Masinton PDIP: Putusan MK Bagian Skenario Besar Politik Pelanggengan Kekuasaan
Politikus PDIP Masinton menilai putusan MK soal syarat calon presiden dan calon wakil presiden jauh dari batas nalar.
Putusan yang dibacakan Mahkamah Konstitusi hari ini dinilai tidak konsisten.
Masinton PDIP: Putusan MK Bagian Skenario Besar Politik Pelanggengan Kekuasaan
Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menilai putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden jauh dari batas nalar. Putusan yang dibacakan Mahkamah Konstitusi hari ini dinilai tidak konsisten.
- PDIP Usul Hak Angket MK, Gerindra: Rendahkan Akal Sehat dan Konyol
- Politikus PDIP Masinton Pasaribu Usulkan Hak Angket terhadap MK karena Putusan Terkait Gibran
- Kapolri Ingatkan Capres-Cawapres Jangan Gunakan Politik Pecah Belah
- Terganjal Isu Politik, Kisah Cinta Bakal Calon Presiden 2024 Ini Kembali Bikin Penasaran
Sebab, kata Masinton, MK pada sejumlah gugatan terkait batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden justru ditolak.
"Maka kalau kita lihat persidangan MK hari ini ada 6 pengujian Judicial Review dengan materi gugatan yang hampir sama, namun Putusan MK tidak konsisten dalam putusannya," kata Masinton dalam keterangannya, Senin (16/10).
Masinton mengatakan, hakim konstitusi yang menyampaikan perbedaan pendapat seperti Saldi Isra mengaku bingung ada perubahan keputusan MK yang cepat. Sehingga putusan MK tersebut jauh dari batas nalar.
"Bahkan Hakim-hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion seperti Saldi Isra, yang juga Wakil Ketua MK, mengaku bingung soal adanya penentuan perubahan keputusan MK dengan cepat. Menurutnya, hal tersebut jauh dari batas penalaran yang wajar," katanya.
Menurut Masinton, putusan MK hari ini tidak dapat dilihat murni berdiri sendiri. Anggota DPR ini menduga ada skenario politik besar berkaitan dengan upaya pelanggengan kekuasaan.
"Putusan MK hari ini adalah bagian dari desain skenario besar atau grand skenario “politik pelanggengan kekuasaan”. Pertama memunculkan isu penundaan pemilu, Kedua utak-atik penambahan masa periode jabatan Presiden. Dan yang ketiga adalah menggunakan lembaga negara yang bernama Mahkamah Konstitusi,"
tegas Masinton.
MK juga menolak permohonan dengan dalil capres/cawapres minimal pengalaman sebagai penyelenggara negara. Namun, dalam dalil penambahan syarat capres cawapres minimal punya pengalaman kepala daerah, dikabulkan oleh MK.
MK menguji ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu). Dalam pasal tersebut, diatur usia capres cawapres minimal 40 tahun.
MK menilai gugatan Almas ini tidak berkaitan dengan gugatan sebelumnya. Alias berbeda dengan permohonan gugatan yang lain.
Pemohon meminta persyaratan berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
MK menilai kepala daerah sudah teruji berpengalaman sehingga dianggap layak maju sebagai capres dan cawapres.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman.