Siswi SMP jadi mucikari dinilai hanya tameng bisnis prostitusi
"Ini bentuk siasat untuk menghindari jeratan hukum, sehingga para mucikari atau germo bergeser ke anak-anak," ujar Arist
Siswi SMP swasta di Surabaya jadi mucikari dan menjual sejumlah ABG kepada pria hidung belang. Dalam penyelidikan sementara pihak kepolisian, diduga NA bekerja secara mandiri, tanpa ada unsur keterlibatan orang lain.
Komnas Perlindungan Anak menduga ada dalang di balik aksi pelajar 15 tahun berinisial NA tersebut. Ketua Komnas Perlindungan Anak Surabaya, Arist Merdeka Sirait ketika dikonfirmasi, meyakini kalau NA tidak bekerja sendiri.
"Sekarang, pelaku-pelaku yang menjadi germo, sudah banyak yang bergeser dari orang dewasa ke anak-anak. Sebab, orang dewasa meyakini, jika pelakunya anak-anak, tidak akan dihukum atau dijerat pidana. Alasannya, masih berstatus di bawah umur," beber Arist, Minggu (9/6).
Dengan menjadikan anak sebagai 'tameng' bisnis prostitusi, lanjut dia, merupakan modus baru untuk menghindari hukum. "Ini sebagai bentuk siasat untuk menghindari jeratan hukum. Sehingga para mucikari atau germo bergeser ke anak-anak," urai dia yakin.
Dalam catatan Komnas Perlindungan Anak, selama tahun 2013 ini, sudah ada 17 kasus anak-anak yang menjadi germo. Sebelum di Surabaya, aksi trafficking yang dilakukan anak-anak di bawah umur ini, juga terjadi di Banyumas, Purwokerto.
"Seorang anak berusia 15 tahun menjual anak-anak berusia 13 dan 14 tahun. Makanya penegak hukum harus benar-benar melakukan penyidikan sampai tuntas. Saya meyakini di balik kasus ini, semua ada orang dewasa yang mengendalikannya," ujar Arist.
Dijelaskannya, faktor atau penyebab dari anak-anak mau menjadi germo, lebih disebabkan pada gaya hidup mewah. Sehingga banyak kebutuhan ekonomi yang tidak terpenuhi dan menjadi pendorong bagi anak-anak untuk menjadi PSK maupun mucikari.
"Kemudian disusul faktor kemiskinan dan pengaruh dari situasi rumah yang tidak mendukung alias broken home. Oleh sebab itu, orangtua dan pihak sekolah harus memantau handphone anak didiknya," katanya mengingatkan.
Seringkali ada SMS (pesan elektronik) atau BBM antar teman atau pelajar, menjadi bumerang bagi perilaku si anak untuk menjadi 'liar,' sehingga terbentuklah jaringan prostitusi antar anak-anak. "Itu bisa saja terjadi. Makanya harus dipantau betul oleh para orang tua dan guru didiknya," tandas dia.
Diberitakan sebelumnya, anggota Satreskrim Polrestabes Surabaya mengungkap kasus perdagangan anak (trafficking) di Hotel Fortuna Jalan Darmokali Surabaya pada Sabtu (9/6) malam. Yang mengejutkan, tersangka adalah ABG berusia 15 tahun yang masih duduk di bangku SMP. Tak hanya itu, tersangka juga rela menjual kakaknya sendiri kepada pria hidung belang dengan bandrol antara Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu.