Yusril Bicara Dasar Hukum Wantimpres Diubah Jadi Dewan Pertimbangan Agung
Menurut Yusril, dasar pembentukan Wantimpres dimulai ada era pemerintahan presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Yusril Ihza Mahendra menilai tidak ada persoalan mendasar mengenai perubahan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dalam revisi Undang-Undang Wantimpres.
Yusril menjelaskan sejarah pembentukan Watimpres dan Dewan Pertimbangan Agung.
- Yusril Pertanyakan Kapan DPR akan Bahas RUU Perampasan Aset
- Yusril Akui Pernah Dengar Bisik-Bisik Wacana 40 Kementerian
- Yusril Tanggapi Isi Gugatan Sengketa Pilpres Anies-Cak Imin: Banyak Narasi dan Asumsi daripada Bukti
- Pro Kontra Jokowi Ikut Kampanye, Yusril Tegaskan Tidak Ada Aturan yang Melarang
Menurut Yusril, dasar pembentukan Wantimpres dimulai ada era pemerintahan presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Tahun 2006, dalam posisi sebagai Menteri Sekretaris Negara, saya ditugasi Presiden SBY untuk mewakili Presiden membahas RUU tentang Wantimpres itu dengan DPR hingga selesai. Dalam teks UU Nomor 19 Tahun 2006 itu tercantum tanda tangan pengesahan dari Presiden SBY dan tanda tangan saya selaku Menteri Hukum dan HAM Ad Interim yang mengundangkan UU itu dalam Lembaran Negara," kata Yusril dalam keterangannya, Selasa (16/7).
Menurut Yusril, polemik revisi Undang-Undang Watimpres saat ini tidak substantif. Yusril mengatakan, pembicaraan terkait revisi Undang-Undang Watimpres itu soal pergantian nomenklatur dari Wantimpres kemudian kembali menjadi Dewan Pertimbangan Agung. Menurut Yusril, perubahan nomenklatur itu bukan hal yang perlu diperdebatkan.
"Perubahan dalam RUU yang diajukan DPR ini pada hemat saya memang tidak substansial jika dikaitkan hanya dengan nomenklatur dan berapa jumlah serta syarat untuk menjadi anggotanya. Apa yang substansial adalah perubahan kedudukan dewan pertimbangan itu dari semua berada di bawah Presiden sebagaimana disebutkan dalam UU Wantimpres menjadi lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya," ujar Yusril.
Yusril menjelaskan, Dewan Pertimbangan Agung diatur dalam Bab IV UUD 1945 sebelum amandemen dan digolongkan sebagai lembaga tinggi negara. Namun, Bab IV yang mengatur Dewan Pertimbangan Agung dalam konstitusi itu dihapus saat amandemen. Dengan begitu, Wantimpres yang ada saat ini berada di bawah presiden, bukan sebagai lembaga negara.
"Tetapi Pasal 16 yang mengatur tentang DPA dan berada di bawah Bab itu tetap ada namun diubah sehingga berbunyi, 'Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dengan undang-undang'. Apa nama dewan pertimbangan yang dibentuk oleh presiden itu, tidak ada nomenklaturnya di dalam UUD 45 hasil amandemen," kata Yusril.
Yusril menuturkan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 menamakannya Dewan Pertimbangan Presiden dan menempatkan lembaga itu di bawah presiden.
“Itulah tafsir yang berkembang saat itu. Pemikirannya adalah karena DPA sebagai 'lembaga negara' dihapuskan oleh amandemen, maka kedudukan Wantimpres ditempatkan berada di bawah Presiden sebagai lembaga pemerintah," jelas Yusril.
Terkait revisi Undang-Undang Wantimpres saat ini yang menempatkan Dewan Pertimbangan Agung sejajar dengan lembaga-lembaga negara lain, Yusril mengatakan, hal itulah perubahan substansial yang membedakan antara Wantimpres dengan Dewan Pertimbagan Agung.
"Kewenangan presiden membentuk lembaga untuk memberikan pertimbangan dan nasihat kepadanya dengan tegas diberikan oleh Pasal 16 UUD 1945,” pungkas Yusril.