Kronologi Lengkap versi Polisi dari Awal Tawuran hingga Polisi Tembak Siswa SMKN 4 Semarang & 1 Tewas
GRO tewas setelah peluru yang ditembakkan Aipda R bersarang di ususnya.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar menjelaskan secara runut peristiwa sebelum Aipda Robig menembak G, siswa SMKN 4 Semarang pada Minggu (1/12) malam. Dia juga memastikan beberapa saat sebelum penembakan terjadi, memang ada tawuran diduga kuat melibatkan anak G dan dua temannya.
Usai kejadian malam itu, polisi meminta keterangan dari belasan ABG. Mereka berasal dari dua kelompok yang terlibat tawuran.
"Ada komunikasi dua geng saling beradu untuk tawuran dalam chat medsos, janji ketemu dengan Perumahan Paramont," kata Kapolrestabes Kombes Irwan Anwar saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Selasa (3/12).
Dari chat itu, dua kelompok memang janjian untuk tawuran dan lokasi yang dipilih adalah di depan perumahan. Mereka janjian tawuran dengan tangan kosong malama itu. Tetapi ABG dari Geng Seroja mengeluarkan senjata. Akhirnya geng lainnya Pojok Tanggul juga mengeluarkan celurit.
Dalam pertarungan malam itu, salah satu geng kalah dan melarikan diri. Sehingga dikejar lawannya. Korban G disebut polisi berasal dari geng Pojok Tanggul.
Saat pengejaran itulah korban yang menumpang motor merah dan duduk di tengah, berpapasan dengan Aipda Robig di depan minimarket. Aipda Robig kemudian melepaskan tembakan dan mengenai anak G.
Kapolrestabes juga memperlihatkan foto barang bukti senjata tajam. Di mana salah satu sajam disebut polisi milik korban G mengacu keterangan saksi.
Aipda Menembak karena Pepetan di Jalan
Di kesempatan yang sama, Propam Jebut Sebut Penembakan Siswa SMK 4 Semarang Tak Terkait Tawuran, tapi Pepetan di Jalan
Kabid Propam Polda Jateng Kombes Pol Aris Supriyono menerangkan kronologi penembakan SMKN 4 Semarang, GRO (17) oleh Aipda Robig Zaenudin pada Minggu (24/11) dini hari.
Aris menyebut, Aipda Robig melakukan penembakan bukan untuk membubarkan tawuran, tapi karena saling berpepetan sepeda motor oleh GRO.
"Perbuatan terduga pelanggar rekaman oleh bukti elektronik yang tadi sudah disampaikan oleh bapak Kapolrestabes Kemudian akibat penembakan yang dilakukan oleh terduga pelanggar mengakibatkan satu orang meninggal dunia," kata Aris dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Selasa (3/12).
"Kemudian penembakan yang dilakukan terduga pelanggar tidak terkait dengan pembubaran tawuran yang sebelumnya terjadi," ungkapnya.
Polisi Reskrim Satu Kaki di Kuburan, Satu Kaki di Penjara
Penjelasan Kapolrestabes Semarang mendapat tanggapan anggota Komisi III, Rikwanto. Mantan kapolda Kalsel itu menjelaskan dalam ilmu reskrim ada slogan yang biasanya selalu diingatkan pada semua personel ketika bertugas.
"Kalian harus tahu kalau sudah di lapangan kaki kalian satu dikuburan, satu di penjara. Kalau terlambat jadi korban, terlalu cepat bertindak juga bisa masuk penjara. Jadi terlalu cepat salah, lambat jadi korban," katanya.
Rikwanto menyebut kasus polisi tembak siswa di Semarang ini memang menyita perhatian banyak pihak. Hal itu menyebabkan informasi yang tersebar menjadi simpang siur.
"Ada kesan tindakan berlebihan dari kepolisian sehingga ada korban. Tapi setelah dapat penejalsan, kita menjadi jelas," katanya.
Pemaparan yang disampaikan kepolisian, memang benar tawuran itu ada, pelaku juga ada dan informasi itu dikuatkan dengan kesaksian dari orang-orang di sekitar lingkungan juga CCTV, termasuk HP para pelaku.
"Tetapi saya ingatkan saja, sebagai polisi, ini bekal, di lapangan baik patroli rutin maupun sedang jalan ke suatu lokasi, harus waspada pada hal-hal berikut, menemukan hal sebagai tidak pidana atau akan terjadi tindak pidana, seharusnya polisi bisa ukur diri," katanya.
"Saya sedang apa, pakaian apa, preman atau sipil atau dinas, saya sendiri, berdua atau sama kelompok saya, yang saya hadapi ringan berat, atau penuh ancaman pada saya, ini diukur betul, lalu tidakan apa yang saya lakukan," kata Rikwanto.
Menurutnya, hal itu menjadi penting. Sebab, jika salah bertindak akan menjadi masalah di kemudiannya.
"Jadi anggota kita anggota polres, Aipda R, itu dikategorikan tindakan yang berlebihan atau tidak tepat saat ambil tindakan, padanya risiko harus diambil tindakan hukum karena ada yang meninggal dunia. Makanya saya bilang ukur diri dalam hal tindakan," kata Rikwanto menambahkan.
Rikwanto juga menyayangkan lambannnya polisi memberika update informasi yang sebenarnya, sehingga membiarkan banyak spekulasi yang berkembang.
"Saya pribadi melihat terlalu lambat polisi respons itu, ada kegamangan, ada waktu cukup luang orang spekulasi, tidak ada sebagai jubir, untuk membuat masyarakat tenang apa yang terjadi, makanya di medsos ramai sekali dan membuat rugi kepolisian," ujarnya.