Simak, Penjelasan Lengkap Kemenag soal Aturan Pengeras Suara Masjid
Syahdunya Pengeras Suara Bisa Terganggu Karena Benturan Speaker
Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan edaran terkait pengeras suara di masjid dan musala. Aturan tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujar Menag Yaqut dalam rilis yang diterima merdeka.com, Jakarta, Senin (21/2)
-
Bagaimana cara menjaga kebersihan masjid? Menjaga kebersihan masjid merupakan adab yang sangat penting. Sebagai tempat ibadah, kebersihan masjid harus tetap terjaga.Cara menjaga kebersihan salah satunya dengan tidak membuang sampah di dalam, tidak meludah, dan lain sebagainya.
-
Kapan Masjid Quwwatul Islam diresmikan? Pada Selasa (10/10), Gubernur DIY Sri Sultan HB X meresmikan berdirinya Masjid Quwwatul Islam di Jalan Mataram No. 1, Suryatmajan, Danurejan, Kota Yogyakarta.
-
Kapan Bedug Raksasa Masjid Istiqlal mulai ada? Mengutip Liputan6, bedug raksasa ini rupanya sudah ada sejak 1972. Kala itu, Presiden Soeharto memberikannya kepada pihak DKM sebagai hadiah.
-
Apa yang menjadi keunikan Masjid Merah Kedung Menjangan? Masjid Kedung Menjangan juga dikenal sebagai masjid merah, selalui Masjid Sang Cipta Rasa yang sudah lebih dulu ada. Masjid Kedung Menjangan jadi salah satu destinasi religi yang menarik di Kota Cirebon. Rumah ibadah umat Islam ini memiliki tiga identitas budaya yang tampak yakni Cirebon, Tiongkok dan Kudus, Jawa Tengah.
-
Bagaimana cara menjaga adab di masjid? Menjaga adab bisa dimulai saat memasuki area masjid.
-
Bagaimana cara memakmurkan masjid? Meningkatkan Kualitas Ibadah, Kegiatan Keagamaan yang Berkelanjutan, Pendidikan Islam, Kegiatan Sosial dan Kemanusiaan, Pemberdayaan Ekonomi Jamaah, Pemanfaatan Teknologi, Memperbaiki Fasilitas Masjid, Kerja Sama dengan Lembaga Lain, Meningkatkan Kesadaran dan Partisipasi Jemaah, Program Pembinaan Keluarga.
Sementara itu, Dirjen Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Adib menjelaskan surat edaran tersebut diperuntukkan menjaga syiar. Selain itu, ada aspek sosial yang juga harus dijaga.
"Di sisi lain adalah terkait dengan kohesivitas sosial, dimana kita masyarakatnya heterogen, sangat beragam. Ada perkotaan pedesaan ya kita perlu semacam aturan, bisa dipahami dan bisa dilaksanakan dengan tujuan-tujuan bagaimana menjadikan masjid, musala tempat tempat ibadah yang lain sebagai syiar agama," paparnya dalam diskusi virtual, Selasa (22/2).
Alih-alih niat mengenalkan ajaran agama, keberadaan pengeras suara di masjid dan musala malah ditangkap makna berbeda.
"Tetapi bagaimana suara keras itu disampaikan melalui hati, tentu instrumenmnya sangat banyak," katanya.
Lebih dalam, Adib mengatakan khidmat mempunyai makna yang luas. "Sehingga kita para pendakwah di masjid dan musala angat banyak metodologi yang kita bisa perkuat dalam rangka syiar Islam, baik dalam perayaan hari besar Islam, Ramadan dan sebagainya," tuturnya.
Syahdunya Pengeras Suara Bisa Terganggu Karena Benturan Speaker
Sementara itu, Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni menyebut, pengeras suara di masjid memang perlu diatur. Menurutnya, kesyahduan pengeras suara di masjid bisa terganggu karena benturan-benturan antar speaker.
"Syiarnya tetap jalan tapi bagaimana mengatur tingkat kesyahduan itu berasa kemudian itu dipikirkan hingga perlunya pengaturan pengaturan, ini urgensinya esensinya dari perlunya pengaturan itu," katanya dalam diskusi Kupas Tuntas Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Menurutnya, jauh sebelum SE Menag terkait aturan pengeras suara masjid, Ketua DMI Jusuf Kalla sudah kerap menyoroti fenomena pengeras suara masjid.
"Jauh sebelum surat edaran ini keluar sebenarnya ketua Umum DMI Pak JK di berbagai kesempatan ke daerah kunjungan melantik pimpinan pimpinan wilayah dan ke masjid raya itu selalu menyampaikan pesan fenomena sound system atau speaker luar masjid," ucapnya.
Ada 4.000 Masjid di Jakarta
Imam mengatakan, di Jakarta hampir terdapat 4.000 masjid yang masing-masing memiliki 4 speaker di luar. Jika dikali 2, maka ada 16.000 suara dari masjid.
"Dan kepadatan populasi masjid ini mengikuti koloni manusia masyarakat umat Islam juga di situ, jadi suara ini cukup riuh, sehingga kesyahduan suara speaker masjid ini kadang kadang terganggu tidak syahdu lagi karena benturan benturan antar speaker itu," ucapnya.
"Ini populasinya cukup padat, di Jakarta ini saja hampir 4.000, dan 4.000 masjid ini suaranya bukan 4.000, karena speaker luarnya 4 biji, kali 4 itu 16.000 kira kira suaranya, jadi padat," sambungnya.
Imam mengatakan, benturan suara speaker bukan hanya terdengar di angkasa. Tetapi, di setiap audio-audio orang yang bertelinga dan bisa menjadi bermasalah. Sehingga, DMI merasa pengeras suara di masjid memang perlu di atur.
"Jadi karena itu apa yang dipikirkan Pak JK bukan karena soal harmoni atau heterogenitas dari masyarakat yang macam macam ini, tapi lebih dari itu umat Islam sendiri merasa mesti ini perlu kita perhatikan," ucapnya.
Berikut Isi Surat Edaran Menag:
1. Umum
a. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan ke luar ruangan masjid/musala.
b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/musala mempunyai tujuan:
1) mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian AlQur’an, selawat atas Nabi, dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu;
2) menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah; dan
3) menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/musala.
2. Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara
a. pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;
b. untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;
c. volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel); dan
d. dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.
3. Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara
a. Waktu Salat:
1) Subuh:
a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
b) pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.
2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:
a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan
b) sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.
3) Jumat:
a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
b) penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan Pengeras Suara Dalam.
b. Pengumandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar.
c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:
1) penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam;
2) takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.
3) pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar;
4) takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam; dan
5) Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.
4. Suara yang dipancarkan melalui Pengeras Suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:
a. bagus atau tidak sumbang; dan
b. pelafazan secara baik dan benar.
5. Pembinaan dan Pengawasan
a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.
b. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.