KPK sebut butuh proses panjang jerat Lippo sebagai tersangka korporasi suap Meikarta
KPK mengakui bahwa proses ini tidaklah mudah. Febri mengatakan, berdasarkan peraturan Mahkamah Agung, untuk menetapkan korporasi sebagai tersangka, pihaknya harus melihat terlebih dulu apakah dalam kasus suap tersebut murni perbuatan pribadi atau pihak pengendali perusahaan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan membuka kemungkinan untuk menjerat Lippo Group sebagai tersangka kasus dugaan suap izin pembangunan proyek Meikarta. Namun, KPK mengakui bahwa proses ini tidaklah mudah.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan butuh proses yang panjang sebelum menjerat korporasi menjadi tersangka. Banyak hal yang harus didalami oleh tim penyidik lembaga antirasuah. "Tentu ini membutuhkan proses yang panjang," ujar Febri saat dikonfirmasi, Sabtu (20/10).
-
Siapa yang melanjutkan pembangunan Benteng Kuto Besak? Sultan Muhammad Bahauddin yang menjabat tahun 1776-1803 melanjutkan proses pembangunan.
-
Apa yang ditemukan di Bekasi? Warga Bekasi digegerkan temuan kerangka manusia di sebuah lahan kosong. Polisi pun melakukan penyelidikan.
-
Kapan Jalur Lingkar Barat Purwakarta dibangun? Sebelum dibangun jalan lingkar pada 2013, Kecamatan Sukasari yang berada paling ujung di Kabupaten Purwakarta aksesnya tidak layak.
-
Kapan Cak Kartolo bergabung dengan grup ludruk Persada Malang? Pada 1974, Cak Kartolo keluar dari grup tersebut. Ia kemudian bergabung dengan grup ludruk Persada Malang.
-
Siapa yang ditangkap KPK dalam kasus suap proyek di Labuhanbatu? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Kapan Gapura Sekar Putih dibangun? Namun, ide ini baru terealisasi setelah penetapan gemeente Mojokerto pada 1911.
Febri mengatakan, berdasarkan peraturan Mahkamah Agung, untuk menetapkan korporasi sebagai tersangka, pihaknya harus melihat terlebih dulu apakah dalam kasus suap tersebut murni perbuatan pribadi atau pihak pengendali perusahaan.
"Kalau itu perbuatan personil, berarti orang-orang yang berada di dalam korporasi tersebut yang melakukan. Sedangkan perbuatan korporasi ada beberapa teori yang menjelaskan sebenarnya, pertama tentu harus dibuktikan bahwa ada yang disebut dengan directing mind atau pengendali dari korporasi itu," kata Febri.
Menurut Febri, pengendali perusahaan tidak hanya mereka yang mendapatkan jabatan formil dalam perusahaan tersebut. Meski namanya tak tertera dalam struktur organisasi di sebuah perusahaan, namun dalam penyelidikan dan penyidikan terbukti bahwa dia yang mengendalikan, maka jeratan korporasi bisa diberikan oleh pihak KPK.
"Nah setelah kita temukan directing mind tersebut tentu harus dilihat instruksinya apa, perbuatan setelah instruksi itu apa untuk kepentingan korporasi, ini tentu butuh pembuktian bagaimana rincian dari kerjasama dari orang-orang yang mendapatkan perintah," kata Febri.
Yang termudah dalam menjerat korporasi sebagai tersangka adalah dengan membuktikan apakah korporasi tersebut mendapat keuntungan atau tidak dalam sebuah proyek.
Terkait dengan indikasi-indikasi tersebut, Febri menyatakan pihak lembaga antirasuah belum memiliki kesimpulan untuk menjerat Lippo Group dalam kasus suap izin Meikarta. "Sampai saat ini tentu belum ada kesimpulan, itu karena penyidikan masih kami lakukan pada sembilan tersangka yang sudah kami tetapkan sebelumnya," kata Febri.
Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini.
Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.
Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.
Bupati Neneng dan kawan-kawan didug menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.
Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.
Reporter: Fachrur Rozie
Sumber: Liputan6
Baca juga:
Geledah 12 lokasi, KPK telusuri alur perizinan proyek Meikarta
KPK bakal telusuri peran James Riady terkait pembahasan izin proyek Meikarta
5 Fakta di balik kasus suap mega proyek Meikarta
KPK duga James Riady mengetahui pertemuan terkait suap proyek Meikarya
Bank BNI sebut nasabah tetap harus bayar cicilan apartemen Meikarta
Asosiasi pengembang akui bisnis properti rentan kasus suap
Pembangunan lanjut atau berhenti saat tersandung kasus suap, ini kata Meikarta