Mengenal Keunikan Tradisi Megibung di Kampung Islam Kepaon Bali
Megibung merupakan tradisi buka puasa bersama khas kampung Islam Kepaon Bali
Uniknya tradisi megibung atau makan bersama dalam satu wadah di kampung Islam Kepaon Bali
- Mengenal Lebih Dekat Tradisi Sekaten, Warisan Budaya Penuh Makna dalam Menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW
- Mengintip Tradisi Bada Riaya, Lebaran-nya Masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas
- Mengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa
- Mengenal Ngalungsur Geni, Tradisi Pembersihan Benda Pusaka di Kabupaten Garut
Mengenal Keunikan Tradisi Megibung di Kampung Islam Kepaon Bali
Para warga silih berganti berdatangan membawa hidangan makanan ke Masjid Al-Muhajirin di Kampung Islam Kepaon, di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, menjelang buka puasa.
Pengurus masjid terlihat sibuk menerima hidangan makanan dari para warga Kampung Islam Kepaon yang terus berdatangan.
Makanan yang dibawa beraneka ragam, mulai nasi kapar khas Kampung Islam Kepaon yang menunya adalah sayur urap, telur, ayam panggang dan ada sambal.
Ada menu lainnya yang diletakkan di nampan besar dan ada juga warga yang membawa banyak nasih bungkus dan nasi kotak, takjil dan minuman segar.
Selanjutnya, para pengurus masjid mengumpulkan makanan dan takjil lalu meletakkan hidangan itu dengan rapi di dalam masjid. Sehingga para warga yang ingin mengikuti tradisi megibung atau makan bersama-sama hanya tinggal duduk dan menunggu azan berbuka puasa.
Namun, sambil menunggu azan untuk berbuka puasa sejumlah warga mengaji Al-Quran.
Ketika adzan berkumandang para warga tidak langsung menggelar tradisi megibung dan hanya mencicipi takjil yang telah dihidangkan dan lalu shalat Magrib berjamaah dan usai shalat baru digelar tradisi megibung atau makan bersama dalam satu wadah.
"Megibung di Kampung Islam Kepaon ini merupakan tradisi kami di sini," kata Padani, salah satu tokoh masyarakat di Kampung Islam Kepaon saat ditemui di Masjid Al-Muhajirin, Kamis (21/3).
Saat megibung warga makan bersama dalam satu wadah yang sama. Ada empat atau lima orang yang makan bersama. Tidak ada rasa canggung di antara mereka saat megibung. Anak-anak sampai orang tua pun bisa makan bersama. Mereka tinggal menyesuaikan makanan yang diinginkan.
"Tradisi ini sudah ada sejak orang Kepaon ada di sini dan tradisi ini dapat dipertahankan sampai sekarang," imbuhnya.
Tradisi unik megibung ini, adalah bentuk ungkapan rasa syukur setelah khataman atau menamatkan membaca Al-Quran. Karena, saat Bulan Ramadan warga setempat melakukan tadarus Al-Qur'an dengan membaca tiga juz yang dilaksanakan pada malam hari usai salat tarawih.
"Kenapa di hari ke-10, 20 atau 30 (Megibung). Karena begini, setiap selesai shalat tarawih setiap hari anak-anak muda di sini mengadakan tadarusan. Al-Qur'an itu terdiri dari 30 juz dan setiap malam anak-anak di sini membaca Al-Qur'an sampai tiga juz dan akhirnya setiap 10 hari sekali kita mengadakan khataman," ujarnya.
Selain itu, untuk warga menyediakan hidangan makanan dibagi menjadi tiga tempat. Warga Kampung Islam Kepaon menyumbang bergiliran dari sisi selatan, tengah, dan utara setiap 10 hari. Saat 10 hari Ramadan ini sumbangan dimulai dari warga sebelah selatan.
"Jadi 10 hari pertama itu hidangan berupa nasi kapar dikeluarkan oleh masyarakat yang ada di selatan masjid. Kemudian 10 hari kedua, itu diadakan lagi (megibung) itu dikeluarkan hidangannya oleh masyarakat yang berada di tengah masjid dan 10 hari ketiga diadakan lagi itu sebagai pengungkapan rasa syukur itu dikeluarkan hidangannya oleh masyarakat yang berada di utara masjid," ujarnya.
Padani menyatakan, bahwa tradisi megibung ini diperkirakan sudah ada di Kampung Islam Kepaon sejak abad 17 lalu.
"Islam masuk ke Kepaon ini (diperkirakan) sejak abad 17. Jadi megibung ini adalah tradisi orang Bali, kami orang Kepaon (juga) orang Bali," ujarnya.