Muhammadiyah hormati putusan kasus Meiliana, kalau tak puas silakan banding
Muhammadiyah hormati putusan kasus Meiliana, kalau tak puas silakan banding. Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nasir mengatakan pihaknya menghormati keputusan PN Medan. Menurutnya, kasus yang membelit Meiliana di luar kewenangan Muhammadiyah.
Pengadilan Negeri Medan memvonis Meiliana penjara selama 18 bulan. Meiliana dipenjara karena mengeluhkan volume suara azan yang dianggap terlalu keras. Meiliana dianggap melakukan penistaan agama.
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nasir mengatakan pihaknya menghormati keputusan PN Medan. Menurutnya, kasus yang membelit Meiliana di luar kewenangan Muhammadiyah.
-
Mengapa Masjid At Taqwa Cirebon diganti namanya? Alasan renovasi juga karena posisinya sudah cukup melenceng dari arah kiblat, sehingga perlu diluruskan. Setelahnya, Koordinator Urusan Agama Cirebon, R. M. Arhatha, menginisiasi pergantian nama masjid agar tidak lagi menggunakan kata “Agung”. Ini karena saat itu sudah ada masjid bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang ada di Alun-Alun Kasepuhan dan menjadi salah satu masjid kuno paling tua yang ada di sana.
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Kapan Masjid Baitul Makmur diresmikan? Bentuk dari kepala kubah masjid yang diresmikan tahun 1999 ini memiliki bentuk yang sama persis, sehingga menimbulkan kesan gaya arsitektur Timur Tengah yang begitu kental.
-
Kapan Masjid Quwwatul Islam diresmikan? Pada Selasa (10/10), Gubernur DIY Sri Sultan HB X meresmikan berdirinya Masjid Quwwatul Islam di Jalan Mataram No. 1, Suryatmajan, Danurejan, Kota Yogyakarta.
-
Kapan Pondok Pesantren Musthafawiyah didirikan? Didirikan Abad 20 Melansir dari beberapa sumber, ponpes ini didirikan pada 12 November 1912 oleh Syeikh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily.
-
Dimana lokasi Masjid Merah Kedung Menjangan berada? Terletak persis di Kampung Kedung Menjangan, Kelurahan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti, masjid ini juga punya arsitektur unik.
"Kita menghormati setiap keputusan pengadilan. Bagi yang tidak puas naik banding," kata dia di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (23/8).
Haedar Nasir menuturkan, kasus yang membelit Meiliana menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh umat di Tanah Air. Setiap umat harus menjunjung tinggi toleransi dan menjaga perasaan umat lain.
"Misalkan di masjid tahu bagaimana menjaga perasaan orang yang beda agama, yang di gereja juga begitu. Warga juga jangan terlalu sensitif juga. Kadang masyarakat kurang proporsional juga, kalau ada hiburan kadang tanpa izin gede-gede suaranya engga terganggu tetapi ada suara azan dikit kencang terganggu," ujarnya.
Dia menegaskan, mengumandangkan azan penting bagi umat Islam. Azan sebagai pengingat bahwa waktu salat telah tiba.
"Azan harus terdengar sehingga yang dengar tahu dipanggil azan. Kalau (azan) di dalam hati engga kedengeran jemaah. Soal seberapa volume suara itu tentu kan punya kadar masing-masing, bukan soal besar kecil suara azan, begitu juga nanti suara di gereja," ucap dia.
Haedar Nasir berpandangan, rasa toleransi dan saling menghargai mulai menipis di lingkungan masyarakat. Hal itu terlihat dari kasus yang menimpa Meiliana.
"Ini ada rasa yang hilang antar warga masyarakat. Ini yang mesti kita bina. Yang satu saking semangatnya azan kenceng, yang satu terlalu sensitif juga. Padahal ketika dengar lagu dangdut di samping dia engga terganggu. Ada sesuatu yang perlu didialogkan," pungkas Haedar Nasir.
Meiliana adalah wanita etnis Tionghoa yang beragama Buddha. Dia menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan karena mengeluhkan pengeras suara azan yang dianggapnya terlalu keras.
Kasus yang menjerat Meiliana sebenarnya telah terjadi pada 2016. Saat itu, dia meminta kepada pengurus Masjid di sekitar tempat tinggalnya untuk mengecilkan volume pengeras suara. Dia mengaku terganggu dengan pengeras suara masjid.
Pernyataan Meiliana itu ternyata memicu kemarahan warga dan menyulut kerusuhan yang menyebabkan sekelompok orang membakar serta merusak vihara dan klenteng di Tanjung Balai.
MUI Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Meiliana telah melakukan penistaan agama.
Kasus ini memasuki ranah hukum setelah jaksa menetapkan Meiliana sebagai tersangka penistaan agama pada 30 Mei 2018 dan mendakwanya dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penistaan agama.
Pada akhir persidangan, majelis hakim sependapat dengan dakwaan jaksa dan menjatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada Meiliana sesuai tuntutan jaksa.
Baca juga:
Divonis 1,5 tahun bui, terdakwa penodaan agama di Tanjung Balai menangis
Robek dan buang Alquran, Brigadir Tommy dituntut 1 tahun 4 bulan bui
Evie Effendi hindari wartawan usai diperiksa soal 'Nabi Muhammad SAW pernah sesat'
Ustaz Evie Effendi jalani pemeriksaan di Polda Jabar
Terdakwa penodaan agama di Tanjung Balai dituntut 1 tahun 6 bulan penjara
Hina Nabi Muhammad SAW, Martinus dihukum 4 tahun penjara