarta Globe, Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia merupakan media online, Komnas Perempuan mendapatkan fakta bahwa Pos Kota berada di urutan pertama media yang memuat berita kekerasan perempuan.
"Sepanjang Juli hingga Desember 2015, Pos Kota memuat 101 berita kekerasan terhadap perempuan, kemudian Kompas online," ujarnya.
Dari analisis media Komnas Perempuan, Agustus 2015 merupakan bulan dimana pemberitaan kekerasan seksual terbesar dengan jumlah berita mencapai 70 berita. Sementara berita kekerasan seksual paling rendah berada pada November 2015.
"Dari berita kekerasan seksual terhadap perempuan, berita perkosaan mendominasi," ujarnya.