Analisis: Waspada Jagal Politik Merusak Legitimasi Airlangga sebagai Ketum Golkar
Pengamat Hukum, Erlanda Juliansyah Putra menilai, momentum kasus ini tak bisa lepaskan dari timeline politik jelang Pemilu 2024.
Airlangga diperiksa sebagai saksi dalam kasus minyak goreng di Kejagung
Analisis: Waspada Jagal Politik Merusak Legitimasi Airlangga sebagai Ketum Golkar
Menteri Koordinator Perekonomian yang juga Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dinilai sarat dengan kepentingan politik. Airlangga diperiksa sebagai saksi dalam kasus ekspor minyak goreng. Pengamat Hukum, Erlanda Juliansyah Putra menilai, momentum kasus ini tak bisa lepaskan dari timeline politik jelang Pemilu 2024. Terlebih, tahapan pendaftarannya akan dimulai di bulan Oktober 2023 mendatang.
Alumni Universitas Syah Kuala Banda Aceh ini menilai, pemanggilan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejagung terhadap Airlangga terkesan dipaksakan.
Jika dilihat dari rentetan pengungkapan kasus korupsi minyak goreng dan turunannya tersebut.
Apalagi pada saat yang relatif sama muncul desakan pergantian Airlangga melalui Munaslub oleh sejumlah kelompok di internal Partai Golkar.
"Bagi saya, pengamat sekaligus praktisi hukum, sedikit aneh kenapa kasus ini baru sekarang digulirkan, inikan kasus lama tapi digulirkan lagi menjelang tahun pemilu,” ujar Erlanda saat dihubungi, Selasa (2/8).
Erlanda menambahkan, dalam perspektif legal politics, kondisi seperti ini cenderung berkaitan dengan kepentingan faksi-faksi tertentu. Apalagi jika dekat dengan pusat kekuasaan, untuk mengambil keuntungan politik. "Dalam hal ini adalah menjadi jagal politik untuk merusak legitimasi Airlangga sebagai ketua umum," kata Erlanda.
Konsistensi serangan politik dalam kasus pemanggilan Airlangga sebagai saksi, menurut Erlanda, dapat dilihat secara jelas.
Antara lain, saat Airlangga meski telah korporatif hadir memenuhi panggilan kejaksaan. Namun tetap saja ada kelompok politik yang terus membelokkan isunya pada pergantian ketua umum Golkar.
Menurut dia, konteks dan isunya jadi tidak nyambung. Misalnya, memang ada proses hukum, tapi Airlangga dipanggil sebatas saksi dengan kejelasan yang tidak diketahui pasti.
"Namun tiba-tiba ada penggiringan politik terkait kepemimpinan partai jelang pemilu yang merupakan momen strategis," kata dia.
“Secara objektif menurut saya spekulasi kriminalisasi politik atau penjegalan politik terhadap Airlangga menjadi sangat masuk akal," tambah Erlanda.
Erlanda menghimbau, publik melihat kasus ini secara bijaksana. Tidak termakan upaya penggiringan opini politik. Dia juga berharap, penegakan hukum khususnya pihak kejaksanaan dapat bekerja secara profesional. "Sekali lagi bagi saya terkesan aneh karena upaya kriminalisasi politik lebih dominan ketimbang proses penegakkan hukum itu sendiri," ujar Erlanda.
Apalagi, dengan manuver dan pernyataan sejumlah elit politik berupa desakan turunnya Airlangga. Kata dia, hal ini semakin memperkuat kesan bahwa kasus hukum dipaksakan. "Untuk kepentingan jagal politik semakin meyakinkan," tutup Erlanda.
Kata Kejagung
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana memastikan, tidak ada unsur politik di balik pemanggilan Airlangga. Menurut dia, timing pemanggilan Airlangga hanya sebuah kebetulan mengingat saat ini adalah tahun politik. "Penanganan perkara besar selalu dikaitkan dengan politisasi, yang kebetulan tahunnya lagi tahun politik. Jelas apa yang dilakukan Kejaksaan Agung adalah murni penegakan hukum," kata Ketut.
Ujar Ketut, untuk menindaklanjuti Putusan MA dalam rangka pengembalian kerugian Negara (Recovery Asset), maka Kejagung melakukan penetapan 3 group korporasi menjadi tersangka.
"Untuk mendudukkan persoalan hukum tersebut secara terang benderang dan objektif terkait kebijakan diambil di tengah kelangkaan minyak goreng pada saat itu maka diperlukan pemanggilan yang bersangkutan (Airlangga),"
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana
Merdeka.com