Moeldoko ke Aktivis: Jangan Mencari Popularitas Melawan TNI, TNI Milik Kita Semua
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dalam mengkritik TNI jangan sampai menyinggung psikologi prajurit. Hal itu disampaikan Moeldoko terkait penetapan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Robertus Robet sebagai tersangka pada Rabu (6/3).
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dalam mengkritik TNI jangan sampai menyinggung psikologi prajurit. Hal itu disampaikan Moeldoko terkait penetapan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Robertus Robet sebagai tersangka pada Rabu (6/3).
"Jadi menurut saya janganlah rekan-rekan sekalian, pegiat apapun namanya itu jangan cari gara-gara dengan TNI, jangan mencari popularitas melawan TNI, TNI milik kita semua. Dulu boleh TNI diposisikan musuh bersama, itu tahun 98 saya masih ingat tapi sekarang jangan, kita hidup berdampingan dengan baik, kritik boleh tapi jangan merusak psikologi prajurit," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Jumat (8/3) seperti dikutip Antara.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Apa spesialisasi dari Brigjen TNI Robert Hutauruk? Dilansir medicastore, Dr dr Robert M Hutauruk, Sp.OT, M.M. FICS adalah dokter spesialis orthopedi yang berfokus dalam mendiagnosis dan menangani masalah pada tulang, sendi, tendon, otot, dan saraf akibat cedera atau hal lainnya.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Di mana lokasi banjir rob yang dikunjungi personel TNI-Polri? Salah satunya adalah Desa Blendung, Kecamatan Ulujami.
-
Bagaimana anggota TNI dikeroyok oleh warga? Personel dari Koramil yang dikeroyok menerima banyak sekali pukulan dan tendangan dari warga.
-
Bagaimana anggota TNI itu ditemukan? Anggota TNI dari kesatuan POM AD III/Siliwangi itu pertama kali ditemukan tergeletak berlumuran darah oleh warga di halaman bengkel mobil, Jalan Pangkalan 5, Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jumat (29/3) sekira pukul 03.30 WIB.
Robertus Robet sempat ditahan oleh pihak kepolisian pada Kamis (7/3) dini hari atas tuduhan merendahkan institusi TNI dalam aksi Kamisan di depan Istana Merdeka pada 28 Februari 2019. Saat itu, Robet melakukan orasi yang menolak wacana kebangkitan kembali dwifungsi TNI di Indonesia. Wacana ini mengemuka sebagai terkait rencana penempatan perwira TNI di sejumlah posisi sipil.
Orasi Robet berujung pada penahanan karena dinilai melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas tersebarnya video orasi yang dilengkapi dengan nyanyian pelesetan "Mars ABRI". Pelesetan lagu itu sebenarnya banyak dinyanyikan pada awal Reformasi 1998 oleh para mahasiswa yang menuntut mundurnya Soeharto.
Robet dikenai Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45a Ayat 2 UU ITE, karena dinilai telah menyebarkan konten yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan. Namun dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) lalu dibebaskan pada hari yang sama.
"Psikologis prajurit kita sudah baik, jangan dilukai dengan hal-hal itu, nyanyian masa lalu sudahlah masa lalu, jangan masa lalu dibawa ke sekarang, jangan melihat tentara dari frame masa lalu, 'wong' sudah berubah. Orang yang paling tidak setuju saya karena saya bekerja keras untuk memperbaiki situasi," tegas Moeldoko.
Menurut Moeldoko, negara memberikan tempat seluas-luasnya bagi siapapun untuk berekspresi tapi harus dapat dibedakan antara kebebasan berekspresi ada kecenderungan melanggar UU atau memberikan kritik yang membangun.
"Kalau sifatnya kritik membangun, Presiden sangat terbuka, KSP juga membuka seluas-luasnya, silakan ngomong apa saja kita dengarkan. Tidak ada kita alergi dan membatasi cara berekspresi tapi terhadap apa yang pada akhirnya mengarah pada tindakan melawan hukum itu di luar domain kami, itu sepenuhnya domain tugas kepolisian kami tidak bisa ikut campur," tambah Moeldoko.
Ia pun menilai bahwa saat ini ada kecenderungan pihak-pihak tertentu bicara begitu saja tapi ketika sudah berhadapan dengan aparat hukum lalu meminta maaf atau bahkan tidak mengakui sama sekali perbuatannya.
"Ini cara-cara yang tidak bagus, tidak 'gentleman', apalagi secara intelektual harus dipikirkan baik-baik implikasi psikologi menyinggung prajurit atau orang lain bisa berurusan dengan penegak hukum ini yang harus dipikirkan bersama sehingga cara-cara bernegara bisa menaati sistem yang baik," tegas Moeldoko.
Baca juga:
Ditanya Sebagai Pelapor Robertus Robet, Ini Jawaban Suryo Prabowo
Soal Pelaporan Robertus Robet, Bivitri Susanti Luruskan Penyebutan Nama Suryo Prabowo
Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Kriminalisasi Robertus Robet
Polisi Buru Penyebar Video Dugaan Robertus Robet Hina TNI
Beda Versi, Mabes Polri Sebut Kasus Robertus Robert Pakai Laporan Model A
Pelapor Robertus Robet adalah Pensiunan TNI JS Prabowo