Peneliti BRIN Ungkap Sederet PR Hadapi Ancaman Gempa Megathrust
BMKG sebelumnya mengatakan, gempa megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa menyebutkan, persiapan dalam menghadapi gempa megathrust menjadi pekerjaan rumah (PR) seluruh elemen negara. Baik pemerintah maupun masyarakat agar dapat meminimalisasi korban terdampak.
"Secara jujur kayaknya kita masih punya banyak PR untuk meningkatkan kesiapan kita (dalam menghadapi gempa megathrust)," kata Rahma, dikutip dari Antara, Kamis (5/9).
- Apa Itu Megathrust? Gempa Berskala Besar yang Mengancam Indonesia
- Peneliti BRIN Blak-blakan Ungkap 15 Segmen Megathrust di RI, Bisa Picu Gempa hingga Magnitudo 9,2
- Ancaman Megathrust, Pemprov DKI Jakarta Cek Gedung Pencakar Langit Rawan Terdampak Gempa
- Gempa Besar di 2 Megathrust Indonesia Tinggal Tunggu Waktu, BMKG Siapkan Sederet Mitigasi Ini
PR pertama kepanikan. Rahma mengatakan, kepanikan menjadi salah satu penyebab tingginya korban jiwa dalam sebuah bencana alam.
Dalam konteks gempa bumi, jelas dia, kepanikan umumnya disebabkan oleh tingginya kemungkinan bangunan runtuh, yang menyebabkan warga panik dan berlarian tak beraturan.
Kedua, kualitas bangunan tahan gempa. Berkaca pada Jepang, kata Rahma, bangunan yang dibangun telah memiliki standar khusus, sehingga hal tersebut dapat menjamin bahwa bangunan tersebut tahan terhadap gempa bumi.
"Nah kita di Indonesia mungkin enggak merasa yakin dengan bangunan ataupun rumah yang kita tempati, sehingga mungkin satu kita punya insecurity terhadap bangunan, yang kedua kita juga panik," ujarnya.
Ketiga, kata Rahma, masyarakat Indonesia juga memiliki bayangan traumatis terhadap gempa yang pernah terjadi di Aceh pada 2004 silam. Gempa tersebut juga diiringi dengan gelombang tsunami, yang mengharuskan setiap orang untuk berlarian keluar rumah.
Upaya mitigasi bencana, ungkap dia, bisa diawali dengan upaya berbasis sains, teknologi, dan inovasi, seperti pembuatan rumah tahan gempa dan modernisasi sistem peringatan dini, sembari terus melakukan sosialisasi jalur evakuasi saat bencana alam terjadi kepada seluruh lapisan masyarakat.
"Insya Allah itu bisa mengurangi kepanikan, dan juga kita akan merasa lebih siap dalam menghadapi gempa megathrust ini," ucap Rahma.
Sementara Deputi Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto mengatakan, perlu ada penyesuaian gaya rumah untuk mengantisipasi dampak gempa megathrust.
"BMKG selalu berupaya melakukan edukasi ya, bagaimana menghadapi ini megathrust, bukan saja pada masyarakat, tetapi juga pada pemangku kepentingan, para pengambil keputusan, agar pola hidup, gaya hidup, gaya membangun rumah bangsa Indonesia ke depan ini juga bisa menyesuaikan," kata Tri Handoko.
Dia menegaskan, masyarakat tidak perlu panik atas informasi terkait gempa megathrust, karena BMKG selama ini secara terus-menerus sudah memberikan edukasi dan informasi terkait mitigasi yang perlu dilakukan masyarakat untuk menghadapi kemungkinan bencana tersebut.
"Pertama, masyarakat jangan panik, justru kalau panik salah. Masyarakat harus terliterasi dengan baik, kemudian mengikuti arahan-arahan dari sumber-sumber resmi BMKG. Masyarakat harus semakin banyak tahu, bagaimana kita menghadapi potensi-potensi seperti itu," ujarnya.
Dia menegaskan, Indonesia memiliki titik-titik gempa megathrust yang perlu diwaspadai dan berpotensi menimbulkan bencana.
"Sebanyak garis yang disampaikan itu semua memiliki potensi ya. Jadi, seharusnya memang kita seluruh masyarakat Indonesia yang sudah berada di jalur-jalur itu harus bersiap-siap, termasuk media juga harus menyampaikannya dengan benar, jangan terlalu menakut-nakuti masyarakat," paparnya.