Tebet yang gemerlap dengan izin usaha yang gelap
Awal millenium, Tebet hanya merupakan sebuah wilayah permukiman, yang sebagian kawasannya berjejer rumah-rumah mewah.
Tebet merupakan sebuah kawasan yang berada tepat di sepanjang Jalan Prof. DR Soepomo dan Jalan dr Sahardjo, yang diapit wilayah Manggarai Selatan dan Pancoran. Di sebelah Timurnya berbatasan dengan wilayah Kampung Melayu, sementara sebelah Baratnya dikepung oleh sibuknya kawasan Kuningan, baik di Jalan HR Rasuna Said maupun Jalan KH Mas Mansyur.
Awal millenium, Tebet hanya merupakan sebuah wilayah permukiman, yang sebagian kawasannya memang terkenal dengan jejeran rumah yang cukup mentereng. Walaupun, keberadaan rumah susun di wilayah Tebet Barat yang jelas menyiratkan golongan masyarakat menengah ke bawah itu pun, tak bisa pula dilupakan begitu saja dari wilayah tersebut.
Era itu adalah masa dimana siswa-siswi dari sekolah-sekolah keren semacam SMPN 115, SMAN 26 dan SMAN 8 (Bukit Duri), tumpah ruah di wilayah Tebet. Biasanya, saat itu mereka berpencar hanya di beberapa titik, seperti Warung Kopi WAFA 99 yang berdiri menempel dengan tembok SMP 115 Negeri (Smabel), maupun di Warung Kopi serupa yang sering disebut Warkop GEMBEL di kawasan Tebet Barat menuju PSPT.
Bahkan, Warnet atau warung internet yang kala itu baru mulai menjamur di kawasan Tebet pun, kerap dijadikan tempat nongkrong bagi para muda-mudi yang gila game semacam CounterStrike, ataupun mereka yang masih baru mengenal sosial media semacam MIRC, Friendster, ataupun LiveConnector.
Saat itu seakan tak ada yang lebih menyegarkan di wilayah Tebet, selain dedek-dedek imut berseragam biru maupun abu-abu, yang berseliweran di segala penjuru wilayah itu.
Memasuki 2003 hingga 2005, tren fashion yang sedang booming kala itupun memancing permintaan para kawula muda akan tuntutan berdandan yang keren. Hal itulah yang pada akhirnya membuat beberapa Distro mulai bermunculan di sekitar Jalan Tebet Utara Dalam, di samping SMPN 115 (Smabel) yang menuju Jalan Tebet Raya.
Bloop dan Endorse merupakan 2 dari beberapa pionir awal yang mengawali gebrakan Distro di wilayah Tebet. Sontak, keduanya langsung menjadi bentuk pelampiasan bagi tempat belanja baju lebaran, maupun pakaian harian khas AGJ (Anak Gaul Jakarta) di wilayah Tebet dan sekitarnya kala itu.
Perkembangan pun terjadi bak jamur di musim hujan. Dengan makin intensnya wilayah Tebet dari kunjungan berbagai anak muda wilayah Jakarta lainnya, membuat beberapa masyarakat di daerah ini pun mencoba membuka peruntungannya, dengan merelakan rumah-rumah mentereng mereka sebagai tempat membuka usaha.
Berbagai tempat nongkrong dari Kafe, Distro, Studio dan Les Musik, Restoran Jepang, Toko Waralaba, Billyard, Factory Outlet, hingga Lottemart, langsung berlomba membuka lapak usahanya demi melihat peluang pasar dan profit, dari budaya nongkrong yang tercipta di sekitar kawasan Tebet.
Hal itupun beriringan dengan makin melebarnya cakupan pengunjung yang mungkin ingin sekadar 'hang out' di wilayah Tebet ini. Kalau sebelumnya anak-anak sekolahan terlihat mendominasi beberapa spot tongkrongan awal di Tebet, maka dengan makin menjamurnya berbagai tempat hiburan di wilayah itu, saat ini mereka yang ingin hang out di Tebet pun terdiri dari berbagai golongan masyarakat Jakarta, yang ingin refresh sejenak usai beraktivitas seharian di tempat kerja. Belum lagi, fenomena itu akan berkali-kali lipat ramainya saat weekend menyambut.
