Para Pakar Ungkap Akar Masalah Etika dan Moral Penyelenggara Negara
Persoalan etika itu semakin diperparah dengan pengajaran akhlak di lembaga pendidikan yang cenderung verbal dan normatif.
Institusi Pendidikan disebut menyumbang terjadinya degradasi etika penyelenggara negara. Pendidikan yang seharusnya menjadi agen perubahan moral, dianggap gagal dalam menjalankan perannya.
Hal itu ditegaskan pakar sosiologi politik, Masdar Hilmy saat menjadi pembicara dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertajuk Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara : Etika Sosial dan Pendidikan yang digelar di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Senin (2/9).
-
Mengapa BPIP menggelar diskusi tentang etika penyelenggara negara? Dengan latar belakang sejumlah kasus pelanggaran etika yang mencuat, termasuk korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan, kegiatan ini menjadi penting untuk membahas dan mencari solusi praktis terhadap masalah-masalah tersebut.
-
Bagaimana pemimpin dapat menjaga integritas dan etika dalam kepemimpinannya? Seorang pemimpin harus berperan sebagai contoh yang baik bagi anggota timnya, dengan menunjukkan sikap jujur, adil, dan bertanggung jawab.
-
Bagaimana dampak krisis moral di lingkungan pendidikan? Contoh dampak krisis moral dikalangan generasi muda adalah tawuran pelajar, balapan liar, kurangnya rasa toleransi sesama, melakukan tindakan kriminal seperti mem-bully, mencuri, bahkan sampai membunuh.
-
Bagaimana etika membantu menyelesaikan masalah moral manusia? Oleh sebab itu, etika akan senantiasa berupaya menyelesaikan persoalan tentang moralitas manusia dengan mendefinisikan konsep-konsep seperti yang baik dan yang jahat, benar dan salah, kebajikan dan kejahatan, keadilan dan kecurangan.
-
Apa yang membuat penilaian moral orang berubah dalam ranah politik? Penelitian mereka memperlihatkan sikap bermusuhan terhadap kelompok oposisi atau mereka yang pandangan politiknya berbeda menjadi faktor pendorong untuk mengabaikan moral ketika orang berada di ranah politik.
-
Bagaimana DKPP berperan dalam mewujudkan penyelenggara pemilu yang berintegritas? Nana mengapresiasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang berupaya mewujudkan penyelenggara pemilu yang berintegritas melalui rapat koordinasi tersebut. “Ini menjadi penyemangat dan menambah motivasi supaya mereka betul-betul menjadi penyelenggara pemilu yang integritas," tutur Nana.
“Lembaga pendidikan kita sedemikian rupa berada di bawah struktur politik yang menggerogoti kualitas,” katanya.
Persoalan etika itu semakin diperparah dengan pengajaran akhlak di lembaga pendidikan yang cenderung verbal dan normatif melalui metode menghapal, namun tidak terlihat dalam praktiknya.
“Dibutuhkan etika sosial yang aplikatif tetapi rasional dan praktis,” ujar Masdar.
Masdar menyerukan perlunya reformasi mendalam dalam struktur pendidikan dan regulasi etika sosial untuk memperbaiki kualitas Pendidikan.
Masdar juga menekankan bahwa etika harus menjadi bagian integral dari praktik pendidikan sehari-hari.
- Pendidikan Etika Sejak Dini Hingga Pembentukan Mahkamah Etik Jadi Sarana Pejabat Publik Patuhi Standar Etika
- Saat Para Profesor dan Guru Besar Kumpul, Kasih Rekomendasi Problematika Etik Penguasa
- Kepala BPIP Ajak Mahasiswa Jadi Pelopor Penjaga Demokrasi di Pemilu 2024
- Contoh Pantun Adat yang Perlu Diketahui, Kenali Makna dan Nilai Moral di Dalamnya
Komersialisasi Pendidikan
Di tempat yang sama, pakar Pendidikan Taman Siswa, Ki Darmaningtyas menyebutkan, Pendidikan saat ini bukan lagi sebagai proses pencerdasan bangsa, tetapi sekadar pemenuhan kewajiban konstitusional.
“Secara ideologis, pendidikan tidak dilihat sebagai tanggung jawab negara, tetapi sebagai beban. Sejak 2016 ada kebohongan, karena ternyata anggaran pendidikan 20% sebagian untuk anggaran dana desa,” ujarnya.
Persoalan pendidikan pun semakin diperparah dengan biaya pendidikan makin mahal, tetapi tidak berkualitas.
“Komersialisasi Pendidikan makin vulgar, terutama di pendidikan tinggi. Proses kapitalisasi, privatisasi, liberalisasi yang makin massif dan parahnya hal ini didukung regulasi,” jelas Ki Darmaningtyas.
Sementara itu, Pemerhati Pendidikan, Doni Koesoema pun melihat masih ada persoalan etika di dunia pendidikan Indonesia. Baik dilakukan oleh kalangan guru, dosen, maupun siswa dan mahasiswa.
Hal itu membuat Indeks Integritas dunia pendidikan hanya mendapatkan indeks 73,70. Indeks yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi itu menunjukkan penguatan integirtas di kalangan pendidikan masih lemah.
“KPK mengungkap 33% anggaran sekolah dikorupsi,” ujarnya.
Akar permasalahan dari buruknya indikator pendidikan itu, lanjut Doni, adalah integritas moral pejabat publik yang lemah. Di sisi lain infrastruktur untuk mencapai tujuan Pendidikan di Indonesia pun belum memadai.
“Ini memprihatinkan, orang sebaik apapun, kalau masuk struktur pendidikan kita, akan tergoda untuk melakukan korupsi hingga bisa sekali tertangkap KPK. Dampaknya pendidikan tidak akan maju,” katanya.
Apa Solusinya?
Untuk mengubah kelemahan tersebut, diperlukan individu berintegritas tinggi yang mampu mengubah struktur yang ada. Penguatan individu juga akan memberikan hasil dengan transformasi pendidikan dan tata kelola yang lebih baik.
Rektor Universitas Negeri Malang, Hariyono menekankan pentingnya menjadikan Pancasila sebagai basis dan orientasi dalam pendidikan.
“Perlu diperhatikan bahwa setiap pendidikan selalu ada tujuannya. Di di Indonesia, tujuannya adalah untuk menjadikan manusia Indonesia yang utuh dan menyeluruh agar mereka sadar sebagai warga negara, warga dunia, dan penyelenggara negara,” tuturnya.
Ia mengkritik sistem pendidikan yang tidak lagi menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dan malah fokus pada pencapaian formalitas tanpa memperhatikan kualitas dan nilai moral.
Hariyono juga menyoroti tantangan dalam integrasi Pancasila sebagai paradigma etika dalam pendidikan dan pentingnya institusi keluarga sebagai landasan pendidikan utama.
Ia mendesak agar pendidikan di Indonesia lebih selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan lebih fokus pada pengembangan sikap kritis dan kepekaan sosial.