KPAI Minta Polisi Pakai Pembuktian Ilmiah Ungkap Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Agus Buntung
"Perlu sekali dikembangkan pendekatan scientific crime investigation."
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta kepolisian agar menggunakan pendekatan scientific crime investigation atau pembuktian ilmiah dalam mengungkap kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh tersangka penyandang disabilitas I Wayan Agus Suartama (IWAS) di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Perlu sekali dikembangkan pendekatan scientific crime investigation, tidak hanya mengandalkan pengakuan pelaku, namun perlu upaya-upaya atau keterampilan khusus supaya dapat mengungkap kasus ini," kata Anggota KPAI Dian Sasmita dalam konferensi pers daring, di Jakarta, Rabu (11/12).
- Dijerat Pasal Pembunuhan, Dua Polisi Aniaya Tahanan Polsek Kumpeh Ilir Jambi hingga Tewas Terancam Dipecat
- Siswi SMP di Palembang Dibunuh dan Mayat Diperkosa, Pelaku Utama Sempat Ikut Yasinan Agar Tak Dicurigai
- Mengenal Scientific Crime Investigation, Metode Dipakai Polisi Bongkar Kasus Pembakaran Rumah Jurnalis di Sumut
- Kasus Vina Cirebon, Kapolri Ingatkan Pentingnya Pembuktian Scientific Crime Investigation
KPAI menekankan agar pendampingan secara psikologis bisa dioptimalkan, baik kepada korban perempuan dewasa maupun korban anak.
"(Pendampingan) tidak hanya dalam proses hukum, namun juga sampai akhir, sampai korban mampu pulih menjadi individu yang lebih baik," kata Dian Sasmita, dikutip dari Antara.
Sejauh ini, ada tiga korban yang berusia anak dalam kasus pelecehan seksual tersebut.
Agus Buntung Jadi Tersangka
Sebelumnya, IWAS (21), laki-laki disabilitas ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi berinisial MA di sebuah homestay di Mataram, NTB. Penetapan status tersangka berdasarkan dua alat bukti dan keterangan ahli.
Berkas perkara dugaan pelecehan seksual dengan tersangka IWAS saat ini sudah dilimpahkan dari Polda NTB ke Kejaksaan Tinggi NTB atau tahap 1, dan saat ini masih diteliti oleh Jaksa Peneliti Kejati NTB, terkait kelengkapan formil dan material.
Berkas perkara tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan korban yang berstatus mahasiswi. Dalam kasus tersebut, ada dua korban yang sudah memberikan keterangan dan menjadi kelengkapan berkas.
Modus tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa dalam melakukan perbuatan pidana asusila terhadap korban adalah dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi sikap dan psikologi korban.