Tito sebut banyak terorisme latihan gunakan air softgun
Tito pun mendesak DPR segera merevisi UU Terorisme karena dianggap membatasi penegakan hukum.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Tito Karnavian menyebut banyak pelaku teror tidak menggunakan senjata asli saat latihan sehingga sulit dilakukan penindakan hukum. Hal itulah yang menurut Tito sulit dilakukan penindakan hukum.
"Jadi percuma saja kalau penegak hukumnya hebat tapi kemudian Undang-undangnya mengekang mereka untuk tidak bisa berbuat. Contohnya, mereka (teroris) sebelum melakukan operasi biasanya melakukan latihan, tapi latihannya pinter menggunakan air softgun otomatis tidak bisa menggunakan pidana biasa. Nah itu harus dikriminalisasi, kalau sepanjang tujuannya dalam rangka tahapan menuju terorisme," kata Tito kepada wartawan di Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (6/7).
Dengan melihat pelaku teror yang semakin berani melakukan aksinya, Tito meminta agar DPR segera merevisi peraturan tersebut. Sebab dia mengatakan, UU sekarang ini banyak memberikan peluang terhadap pelaku teror dalam menjalankan aksinya namun mengekang aparat untuk melakukan penindakan hukum.
"Kita sangat berharap dengan adanya kejadian kemarin, dari DPR betul-betul mampu untuk merumuskan perbuatan-perbuatan yang masuk kriminalisasi pidana terorisme. Seperti ke luar negeri, komunikasi dengan jaringan luar negeri yang termasuk rombongan dalam list teror. Kemudian kita harapkan juga kegiatan pencegahan dan penegakan hukum. Penegakan hukum harus diperkuat," ujar Tito.
Oleh sebab itu, calon Kapolri ini berharap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera merevisi Undang-undang terorisme yang tengah digodok dalam Panitia Khusus (Pansus) DPR. Sebab menurut Tito, peraturan tersebut saat ini sudah tak sesuai dalam penegakan hukum bagi aksi teror.
"Dari teman-teman DPR mampu betul-betul memberikan Undang-undang yang pas untuk tingkat ancaman ini karena penegakan hukum yang kita lakukan sekarang ini hanya bisa efektif kalau pertama Undang-undangnya kuat artinya mampu untuk mengcover ancaman ya. Kedua penegakan hukumnya baik dan mumpuni. Ketiga ada dukungan publik. Keempat ada sarana prasarana pendukung," kata Tito
Soal revisi keberadaan Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 dan BNPT yang perlu direvisi, Tito menilai untuk saat ini yang perlu direvisi Densus. "Nggak, pendapat saya cukup Densus ya, penegakan hukum itu akan diterima oleh masyarakat di era demokrasi saat ini," pungkasnya.
Baca juga:
Revisi UU Terorisme, Menkum Ham sebut semakin cepat semakin baik
Bom di Solo, Ketua DPR janji percepat bahas revisi UU terorisme
MUI tegaskan jihad dengan cara teror haram hukumnya
FPI tolak aturan pencabutan kewarganegaraan bagi WNI gabung ISIS
Sindir aparat, politisi PKS sebut Santoso lebih hebat dari TNI-Polri
ICMI minta revisi UU Terorisme tak berisi 'pasal karet'
Kapolri sebut revisi UU Terorisme untuk tindak rencana teror
-
Kapan trem di Jakarta dihentikan? Operasional trem kemudian dihentikan pada 1959.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kapan UTBK dilakukan? Setiap pelajar yang yang mendaftar jalur SNBT harus mengikuti UTBK untuk menentukan lolos atau tidak di PTN pilihannya.
-
Kapan Kota Tua Jakarta didirikan? Sejarah Kota Tua Jakarta berawal pada 1526, ketika Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan milik dari Kerajaan Pajajaran.
-
Bagaimana prajurit Mataram akhirnya berjualan di Jakarta? Meskipun kalah perang, para prajurit yang kalah justru mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe.
-
Di mana UNU Yogyakarta dibangun? Kampus UNU berdiri di lahan 7.478 meter persegi, dan mampu menampung 3.774 mahasiswa dan 151 dosen.