Mendikbud Pilih Diam saat Heboh Kasus Bully di Kampus Picu Mahasiswi Kedokteran Bunuh Diri
dr Aulia diduga bunuh diri di indekos Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, karena dibully senior pada Agustus 2024.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makariem enggan mengomentari soal kasus dugaan bunuh diri mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dr Aulia Risma Lestari karena dibully senior.
Nadiem menghadiri rapat kerja dengan Komisi X DPR RI hari ini, Jumat (6/9). Usai rapat kerja, awak media menanyakan soal sikap Nadiem terkait maraknya kasus perundungan. Termasuk dugaan perundungan di PPDS Undip yang membuat dr Aulia mengakhiri hidup.
- Kabar Terbaru Penyelidikan Kasus Kematian Mahasiswi PPDS Undip dr Aulia
- Kemendikbudristek Angkat Suara Usai Keluarga Desak Ikut Usut Kematian dr Aulia Diduga Korban Bullying
- Menkes Bongkar Bullying di PPDS Undip: Perundungan Fisik-Mental, Dipalak Hingga Pelecehan Seksual
- Bunuh Diri Diduga Akibat Dibullying Senior, Begini Sosok Dokter Muda FK Unair di Mata Tetangga
"Oh belum tahu saya," kata Nadiem santai.
Setelah menjawab singkat pertanyaan wartawan, Nadiem masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Senayan.
"Makasih, mari," ucapnya.
Merdeka.com mencoba menghubungi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Kemendikbud, Abdul Haris lewat pesan elektronik terkait kasus dugaan bunuh diri dr Aulia karena dibully senior. Namun, hingga saat ini belum mendapat balasan.
Sebagai informasi, dr Aulia diduga bunuh diri di indekos Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, karena dibully senior pada Agustus 2024. Kasus kematian ini masih ditangani Polda Jawa Tengah.
Kemenkes mengungkapkan temuan sementara dalam proses investigasi kematian dr Aulia. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, pihaknya menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program PPDS kepada dr Aulia.
"Permintaan uang ini berkisar antara Rp20-Rp40 juta per bulan," kata Nadia kepada merdeka.com, Minggu (1/9).
Berdasarkan keterangan saksi, permintaan ini berlangsung sejak dr Aulia masih di semester pertama pendidikan atau sekitar Juli hingga November 2022. Saat itu, lanjut Nadia, dr Aulia ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya.
Korban juga bertugas menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik antara lain membiayai penulis lepas membuat naskah akademik senior, menggaji office boy, dan berbagai kebutuhan senior lainnya.
"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," jelas Nadia.
Nadia menyebut, bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut.
"Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," kata Nadia.