Migrant Care Bongkar Modus Dugaan Pelanggaran Pemilu di Malaysia, Surat Suara Diperjualbelikan 25-50 Ringgit
Dugaan kecurangan itu terjadi melalui surat suara pos dilakukan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Malaysia.
Dugaan kecurangan itu terjadi melalui surat suara pos dilakukan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Malaysia.
- Mantan TKW Asal Blitar Sukses Jual Telur Asin hingga Bisa Bangun Rumah dan Beli Mobil, Ini Kisah di Baliknya
- Pulangkan Pekerja Migran Asal Jember, Kemenlu Ungkap Masih Ada 155 WNI Terancam Hukuman Mati
- Bikin Deg-degan, Begini Momen Buruh Migran Melahirkan di Kapal Feri tanpa Bantuan Nakes
- Kisah Mantan Buruh Migran Asal Tulungagung Jadi Orang Penting di Desa, Sukarela Ajari Petani Bikin Pupuk Organik hingga Rutin Sedekah
Migrant Care Bongkar Modus Dugaan Pelanggaran Pemilu di Malaysia, Surat Suara Diperjualbelikan 25-50 Ringgit
Organisasi masyarakat sipil Migrant Care menemukan dugaan kecurangan Pemilu 2024 di Malaysia.
Dugaan kecurangan itu terjadi melalui surat suara pos dilakukan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Malaysia.
Temuan tersebut berdasarkan pemantauan dilakukan anggota Migrant Care di sebuah apartemen di Malaysia. Anggota Migrant Care menemukan surat suara pos berserakan di kotak pos tanpa diterima langsung Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN).
"Di situ (apartemen) memang banyak warga negara Indonesia yang tinggal di apartemen tersebut, di apartemen-apartemen itu hanya menyediakan kotak pos itu di jalur tangga, ketika apartemen itu ada tiga jalur tangga, maka di situ ada tiga kotak pos. Surat suara pos itu hanya menaruh di kotak posnya tadi, tidak diberikan ke yang penerima," kata anggota Migrant Care Muhammad Santosa saat konferensi pers di Bawaslu RI, Jakarta, Selasa (20/2).
Migrant Care menduga surat suara berserakan itu nantinya akan dimanfaatkan oknum yang disebut sebagai pedagang susu (surat suara) dengan cara dijual senilai 25-50 Ringgit.
"Nah inilah yang dimanfaatkan oleh pedagang-pedagamg surat suara itu tadi, mereka memang sengaja mencari dari kotak pos satu, ke kotak pos yang lainnya, akhirnya dari satu, dua sembilan, 10 sampai terkumpul banyak," ujar Santosa.
Surat suara itu ditujukan kepada caleg-caleg dapil luar negeri yang membutuhkan suara.
"Sekian ribu, sekian ratus, di situlah tarik menarik harga sekian ringgit itu terjadi. Misalnya 1000 surat suara dari Malaysia nih, lalu pedagang susu (surat suara) oke saya kasih satu surat suara 25 ringgit. Saya kasih satu suara 50 ringgit dan seterusnya," ujar Santosa.
Anggota Migrant Care lainnya Trisna Dwi Aresta mengatakan, modus itu sudah sering kali terjadi setiap penyelenggaraan pemilu.
Menurut Trisna, Migrant Care telah merekomendasikan ke Bawaslu RI untuk menghapus metode pos pencoblosan di luar negeri pada tahun 2009.
Rekomendasi itu karena pelaksanaannya tidak transparan. Seperti tidak bisa mengecek surat suara telah tercoblos sampai di mana.
"Jadi minim pengawasan juga. Selain itu, mencuat juga makin banyak perdagangan surat suara dalam bentuk akumulasi surat suara yang ada di pos-pos itu kian nyata kita saksikan. Itu yang akan kita lakukan selanjutnya," ujar Trisna.