Revisi UU Pilkada Bentuk Korupsi Kebijakan, ICW Minta Pembahasan Dihentikan
Revisi UU Pilkada dinilai menguntungkan individu atau kelompok tertentu sehingga dianggap merupakan bentuk korupsi kebijakan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada yang diduga bermaksud menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK). ICW menilai revisi UU Pilkada sebagai bentuk korupsi kebijakan.
"(Revisi UU Pilkada) menguntungkan individu atau kelompok tertentu adalah bentuk korupsi kebijakan. Pembahasan di DPR harus segera dihentikan," kata
- Soal Revisi UU Pilkada, Baleg DPR Tegaskan Tak Ada Niat Jegal PDIP dan Muluskan Kaesang
- PDIP Tak Setuju Revisi UU Pilkada Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan, Ini Alasannya
- ICW Desak KY Turun Tangan Evaluasi Hakim MA soal Putusan Syarat Usia Calon Kepala Daerah Untungkan Kaesang
- Revisi UU Polri Beri Wewenang ke Polisi untuk Penyadapan dan Galang Intelijen, Ini Bunyi Aturannya
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha dalam keterangan tertulis, Kamis (22/8).
Menurut Egi, masyarakat luas juga memandang revisi UU Pilkada yang dilakukan DPR saat ini memiliki satu tujuan tertentu. Langkah itu untuk kepentingan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Publik tidak bisa dibodoh-bodohi, sudah jelas bahwa revisi bertujuan untuk menguntungkan dinasti Jokowi dan kroninya," ucap Egi.
Oleh karenanya, kata Egi, publik layak marah terhadap Jokowi yang diyakini menjadi aktor utama revisi UU Pilkada di DPR RI. Pasalnya, penyalahgunaan kekuasaan sudah sering terjadi.
"Publik jangan lupa daftar panjang keculasan Jokowi, mulai dari penghancuran KPK hingga kecurangan pemilu 2024," kata dia.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah menyetujui bahwa revisi undang-undang pilkada akan dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang.
Hal itu dianggap tergesa-gesa lantaran keputusan itu dianggap menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibuat sehari sebelumnya.