Menaker Ida Fauziyah Selidiki Perusahaan yang Tempatkan 46 ABK di Kapal Ikan China
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah tengah melakukan penelusuran dan pendalaman terhadap perusahaan yang menempatkan 46 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan berbendera China itu.
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal ikan berbendera China, disebut-sebut mengalami perlakuan tidak menyenangkan. Ada dugaan perbudakan. Ada jenazah yang dilarung ke laut. Pemerintah Indonesia langsung menelusuri kasus ini.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah tengah melakukan penelusuran dan pendalaman terhadap perusahaan yang menempatkan 46 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan berbendera China itu.
-
Apa yang disebut sebagai "budak pembawa cahaya" di China? Bahkan seorang penyair China, Tao Gu menyebut benda ini "budak pembawa cahaya".
-
Bagaimana Tembok Besar China dibangun? Beras ketan digunakan untuk membuat adukan semen atau pengerat yang menyatukan batu bata Tembok Besar Tiongkok dalam masa Dinasti Ming. Dengan mencampurkan beras ketan dengan kapur yang diairkan (kalsium hidroksida), campuran pengerat ini memiliki keefektifan yang tinggi sehingga dapat menahan guncangan gempa bumi dan pertumbuhan lingkungan.
-
Apa yang ditemukan di gurun pasir China yang membuat para ahli bingung? Para ahli telah mempersempit asal usul mumi misterius yang ditemukan di gurun pasir Tiongkok, dan hasilnya cukup mengejutkan.
-
Kenapa cecak diekspor ke China? China adalah importir besar cecak, tokek, dan spesies kadal yang diyakini berkhasiat meringankan berbagai penyakit.
-
Kapan bangkai kapal tersebut tenggelam? Para arkeolog mengatakan, temuan unik ini berasal dari periode Romawi dan Mamluk sekitar 1.700 dan 600 tahun lalu.
-
Kapan Piramida Agung China diperkirakan dibangun? Menurut beberapa arkeolog China, piramida ini mungkin dibangun pada masa Dinasti Hsia, yakni sekitar 2205 hingga 1767 SM.
"Kami juga sedang melakukan penelusuran dan pendalaman terhadap perusahaan-perusahaan penempatan tersebut guna memastikan apakah prosedur penempatan dan pemenuhan hak-hak ABK, termasuk isi PKL, serta dokumen penempatan lainnya apakah telah sesuai dengan aturan," ujar Ida kepada wartawan, Kamis (7/5).
Ida mengatakan, Kemnaker akan menindak tegas perusahaan penempatan (P3MI) jika ditemukan pelanggaran.
"Apabila ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan penempatan (P3MI) maka, kami tidak akan ragu untuk menindak tegas perusahaan tersebut sesuai dengan aturan penerapan sanksi," kata politikus PKB itu.
Ida mengakui, pemberian izin penempatan untuk ABK tidak sepenuhnya berada di Kemnaker. Tetapi ada juga di Kementerian Perhubungan Direktorat Perhubungan Laut yang mengeluarkan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK). Ida mengatakan, Kemnaker terus berkoordinasi dengan Kemenlu, Kementerian KKP, dan Kemenhub untuk menangani masalah tersebut.
Ida berjanji, akan secepat mungkin menyelesaikan masalah ABK di kapal penangkap ikan berbendera China tersebut.
"Secepatnya akan kita upayakan untuk penyelesaiannya, karena kita harus lakukan pengecekan keseluruhan dokumen. Sementara untuk perusahaan yang izinnya dari Hubla (SIUPPAK) kami akan berkoordinasi dengan Hubla untuk pemeriksaannya," ucapnya.
Kondisi 46 ABK WNI
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memaparkan kronologi rinci kasus anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China, setelah disorot terkait perbudakan dan pelarungan jenazah di laut.
Melalui pernyataan pers secara daring pada Kamis sore, Retno menjelaskan perlindungan terhadap 46 ABK yang tengah diupayakan pemerintah saat ini. Serta kasus tiga ABK meninggal dunia yang jasadnya dilarung ke laut.
Jumlah 46 ABK tersebar di empat kapal ikan perusahaan China, yakni 15 orang di kapal Long Xing 629, delapan orang di kapal Long Xing 605, tiga orang di kapal Tian Yu 8, dan 20 orang di kapal Long Xing 606.
"Sejak 14-16 April 2020, KBRI Seoul menerima informasi adanya kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 berbendera Tiongkok yang akan berlabuh di Busan membawa ABK WNI, serta informasi adanya WNI yang meninggal dunia di kapal tersebut," kata Retno.
Kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 adalah dua kapal yang membawa seluruh 46 ABK Indonesia melalui perairan Korea Selatan, dan sempat berlabuh di Busan. Kedua kapal itu saat ini sudah berlayar ke China.
Kedua kapal tersebut sempat tertahan karena 35 ABK Indonesia yang dialihkan dari Long Xing 629 dan Long Xing 606 tidak terdaftar sebagai ABK di kedua kapal yang berlabuh di Busan, sehingga mereka dianggap sebagai penumpang oleh otoritas pelabuhan.
Sebagian besar dari 46 ABK tersebut telah pulang ke tanah air, yakni total 11 orang ABK Long Xing 605 dan Tianyu 8 sudah kembali sejak 24 April, serta 18 orang ABK Long Xing 606 sudah kembali pada 3 Mei.
Sementara dua sisa ABK Long Xing 606 masih berada di perairan Korea untuk menyelesaikan proses keimigrasian sebelum dipulangkan kemudian, serta 15 ABK Long Xing 629 akan dipulangkan pada 8 Mei setelah sempat dikarantina di hotel selama 14 hari.
Dari 15 ABK Long Xing 629 yang akan kembali ke tanah air esok hari, satu orang telah meninggal dunia pada 27 April, usai dirawat sehari sebelumnya. Keterangan Busan Medical Center menunjukkan bahwa dia menderita pneumonia.
Pelarungan Jenazah ABK WNI
Di samping perkara 46 ABK tersebut, terdapat kasus tiga ABK meninggal dunia ketika masih di atas kapal yang kemudian jenazahnya dilarung di laut lepas, atau diperlakukan dengan cara burial at sea.
Pemerintah maupun perusahaan pengelola kapal ikan Long Xing 629 dan Tian Yu 8 menyebut pelarungan tiga jenazah anak buah kapal (ABK) Indonesia telah sesuai prosedur internasional. Mereka juga mengklaim langkah itu sudah disetujui keluarga yang bersangkutan.
"Pihak kapal telah memberi tahu pihak keluarga (dari seorang ABK berinisial AR) dan telah mendapat surat persetujuan pelarungan di laut tertanggal 30 Maret 2020. Pihak keluarga juga sepakat untuk menerima kompensasi kematian dari kapal Tian Yu 8," kata Retno.
AR adalah ABK di kapal Long Xing 629 yang mengalami sakit pada 26 Maret dan dipindahkan ke kapal Tian Yu 8 untuk dibawa berobat ke pelabuhan. Namun dia kritis sehingga meninggal dunia pada 30 Maret pagi. Jenazah AR dilarung ke laut lepas keesokan paginya, 31 Maret.
Sementara kasus dua ABK lain yang dilarung terjadi pada Desember 2019. Keduanya juga merupakan ABK kapal Long Xing 629. Mereka meninggal dunia ketika kapal berlayar di Samudera Pasifik.
"Keputusan pelarungan jenazah dua orang ini diambil kapten kapal karena kematian disebabkan oleh penyakit menular dan hal itu berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya," ujar Retno, mengutip keterangan yang sama dari pihak pengelola kapal.
(mdk/noe)