Penjelasan Polri soal Peluru Tajam yang Bersarang di Tubuh Korban Aksi 22 Mei
Selain uji balistik, penyidik juga sedang menganalisa Tempat Kejadian Perkara (TKP) para korban yang diduga sebagai pelaku perusuh ditemukan.
Polisi mengungkapkan ada peluru tajam bersarang di empat korban tewas saat aksi 22 Mei lalu. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, hasil dari uji balistik terhadap proyektil berasal dari peluru berkaliber 5,56 mm dan 9 mm.
Namun, Polri menemui kendala ketika melakukan uji alur senjata. Terutama pada kaliber 9 mm karena kondisi proyektil sudah sangat rusak.
-
Bagaimana polisi mengurai kemacetan akibat demo buruh? Polisi saat ini sudah melakukan rekayasa lalu lintas.
-
Dimana pemuda itu bertemu polisi? Sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram @bgd.info memperlihatkan seorang Polisi sedang menolong pemuda yang berjalan kaki di jalan tol Cipularang KM 127.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Dimana peristiwa polisi mengancam warga itu terjadi? Peristiwa itu terjadi di Palembang, Senin (18/12) pukul 11.30 WIB.
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Di mana polisi tersebut disekap? Kasat Reskrim Polrestro Tangerang, Kompol Rio Mikael Tobing, menjelaskan percobaan pembunuhan terhadap korban anggota Polri terjadi di Jalan Tol Tanah Tinggi, Batu Ceper, Kota Tangerang, terjadi pada Rabu (18/10) silam.
"Sementara kaliber 5,56 mm senjata yang digunakan juga masih didalami. Itu harus ditemukan senjatanya. Oke ketemu senjatanya, ketemu pembandingnya, itu yang digunakan untuk nembak itu senjata siapa, itu perlu pembuktian perlu analisa cukup dalam," ucap Dedi di Mabes Polri, Rabu (19/6/2019).
Dedi menerangkan, peluru tersebut bisa digunakan dengan senjata standar Polri-TNI. Juga senjata rakitan.
"Contoh konflik di Papua, Maluku, termasuk tersangka jaringan teroris kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Itu kan peluru organik, cuma senjata yang digunakan itu senjata rakitan. Cuma ciri khasnya senjata rakitan lebih sulit identifikasi alur senjatanya," kata dia.
"Uji balistik akan kesulitan, senjata rakitan ada yang punya alur ada yang gak punya alur. Kalau senjata standar jelas, alur ke kanan atau alur kiri," lanjut dia.
Selain uji balistik, penyidik juga sedang menganalisa Tempat Kejadian Perkara (TKP) para korban yang diduga sebagai pelaku perusuh ditemukan.
"Dari berbagai aspek akan dilihat, termasuk penyidik cari CCTv, disekitar lokasi di beberapa TKP," ujar dia.
Dedi menegaskan, pasukan pengamanan langsung 21-22 itu tidak dilengkapi senjata api dan peluru tajam. Mereka hanya dilengkapi, tameng, gas air mata dan water canon.
Dan, yang perlu dicatat sebagian besar dari 9 korban yang diduga perusuh meninggalnya tidak ada yang di depan Bawaslu.
"Semuanya TKP di luar lokasi Bawaslu," ucap dia.
Sebelumnya, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menyampaikan, dari sembilan korban tewas dalam kerusuhan 22 Mei 2019 lalu, delapan orang memiliki luka tembak di tubuhnya. Sementara baru empat saja yang dipastikan meninggal akibat peluru tajam.
"Tidak ada tembakan yang ganda ya, semuanya satu tembakan," tutur Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/6/2019).
Menurut Asep, empat korban lainnya diduga juga meninggal dunia akibat peluru tajam. Namun penyidik belum sempat melakukan autopsi lantaran jasadnya langsung diurus oleh keluarga tidak lama usai kejadian.
Baca juga:
Kivlan Zen Merasa Difitnah Soal Pembunuhan Tokoh, Polri Minta Buktikan di Persidangan
Kivlan Zen Sebut Dirinya Difitnah
Masa Penahanan Kivlan Zen Diperpanjang 40 Hari
Kasus Rencana Pembunuhan 4 Tokoh, Polisi Konfrontir Kivlan Zen dan Habil Marati
Korban Selamat Tertembak Peluru Tajam Saat Rusuh 22 Mei Dipulangkan