MK Tolak Gugatan Partai Gelora Soal Pemilu Serentak 2024
Pemohon juga berpendapat bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat dilakukan lebih awal dari Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Mahkamah Konstitusi (MK) RI memutuskan menolak gugatan yang dimohonkan oleh Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia soal pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Adapun gugatan itu berkaitan dengan diadakannya pemilihan umum (pemilu) 2024 yang digelar secara serentak. Gelora yang diwakili Anis Matta, Sekjen Mahfuz Sidik dan Waketum Fahri Hamzah turut menginginkan pemilihan presiden dan pemilihan 2024 tidak dilakukan secara bersamaan.
-
Kenapa Pantai Widodaren viral? Keberadaannya belum banyak yang tahu. Namun belakangan ini, pantai ini viral karena keindahannya.
-
Kenapa Pantai Cemara Cipanglay sempat viral? Sebelumnya, Pantai Cemara Cipanglay sempat viral di media sosial, karena jadi salah satu pantai yang tersembunyi dan belum banyak diketahui masyarakat umum.
-
Mengapa kejadian ini viral? Tak lama, unggahan tersebut seketika mencuri perhatian hingga viral di sosial media.
-
Apa yang viral di Babelan Bekasi? Viral Video Pungli di Babelan Bekasi Palaki Sopir Truk Tiap Lima Meter, Ini Faktanya Beredar video pungli di Babelan Bekasi. Seorang sopir truk yang melintas di kawasan Jalan Raya Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merekam banyaknya aktivitas pungli baru-baru ini.
-
Kolak apa yang viral di Mangga Besar? Baru-baru ini ramai di media sosial war kolak di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Sebagaimana terlihat dalam video yang tayang di akun Instagram @noonarosa, warga sudah antre sejak pukul 14:00 WIB sebelum kedainya buka.
-
Kenapa Pemilu penting? Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan dalam gugatan nomor 35/PUU-XX/2022, dikutip pada Kamis (7/7).
Dari beberapa petitumnya, pemohon menilai jika frasa 'serentak' dalam Pasal 167 ayat 3 dan Pasal 347 ayat 1 UU Pemilu dimaknai secara sempit sebagai waktu pemungutan suara Pemilu yang harus dilaksanakan pada hari yang sama untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta memilih anggota DPRD.
Selain itu, pemohon juga berpendapat bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat dilakukan lebih awal dari Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, pemohon memohon agar mahkamah menyatakan frasa "secara serentak" dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Kendati demikian, Hakim Mahkamah dalam pertimbangannya tetap memutuskan bahwa frasa serentak dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat 1 UU 7/2017 haruslah tetap dinyatakan konstitusional.
"Belum terdapat alasan hukum dan kondisi yang secara fundamental berbeda bagi Mahkamah untuk menggeser pendiriannya isu pokok yang berkaitan dengan frasa serentak sehingga norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat 1 UU 7/2017 haruslah tetap dinyatakan konstitusional," ujar hakim konstitusi Saldi Isra.
Gugatan Partai Gelora
Adapun gugatan ini sempat dilayangkan Partai Gelora pada kisaran bulan Februari 2022 lalu. Dengan Pasal yang digugat Gelora adalah pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi, pemungutan suara dilaksanakan serentak pada hari libur umum atau hari umum nasional.
Selanjutnya, Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi, Pemungutan Suara Pemilu diselenggarakan secara serentak.
Menurutnya, pasal di atas bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pemilu. pemilihan Umum.
"Menyatakan Pasal 167 ayat (3) sepanjang frasa 'Serentak' dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” suara gugatan pemohon, Jumat (25/2).
Partai Gelora berpendapat jika pileg 2024 digelar sebelum pemilihan presiden, maka haknya secara konstitusional tidak akan dirugikan. Mereka ingin Pilkada 2024 digelar dalam dua putaran.
"Bahwa apabila Pemilihan Umum 2024 diselenggarakan secara terpisah dengan mendahului pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD sebelum Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden maka kerugian konstitusional Pemohon sebagaimana dimaksud di atas tidak akan terjadi."
(mdk/eko)