KPK Tetapkan Mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Catur Prabowo Tersangka TPPU
Kasus ini merupakan pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Tahun 2018 hingga 2020.
Kasus ini merupakan pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Tahun 2018 hingga 2020.
KPK Tetapkan Mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Catur Prabowo Tersangka TPPU
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Catur Prabowo tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus ini merupakan pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Tahun 2018 hingga 2020. "Dari rangkaian alat bukti dalam proses penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan fiktif di PT Amarta Karya dengan tersangka CP (Catur Prabowo), tim penyidik menemukan adanya tambahan dugaan perbuatan pidana lain berupa pencucian uang," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung KPK, Senin (21/8).
- Kasus Suap Proyek Jalur Kereta Api di Kemenhub, KPK Tahan 2 Tersangka Baru
- Ini Kontraktor Pembangunan Patung Bung Karno di Banyuasin yang Disebut Tak Mirip
- Uang Korupsi Proyek Fiktif Diduga KPK untuk Mengondisikan Hasil Audit PT Amarta Karya
- Direktur Penyidikan KPK Tiba-Tiba Mengudurkan Diri, Buntut Kasus Kepala Basarnas?
Peran Tersangka
Ali menyebut Catur Prabowo diduga menempatkan, membelanjakan, mengubah bentuk dengan tujuan menyamarkan asal usul sumber penerimaannya sebagaimana ketentuan pasal 3 Undang-undang TPPU.
Alat bukti saat ini sedang dikumpulkan tim penyidik KPK dengan memanggil berbagai pihak yang dengan pengetahuannya dapat menerangkan perbuatan tersangka.
Konstruksi Perkara
Sebelumnya, KPK menahan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo. Catur ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Persero Tahun 2018 hingga 2020. "Dalam rangka kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan Tersangka CP (Catur Prabowo) untuk 20 hari pertama terhitung 17 Mei 2023 hingga 5 Juni 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers, Rabu (17/5/2023).
Dalam kasus ini KPK menjerat Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna. Trisna sudah lebih dahulu ditahan di Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara. "Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan TS (Trisna Sutisna untuk 20 hari pertama dimulai 11 Mei 2023 hingga 30 Mei 2023," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Kamis (11/5/2023).
Kasus ini bermula pada 2017 saat Catur Prabowo memerintahkan Trisna Sutisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang untuk kebutuhan pribadi Catur Prabowo. Sumber uang diambil dari pembayaran nlberbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya. Kemudian, Trisna Sutisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV. "CV tersebut digunakan untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan yang sebenarnya alias fiktif," kata Johanis.
Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang staf bagian akuntansi PT Amarta Karya yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan Catur Prabowo. Johanis menyebut diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur Prabowo dan Trisna Sutisna. Di antaranya yakni pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta, dan pembangunan laboratorium Bio Safety level 3 Universitas Padjajajran.
Akibat perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sekira Rp46 miliar. Saat ini tim penyidik KPK masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya. Atas perbuatannya, keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.