Bahkan, salah satu partai politik nasional pun seakan tak mau ketinggalan gaul, dengan mendirikan kantor DPD DKI Jakarta di kawasan Jalan Tebet Raya itu.
Begitupun halnya dengan tempat makan, kafe atau bahkan restoran. Di kawasan Tebet, lidah dari bangsa manapun yang kalian miliki sepertinya bisa dimanjakan semuanya, dengan jejeran tempat makan yang sangat bervarian. Sebut saja warung sushi, restoran itali, kebab, restoran burger dan barbeque, hingga warung sunda pun dapat dijumpai di wilayah Tebet.
Namun yang tak boleh dilupakan dalam urusan perut di wilayah Tebet ini adalah sebuah warteg, yang mungkin sudah dianggap dapur umum bagi warga Tebet dan sekitarnya.
Tempat itu adalah Warteg bernama WARMO, yang berada tepat di perempatan antara Jalan Tebet Raya, Tebet Timur dan Tebet Utara. Tak jelas apa kepanjangan dari nama WARMO itu, namun kedigjayaan namanya dalam dunia per-wartegan di Tebet memang tak bisa diragukan, dalam rentang waktu 24 jam 7 hari dalam seminggu ia beroperasi.
Dengan semua formasi baik dari tempat hiburan sampai tempat makan atau kafenya itu, Tebet jelas mampu menjadi magnet bagi siapapun warga Jakarta, yang ingin mencari kegembiraan bersama kolega dengan menghambur-hamburkan gajinya, atau bahkan sekadar mengadakan syukuran kecil dengan mentraktir keluarganya di tempat-tempat makan yang ada di sana.
Namun ternyata, gemerlap Tebet sebagai sebuah destinasi lokal di Jakarta itu tak baik-baik saja pada kenyataannya, seperti yang terlihat. Sejumlah permasalahan dari mengenai izin usaha dan pola penataan wilayah, ternyata ikut tumbuh bersama perkembangan liar dan tak terkendalinya wilayah ini atas nama profit semata.
Hal itu diutarakan secara blak-blakan oleh Mahludin, selaku Camat yang memimpin langsung Wilayah Tebet ini. Dirinya menjelaskan bahwa kawasan permukiman di seluruh wilayah yang dipimpinnya itu, merupakan wilayah-wilayah yang dibangun hanya dengan izin sebagai tempat tinggal.
Mahludin mengakui jika ada sebagian dari rumah-rumah atau kavling di daerah pemerintahannya itu, yang memang diperuntukkan atau diperbolehkan sebagai tempat usaha. Hal itu pun tentunya harus sesuai dengan izin dari Dinas P2B DKI Jakarta, karena tataran Kecamatan dan Kelurahan sejatinya tidak memiliki wewenang dalam mengeluarkan izin tersebut.
"Kalau di Jalan Tebet Utara I ini, baik kos-kosan ataupun tempat usaha, semuanya itu tidak ada izinnya, ilegal. Jadi di sana itu memang merupakan wilayah yang tidak diperbolehkan membuka tempat usaha. Maka tidak mungkin kalau kita pihak kecamatan mengeluarkan izin usaha di wilayah tersebut," kata Mahludin saat ditemui di kantor Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (17/4).
Mahludin mengaku, peralihan bangunan dari yang tertera di IMB hanya sebagai rumah tinggal menjadi tempat usaha, memang cukup banyak terjadi di wilayah Tebet ini. Terutama di sepanjang Jalan Tebet Raya dan Jalan Tebet Utara Dalam.
"Di sekitar SMPN 115 itu juga sebenarnya ada yang boleh buat tempat usaha, dan ada yang tidak boleh. Kalau di Jalan Tebet Raya itu memang masih bisa. Boleh, asal ada izin resminya. Tapi yang arah ke sana lagi menuju stasiun Tebet, di sana itu sudah tidak boleh," ujar Mahludin.
"Jadi di sana itu memang banyak yang ilegal. Mereka bangunnya hanya rumah, namun berubah fungsi. Di data sementara kita itu ada sekitar 84 rumah yang berubah fungsi. Ada yang berubah jadi salon, restoran, dan lain-lain," katanya menambahkan.
Melihat maraknya pelanggaran ketataruangan dan kewilayahan di daerah pimpinannya sendiri itu, Mahludin mengaku tidak akan tinggal diam. Pasalnya, selain merusak perencanaan tata ruang yang dimiliki Kecamatannya, sebenarnya para pengusaha itu berarti juga tidak membayar pajak kepada negara, karena izin usahanya saja tidak ada.
"Kita akan laporkan semuanya itu ke tingkat kota, nanti biar mereka yang menindaklanjuti. Kalau kita tugasnya hanya mendata, untuk kita sampaikan ke sana. Karena kalau untuk urusan penyegelan, kita pihak Kecamatan atau Kelurahan kan tidak memiliki wewenang untuk hal tersebut," kata Mahludin.
"Makanya biar nanti laporannya kita yang masukkan saja ke P2B DKI Jakarta, bahwa banyak bangunan yang berubah fungsi di wilayah Tebet ini, dan agar segera ditertibkan sebagaimana mestinya," pungkasnya.
Begitulah Tebet, sebagai salah satu wilayah di Jakarta Selatan yang secara demografi DKI Jakarta memang diperuntukkan sebagai wilayah permukiman penduduk, memang tidak semestinya kawasan-kawasan tersebut berubah fungsi tanpa izin resmi dari pemerintah setempat.
Bahkan, sebuah pabrik Tempe yang pernah beroperasi tanpa izin di antara rumah susun dan Taman Tebet Barat sejak puluhan tahun lalu silam, beberapa bulan lalu pun akhirnya ditertibkan oleh pihak Walikota Jakarta Selatan, bekerjasama dengan Kecamatan Tebet dan Satgas Polisi Pamong Praja DKI Jakarta. Hal itu membuktikan keseriusan pihak Kecamatan Tebet dalam menertibkan wilayahnya dari segala macam hal, yang berada di luar peraturan wilayahnya.
Lalu, jika kafe-kafe dan deretan tempat nongkrong asik di wilayah Tebet akan ditertibkan karena tak memiliki izin yang sesuai, kemana lagi kah tongkrongan-tongkrongan itu akan menemukan kemeriahannya selepas aktivitas harian maupun di akhir pekan?
Baca juga:
Banyak kos-kosan 'liar' di Tebet, rawan jadi ajang prostitusi
Keluh kesah warga soal prostitusi terselubung di Tebet
Cerita Deudeuh, tewas dibunuh 'pelanggan' di kos mewah Tebet
Tebet, konon dulu tempat para selingkuhan ngumpet
Tebet, dahulu dan kini
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kapan Kota Tua Jakarta dibangun? Kota ini hanya seluas 15 hektare dan memiliki tata kota pelabuhan tradisional Jawa. Kemudian di tahun 1619, VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen, Jayakarta pun dihancurkan. Setahun kemudian, kota baru bernama Batavia dibangun oleh VOC untuk menghormati Batavieren, yaitu leluhur bangsa Belanda.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kapan Kota Tua Jakarta didirikan? Sejarah Kota Tua Jakarta berawal pada 1526, ketika Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan milik dari Kerajaan Pajajaran.
-
Dimana lokasi wisata Kota Tua Jakarta? Kota Tua terletak di Jakarta Pusat, wilayah utara.
-
Dimana letak Kota Tua Jakarta? Di jantung ibu kota Indonesia, tersembunyi sebuah permata sejarah yang tak ternilai—Kota Tua Jakarta.