Kronologi Pelajar 13 Tahun Tewas Diduga Dianiaya Polisi di Padang Versi KontraS
KontraS turut mengecam keras tindak penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar terhadap pelajar hingga tewas.
KontraS mendesak agar Polri khususnya Polda Sumatera Barat segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap para pelaku tindak penyiksaan secara transparan dan akuntabel berdasarkan laporan yang sudah dibuat oleh pihak keluarga.
Kronologi Pelajar 13 Tahun Tewas Diduga Dianiaya Polisi di Padang Versi KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) turut mengecam keras tindak penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar terhadap Afif Maulana inisial AM (13) hingga meninggal dunia.
Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menjelaskan kronologi kejadian tersebut. Dia mengatakan, penyiksaan berawal ketika Afif bersama rekan-rekannya berada di Jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6).
“Berdasarkan informasi yang kami peroleh, korban bersama dengan rekan-rekannya sedang mengendarai motor,” kata Dimas dalam keterangannya, Selasa (25/6).
Sekitar pagi pukul 04.00 WIB, saat sedang melintasi jembatan Batang Kuranji, Afif bersama dengan temannya berinisial A dihampiri oleh polisi yang ketika itu sedang berpatroli.
Saat itu, polisi sempat menendang motor yang dikendarai Afif yang membuat dirinya dan juga rekannya terpelanting ke pinggir jalan raya. Kejadian itu sempat dilihat A yang menyaksikan Afif sempat berdiri.
“Namun di saat yang bersamaan dirinya dikelilingi oleh polisi sambil memegang rotan. Selanjutnya A diamankan oleh pihak Kepolisian dan sejak pagi itu dirinya tidak mengetahui keberadaan korban,” tuturnya.
“Hingga pada akhirnya, di hari yang sama sekitar pukul 11.55 WIB, korban AM (Afif) ditemukan tewas mengapung di Sungai Batang Kuranji, Padang dengan luka memar di bagian punggung dan perut,” tambah Dimas.
Sementara, kata Dimas, dari hasil koordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, korban disiksa usai dituduh hendak melakukan tawuran. Informasi ini berdasarkan keterangan dari 7 korban, 5 di antaranya merupakan anak-anak
“Dari keterangan tersebut, ditemukan fakta bahwa mereka diamankan akibat dituduh akan melakukan tawuran,” ungkapnya.
Bahkan, Dimas menjelaskan dari hasil investigasi LBH Padang, ketujuh korban teman Afif menyatakan mereka mendapat tindak penyiksaan. Seperti pemukulan menggunakan rotan, disetrum, disundut menggunakan rokok, hingga dipaksa melakukan ciuman sesama jenis.
“Semua tindakan itu dilakukan oleh Kepolisian agar para korban mengakui sebagai pelaku tawuran,” ungkapnya.
Atas tindakan itu, keluarga korban telah membuat laporan polisi ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PRSP) Polresta Padang sebagaimana teregister dengan nomor:LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT, 10 Juni lalu.
“Kami berpandangan bahwa tindak penyiksaan merupakan perbuatan kejahatan kemanusiaan yang melanggar hak asasi manusia,” terangnya.
Oleh sebab itu, kata Dimas, KontraS mendesak agar Polri khususnya Polda Sumatera Barat segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap para pelaku tindak penyiksaan secara transparan dan akuntabel berdasarkan laporan yang sudah dibuat oleh pihak keluarga.
“Kami juga mendesak agar proses perkembangan kasus harus terus diberikan kepada publik sebagai sebuah upaya dalam menghadirkan keadilan dan kebenaran bagi keluarga korban,” tegasnya.
Penjelasan Awal Kapolda
Sebelumnya, Kapolda Sumatera Barat (Sumbar), Irjen Pol Suharyono mengatakan, beberapa hari belakangan banyak narasi yang viral di media sosial seolah-olah tewasnya pelajar Afif Maulana akibat dianiaya polisi.
"Perlu kami luruskan bahwa telah viral di media massa seolah-olah polisi di sini bertindak salah, polisi telah menganiaya seseorang sehingga berakibat hilang hilangnya nyawa orang lain. Itu tidak saksi, tidak ada bukti," tuturnya.
"Saya tidak akan pernah percaya sebelum lidik sidik selesai bahwa ada seseorang yang menyebut seolah-olah polisi di sini berbuat sesuatu yang tidak sesuai standar operasional prosedur, dari mana dia tahu, makanya akan kita amankan dulu orangnya, akan kita periksa dulu orang yang memviralkan berita itu, dari mana sumbernya," sambungnya.
Dia mengatakan, pada 9 Juni 2024 ada 18 pelajar SMP yang dibawa ke Polsek Kuranji karena hendak melakukan tauran, tetapi tidak ada satupun yang bernama Afif Maulana.
"Dari 18 orang yang dibawa itu anak SMP semua, tidak ada yang bernama Afif Maulana," tuturnya.
Kemudian kata dia, siang harinya sekitar pukul 11.55 WIB ditemukan mayat di bawah Jembatan Kuranji bernama Afif Maulana.
"Berdasarkan keterangan Aditia yang membonceng Afif Maulana pada saat itu dia mengaku diajak Afif melompat ke sungai untuk menghindari pengejaran polisi. Itu kesaksian dari Aditia," katanya.
Dia mengatakan, dari 18 orang yang dia bawa itu ada satu orang yang diamankan karena membawa senjata tajam.
"Satu kedapatan membawa senjata tajam, sementara di lokasi banyak ditemukan senjata tajam yang berserakan," tuturnya.
Suharyono mengatakan, sebanyak 30 anggota Polda Sumbar yang bertugas pada saat kejadian sudah diperiksa. Sementara itu hingga hari ini hasil autopsinya belum keluar.
"Sampai saat ini kami masih menunggu hasil autopsinya," tuturnya.