Ketua MPR Sebut Parliamentary Threshold Tidak Perlu Diubah, Ini Alasannya
Hal itu dia sampaikan, menanggapi usulan Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan serta politikus PBB, Yusril Ihza Mahendra.
Ketua MPR RI Ahmad Muzani menilai, ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen tidak perlu diubah. Menurutnya, jika ambang batas parlemen dihapus justru akan membingungkan.
Hal itu dia sampaikan, menanggapi usulan Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan serta politikus PBB, Yusril Ihza Mahendra.
- Yusril: Kemungkinan Besar MK Juga Membatalkan Parliamentary Threshold
- Yusril Tegaskan Sikap Pemerintah Usai MK Hapus Presidential Threshold
- Muktamar PKB Usulkan Pilpres dan Pileg Dipisah, Presidential Threshold Turun jadi 10 Persen
- Jaga Suara Rakyat, Rektor UMJ Minta Putusan MK soal Penghapusan PT Diberlakukan 2024
"Kami berharap apa yang sekarang sudah kita putuskan, yakni parlementary threshold 4 persen, yaudah gitu. Jadi jangan ubah-ubah-ubah, nanti malah membingungkan," kata Muzani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/1).
Muzani menyebut, kemungkinan perubahan memang ada. Tetapi, dia meminta sebaiknya untuk saat ini berpegang pada aturan yang ada.
"Sampai sekarang parlementary threshold tetap 4 persen. Jadi kita masih berpegang pada apa yang sekarang berlaku sekarang. Kita tidak berprasangka kemungkinan-kemungkinan, karena kemungkinan itu belum terjadi," ujar dia.
DPR pun belum bicara perubahan ambang batas parlemen. DPR masih berpegang bahwa ambang batas parlemen 4 persen.
"Ya saya kira bukan hanya itu, tapi kalau DPR kan berpegang kepada formal apa yang sudah disepakati," imbuh Muzani.
Peluang MK Membatalkan Parliamentary Threshold
Pendiri Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) berpeluang membatalkan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar empat persen suara sah nasional.
“Setelah ada putusan presidential threshold, kemungkinan besar MK juga membatalkan parliamentary threshold yang selama ini selalu dipersoalkan oleh partai-partai politik,” katanya di Muktamar VI PBB, di Denpasar, Bali, Senin (13/1) malam.
Dia menilai, putusan MK yang membatalkan atau menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen akan berdampak terhadap ketentuan ambang atas parlemen tersebut.
Harapan Partai Politik
Keputusan itu, lanjut Yusril, memberikan harapan baru kepada partai-partai politik untuk berkembang dalam demokrasi Indonesia yang lebih sehat. Sehingga, partai politik memiliki peluang memiliki wakil rakyat di DPR RI.
“Ini paling tidak memberikan secercah harapan bagi partai-partai politik wabil khusus juga PBB,” jelasnya.
Setelah putusan MK itu, kata dia, pemerintah akan merumuskan satu norma hukum baru di bidang politik dengan menggunakan panduan dari putusan MK yang bersifat final dan mengikat tersebut.
Rumusan itu nantinya akan diimplementasikan untuk pemilihan umum baik legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden yang tidak ada lagi aturan terkait ambang batasnya.
“Khususnya kepada lima panduan atau disebut contitutional engineering yang harus dirumuskan di masa akan datang dan saya kira pemerintah sekarang tentu dengan jiwa besar harus menghormati dan menerima putusan MK itu,” tegasnya.
Di sisi lain, Yusril berpendapat partai yang memiliki sedikit kursi di parlemen, dapat membentuk satu fraksi gabungan dengan partai lain.
“Pendapat saya pribadi, lebih baik dibatasi jumlah fraksi di DPR, jumlah fraksinya 10 fraksi. Jadi kalau partai itu kurang dari 10 persen, dia bisa membentuk satu fraksi gabungan,” tutupnya.