Suara Orang Rimba Menyambut Pemilu: Berharap Kesejahteraan dan Perhatian
Suara Orang Rimba Menyambut Pemilu: Berharap Kesejahteraan dan Perhatian
Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba di Jambi antusias menyambut Pemilu 2024. Mereka berharap proses politik ini membawa kesejahteraan.
- Ungkap Rambut Gondrong Kesukaan Bapaknya, Pria Ini Ceritakan Momen Kehilangan Orang Tua
- Tak Banyak yang Tahu Ternyata Tanaman Juga Bisa Menjerit Kesakitan, Seperti ini Suaranya
- 5 Cara Bagi Orangtua untuk Mendorong Anak agar Berani Mencoba Hal Baru
- Lika-Liku Penggunaan Hak Suara Masyarakat Suku Anak Dalam di Jambi, Kesulitan Menentukan Pilihan
Suara Orang Rimba Menyambut Pemilu: Berharap Kesejahteraan dan Perhatian
Seorang Orang Rimba, Nggrip langsung duduk di beranda warung Sipintak setelah pulang dari dalam hutan siang itu. Sembari menenteng tas kecil, lelaki 60 tahun itu awalnya irit bicara. Namun ketika diajak bicara soal Pemilihan Umum (Pemilu), ia lancar bercerita panjang lebar.
Nggrip tahu. Sebentar lagi seluruh masyarakat Indonesia akan mengikuti pesta demokrasi dari pemilihan kepala daerah hingga presiden, termasuk mereka para penghuni rimba.
Tetapi, tak selayaknya pesta disambut gembira. Nggrip merasa tidak ada yang istimewa pada momen lima tahunan itu. Tahun ke tahun, nasibnya masih sama saja. Sulit dan terpinggirkan.
"Sudah beberapa kali kami ikut pencoblosan pemilu, hidup kami masih begini saja. Masih tetap sulit dan rimbo (hutan) juga tetap habis," kata Nggrip di Desa Bukit Suban, Air Hitam, Sarolangun, Jambi, pada Jumat, 19 Januari 2024.
Nggrip menghuni pedalaman berjarak 200 kilometer dari Kota Jambi. Jika menggunakan kendaraan roda empat, butuh waktu tempuh enam jam.
Dia dan sejumlah orang di sana dikenal dengan sebutan Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD). Penamaan itu karena mereka menghuni belantara pendalaman Jambi, tepatnya di Kabupaten Sarolangun, Kecamatan Air Hitam, Desa Bukit Dua Belas. Selama ini, mereka hidup nomaden atau berpindah-pindah.
Setiap masa pemilu, katanya, kampung mereka kerap didatangi calon anggota legislatif. Harapannya, mendulang suara dari masyarakat pedalaman. Tahun ini, sejumlah caleg silih berganti masuk ke kampung mereka.
Orang Rimba menyambut baik. Tetapi keterbatasan pendidikan, membuat mereka rentan menerima atau menjadi korban disinformasi. Apalagi di masa pemilu seperti saat ini. Biasanya disinformasi itu mereka terima lewat gadget yang dimiliki.
"Kami Orang Rimba sudah sebagian memiliki HP. Kami memilih di sini lah, saat ini ada caleg yang datang ke tempat kami. Namun kami lupa siapa nama orangnya, yang penting ada caleg datang meminta kami untuk mencoblos mereka," cerita dia.
Pernah ada caleg yang datang ke pemukiman Orang Rimba dan minta untuk dipilih. Dia tak ingat pasti namamya, hanya mengetahui bahwa orang itu merupakan caleg DPRD Sarolangun. Kepada Orang Rimba, caleg tersebut menjanjikan pendidikan dan kesehatan di sana semakin baik.
"Tapi kalau kami dengar janji mereka sebenarnya tidak ada kepentingan untuk Orang Rimba, mereka itu hanya janji saja," ujarnya sambil tersenyum.
Tapi Nggrip tak mau ambil pusing. Dia berjanji tetap datang ke TPS untuk memilih. Karena sebagai warga negara yang baik, dia punya hak menentukan pemimpin ke depannya.
