Tangis Haru Warnai Tradisi Basuh Kaki Orang Tua Jelang Imlek di Semarang
Acara basuh kaki diadakan Perkumpulan Boen Hian Tong di Gedung Rasa Dharma, Jalan Gang Pinggir, Semarang, Kamis (8/2).
Sebanyak 11 pasang orang tua dan anak mengikuti acara basuh kaki yang diadakan Perkumpulan Boen Hian Tong di Gedung Rasa Dharma, Jalan Gang Pinggir, Semarang, Kamis (8/2). Tradisi ini biasa dilakukan sebelum perayaan Imlek.
- Kenalan dengan Tradisi Hajat Arwah di Bandung Barat, Ritual “Beri Hadiah” pada Orang yang Sudah Wafat
- Tangis Keluarga Pecah di Sidang Pembunuhan Casis TNI AL, Kakak Korban Ungkap Orangtua Utang Ratusan Juta Demi Anak Lolos
- Hidup Sederhana Meski Jadi Istri Pejabat, Potret Arumi Bachsin Jajan di Pasar Tradisional Tuai Pujian
- Melihat Uniknya Buleng Khas Jakarta, Tradisi Campuran Budaya Betawi, Sunda dan Jawa
Tangis Haru Warnai Tradisi Basuh Kaki Orang Tua Jelang Imlek di Semarang
Di lokasi sudah terdapat kursi-kursi, para orang tua diminta untuk duduk yang sudah disediakan. Para orang tua melepas alas kaki dan dicelupkan ke dalam ember.
Tak lama kaki para orang tua diangkat kemudian diletakkan di atas paha anak mereka. Kemudian kaki-kaki basah dikeringkan dengan handuk kecil.
Ritual simbol bakti kepada orang tua ini diiringi alat musik biola dengan sendu hingga mampu memantik keharuan semua yang terlibat.
Ketika tangis tidak terbendung, orang tua dan anaknya bergantian saling memaafkan. Para orang tua yang duduk di kursi, memegang anak-anak mereka yang bersimpuh di lantai.
Seorang anak bernama Lia mengaku belum pernah ikut kegiatan basuh kaki. Perasaannya mantap seusai membasuh kaki orang tua, karena merupakan simbol bakti kepada ibu.
"Karena ibu ini sudah susah payah membesarkan kita. Jerih payahnya, saya hanya bisa membasuh kakinya," ujarnya.
Masa lalu yang sudah diberikan orang tua kepada anaknya tidak bisa digantikan. "Ini hanya sebagian kecil dan simbol saja. Jasa ibu tidak tertandingi oleh apa pun," kata Lia sambil menunggui ibunya.
Ketua Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong (Rasa Dharma) Harjanto Halim mengatakan, bakti kepada orang tua bukan cuma membasuh kaki. Namun dengan menghidupkan kembali tradisi Tionghoa, para anak jadi tahu bagaimana menjaga kebaikan, memaknai kembali hubungan anak dengan orang tua dan orangtua dengan anak.
"Ini bagian dari ibadah. Kita ikut terharu, berarti ini sangat mengandung nilai spiritual. Ini sebenarnya menghidupkan tradisi Tionghoa yang dulu pernah ada. Jadi tradisi ini perlu diangkat kembali, dan ini bisa dilakukan lintas agama lintas etnis, karena agama apa pun menganjurkan untuk menghormati orang tua," pungkas Harjanto Halim.