Saksi: ACT Hanya Gunakan Rp900 Juta dari Rp2 M Dana Ahli Waris Lion Air
ACT hanya menggunakan Rp900 juta untuk membangun fasilitas pendidikan Muhammadiyah Secondary School Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Yayasan kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendapatkan dana Rp2 miliar dari salah satu ahli waris atau keluarga korban kecelakaan Lion Air 610. Dana tersebut berasal dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) untuk kegiatan pendidikan.
Namun, dari dana tersebut ACT hanya menggunakan Rp900 juta untuk membangun fasilitas pendidikan Muhammadiyah Secondary School Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.
-
Apa yang diusulkan Mentan kepada Presiden? Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengusulkan kepada presiden penambahan kuota pupuk bersubsidi.
-
Mengapa Try Sutrisno terpilih menjadi Wakil Presiden? MPR memilih Try menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Soeharto, presiden terpilih saat itu.
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kapan pengumuman calon wakil presiden Ganjar Pranowo? PDI Perjuangan bersama partai koalisi secara resmi mengumumkan nama bakal calon wakil presiden Mahfud MD untuk mendampingi Capres Ganjar Pranowo, Rabu, 18 Oktober 2023.
"Rp2 miliar itu hak (per) ahli waris," kata saksi pelapor sekaligus penyidik Bareskrim Polri, John Jefry saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (22/11).
John menjelaskan, berdasarkan keterangan ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610, uang dari BCIF tidak bisa diterima langsung. Melainkan harus dikelola pihak ketiga.
Setelah melalui sejumlah proses, ACT akhirnya ditunjuk menjadi pihak ketiga untuk mengelola dana tersebut. Namun dalam perjalanannya, uang ahli waris tidak dikelola sesuai peruntukkannya.
"Dana yang dikelola ACT atas nama ahli waris dia dan ada pembangunan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta. Namun, dana yang diajukan oleh ACT Rp2 miliar hanya dihabiskan Rp900 jutaan," ujar John.
"Yang di Wonosari, kan ada selisih. Itu selisihnya lari ke mana?" lanjut hakim.
"Itu kita kurang tahu," aku John.
Sementara terkait 189 keluarga korban selaku ahli waris yang menerima masing-masing sebesar US$144.320 atau senilai Rp2 miliar (kurs Rp14.000,-), John mengaku tak mengetahui apakah ada pemotongan atau penyelewengan pembangunan fasilitas sosial oleh ACT di Wonosari dan Pangkal Pinang.
"ACT melakukan pemotongan?" tanya hakim.
"Kalau mengambil keuntungan atau tidak, saya tidak mengetahui. Tapi, setiap dana sosial yang didapat Rp2 miliar, pihak ACT nggak menghabiskan dana yang disediakan. Yang saya ketahui hanya Yogyakarta dan Pangkalpinang," kata John.
Dakwaan ACT
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana binti Hermain, didakwa menyelewengkan dana sebesar Rp117,98 M dari total Rp138,54 M yang diberikan Boeing Community Investment Fund (BCIF).
Dana itu didapat dari hasil total proyek 68 ahli waris yang berhasil diterima ACT. Dimana hanya sebesar Rp20,56 M yang digunakan sesuai peruntukan.
"Tanggal 8 Agustus 2022 ditemukan bahwa dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500,- dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing adalah hanyalah sejumlah Rp 20.563.857.503," katanya.
Perbuatan itu dilakukan para terdakwa setidak-tidaknya dalam kurun Tahun 2021 sampai Tahun 2022, bertempat di Menara 165 Lantai 22, Jalan TB Simatupang, Kavling I, Cilandak Timur, Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta.
"Atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang berwenang mengadili, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan," katanya.
"Dengan sengaja dan Melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," katanya.
Atas perbuatannya, Ahyudin, Ibnu, dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(mdk/tin)