"Orang itu janji, jika tidak ditepati mereka yang punya utang. Namun itu kan bukan urusan kami, itu urusan orang tuh, yang penting kami tetap datang ke TPS karena itu hak kami," jelasnya.
Nggrip mengatakan, ada sembilan kelompok Orang Rimba di Bukit Dua Belas. Dia memastikan mereka akan keluar dari hutan saat hari pemilihan. Mereka akan perjalanan menuju TPS meski memakan waktu empat jam dari tempat tinggal di dalam hutan.
"Saat kami datang dan memilih nantinya akan mendapatkan makanan dan uang," jelasnya.
Orang Rimba lainnya, Sipintak, pernah dua kali datang ke TPS untuk menggunakan hak suaranya. Keluhannya sama seperti Nggrip. Tak ada perubahan apa pun dalam hidupnya. Tak jauh lebih sejahtera dari hari ini. Padahal ketika masa kampanye, ragam janji disampaikannya para caleg saat bertemu mereka.
Tetapi, dia tak ingin antipolitik. Dia janji tetap datang ke TPS pada 14 Februari mendatang. Dia pastikan akan menggunakan hak pilihnya.
Meski sering menjadi korban janji palsu, Sipintak punya harapan besar pada pemilu kali ini. Hidupnya dan Orang Rimba lebih baik. Mendapat perhatian apalagi berkaitan dengan hutan yang selama ini menjadi tempat tinggal mereka.
"Kami orang rimba saat ini sering diabaikan. Padahal kami ini sama seperti masyarakat yang tinggal di luar. Kami juga berharap agar pemerintah itu peduli terhadap hutan. Kami takut kalau hutan di babat terus menerus akan habis dan menimbul kan bencana," jelas Sipintak.
Sipintak mengaku belum mengetahui siapa calon legislatif maupun presiden yang baik untuk Orang Rimba. Biasanya, saat nanti orang rimba datang ke TPS, maka akan diberitahukan oleh perangkat desa karena mereka mayoritas tidak bisa membaca.
"Kami ini kan tidak bisa baca. Kami baru tahu setelah ditunjukkan ketika mau melakukan pencoblosan. Namun kami harap pemimpin itu yang peduli ke masyarakat dan langsung turun ke masyarakat," ujarnya.
Pertama Ikut Pemilu
Bejujung, Orang Rimba yang baru menginjak usia 18 tahun akan menggunakan hak suaranya untuk pertama kali tahun ini.
"Akan jadi pengalaman pertama," kata Bejujung anak muda Orang Rimba yang saat itu lagi asyik duduk bersama teman sejawatnya.
Menurutnya, pemerintah masih kurang peduli terhadap masyarakat adat, terutama Orang Rimba di Jambi. "Kami yang di pinggir hutan ini seperti terlupakan,” tutupnya.
Tak Semua Bisa Gunakan Hak Pilih
Sementara, Usef, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Desa Bukit Suban menjelaskan, terdapat 300 mata pilih SAD pada tiga TPS di Bukit Suban.
“TPS untuk SAD yaitu TPS, 1,5 dan 7. Sedangkan keseluruhan TPS di Bukit Suban Mencapai 15 TPS,” katanya saat diwawancarai di kantor KPPS Bukit Suban baru-baru ini.
Menurutnya, sosialisasi penyelenggaraan pemilu sudah dilakukan kepada SAD.
"Kami dari KPPS ini datang ke Temenggung yang ada di kelompok SAD di Bukit Dua Belas, karena masuk wilayah Bukit Suban. Kenapa kami ke Temanggung, agar SAD lebih paham apa yang kami jelaskan, terutama mengenai tata cara pemilihan," jelasnya.
Manajer Komunikasi KKI-Warsi Jambi Sukma Reni mengatakan bahwa Warsi membantu memberikan perspektif kepada Orang Rimba tentang pemilu dan kenapa ada proses tersebut.
Sudah beberapa kali pemilu, Warsi diminta untuk melakukan pendampingan pada saat pencoblosan.
"Karena Orang Rimba tidak memiliki kemampuan membaca dan memahami kertas suara. Namun Warsi meminta yang melakukan hal tersebut adalah para kader, yaitu Orang Rimba yang sudah punya kemampuan baca tulis," katanya saat dikonfirmasi pada Minggu, 28 Januari 2024.
"Namun tetap menjaga netralitas. Warsi dalam pemilu tidak melakukan intervensi atas pilihan Orang Rimba," imbuhnya.
Menurut data terakhir KKI Warsi, masyarakat adat paling marjinal ini jumlahnya sekitar 5.270 jiwa. Dari angka itu, lebih dari 60 persen berada di wilayah konsesi HTI dan HGU perkebunan sawit yaitu 3.162 orang. Sisanya berada dalam kawasan hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) sebanyak 2.108 orang.
"Biasanya yang ikut pemilu sebagian saja. Karena ada keterbatasan mereka untuk ikut. Terbatas memahami sistem pemilu dan juga terbatas kemampuan adaptasi dengan masyarakat luar lainnya. Terutama kaum perempuan," ujarnya.
Ada banyak Orang Rimba yang belum dapat KTP. Mereka terancam kehilangan hak memilih. Kemudian jarak TPS yang masih terlalu jauh dari tempat tinggal Orang Rimba membuat partisipasi memilih turun.
"Pemilu tahun ini masih sama seperti pemilu lalu. Orang Rimba tetap kesulitan untuk mengikuti proses. Mereka belum paham bagaimana sistem pemilu. Selain itu mereka juga belum mendapatkan sosialisasi yang baik dari calon peserta pemilu, maupun sosialisasi dari penyelenggara pemilu," tutupnya.
Tidak Ada TPS Khusus
Komisioner KPU Provinsi Jambi Fahrul Rozi mengatakan, jumlah mata pilih suku anak dalam (SAD) di Provinsi Jambi berjumlah 1.841 orang. Itu tersebar di lima kabupaten, terdiri dari Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin dan Kabupaten Sarolangun.
"Itu tersebar di 18 kecamatan, 41 desa dan ada 65 TPS yang masuk dalam DPT bagi Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi," jelas Fahrul.
Menurutnya, dari pihak penyelenggara KPU Provinsi Jambi sudah melakukan sosialisasi ke suku anak dalam. Dari jumlah 1.841 mata pilih SAD di Provinsi Jambi tersebut, menyebar di setiap TPS yang tergabung dengan warga sekitar.
"Jadi SAD ini tidak ada TPS khusus, karena kami tidak membedakan mereka. SAD ini sama saja seperti warga lainnya," jelasnya.
Fahrul menjelaskan, proses pendataan daftar pemilih tetap (DPT) SAD sama seperti warga biasa, sehingga tidak ada perbedaan SAD dengan masyarakat di luar.
"Itu sama saja. Karena sesuai dengan tahapan misalnya melakukan Coklit, Mutakhir, DPS, dan terakhir di DPT," ujarnya.
Dia menambahkan, basis pemilih ini adalah de jure artinya apa orang yang masuk dalam DPT orang yang memiliki data kependudukan, yaitu KTP elektronik. Karena itu, warga SAD yang masuk DPT ini hanya 1.841 orang.
Warga SAD di Sarolangun yang dapat hak pilih di Pemilu 2024 sebanyak 738 orang terdiri atas pemilih laki-laki 394 orang dan perempuan =344 orang. Mereka tersebar di lima kecamatan, 15 desa dan 27 TPS.
"Di Bukit Suban itu ada 5 TPS untuk warga SAD memilih. Jika warga SAD tidak mengetahui atau kesulitan untuk memilih di TPS nantinya akan diberikan surat pendamping. Kita berharap partisipasi warga SAD pada pemilu kali ini dapat tercapai 100 persen, sehingga warga SAD dan masyarakat lainnya sama memiliki hak suara pada pemilu 2024 nanti," tutupnya.