6 Perbedaan Besar pada Otak Atlet dan Orang Biasa yang Menimbulkan Dampak Berbeda pada Olahraga
Kondisi mental dan otak seorang atlet memiliki perbedaan besar dengan orang biasa.
Prestasi luar biasa yang diraih oleh para atlet tidak hanya berasal dari kekuatan fisik semata, tetapi juga dari kemampuan mental yang sangat unik. Otak seorang atlet telah berkembang sedemikian rupa sehingga mampu memproses informasi, membuat keputusan, dan mengkoordinasikan gerakan dengan kecepatan dan presisi yang luar biasa.
Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa otak atlet berbeda secara signifikan dari otak orang biasa. Perbedaan ini berdampak besar pada bagaimana mereka berprestasi dalam olahraga dan bagaimana mereka merespons tantangan fisik serta mental yang mereka hadapi. Dilansir dari Live Science, berikut adalah enam perbedaan utama pada otak atlet dibandingkan dengan orang biasa.
-
Dimana keringat atlet kuno diyakini memiliki khasiat penyembuhan? Menariknya, kotoran tubuh yang dihilangkan oleh strigil dianggap sebagai komoditas berharga yang diyakini memiliki khasiat penyembuhan.
-
Apa yang dilakukan orang-orang untuk menyerap kekuatan dari keringat atlet? Para pengagum akan membeli sisa-sisa kotoran ini dengan harapan menyerap vitalitas dan kesehatan yang terkait dengan para atlet.
-
Bagaimana Jaka Tingkir menjaga tubuhnya tetap atletis? 5 Jaka emang demen banget sama olahraga, jadi gak heran deh badannya tinggi dan cakep!
-
Artis siapa yang menjadi atlet berkuda? Aktris Nabile Syakieb lama tak muncul di layar kaca. Rupanya perempuan berusia 38 tahun ini kini menjadi atlet berkuda.
-
Kenapa cedera ACL menjadi momok menakutkan untuk atlet? Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament) menjadi momok bagi para atlet di berbagai cabang olahraga. Cedera ACL sendiri paling sering terjadi selama olahraga yang melibatkan perubahan arah, gerakan berhenti, melompat dan mendarat yang tiba-tiba - seperti sepak bola atau bola basket.
-
Bagaimana Didit mempersiapkan seragam untuk atlet? Didit merancang dua set seragam resmi beserta atribut yang wajib dikenakan oleh atlet, ofisial, dan tim CdM.
1. Kemampuan Memproses Isyarat Visual yang Lebih Cepat
Kemampuan untuk cepat menyerap informasi visual dan mengambil keputusan berdasarkan informasi tersebut adalah keterampilan yang sangat penting bagi para atlet, terutama mereka yang bermain dalam olahraga tim seperti sepak bola atau bola basket. Sebuah studi pada tahun 2013 yang dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports menemukan bahwa atlet profesional, seperti pemain hoki es, sepak bola, dan rugby, jauh lebih baik dalam memproses isyarat visual dibandingkan dengan orang yang memiliki kemampuan lebih rendah dalam olahraga yang sama.
Para atlet profesional menunjukkan kemampuan yang lebih baik dan peningkatan yang lebih cepat dalam tugas yang menguji kemampuan mereka untuk fokus dan melacak objek yang bergerak di layar. Penulis studi, Jocelyn Faubert, seorang profesor di University of Montreal School of Optometry, menyatakan bahwa "pengetahuan ini dapat digunakan untuk meningkatkan pelatihan atlet dan menentukan waktu terbaik bagi mereka untuk kembali berolahraga setelah cedera."
2. Memori Otot yang Tajam
Atlet akrobatik, seperti pesenam atau penyelam, membutuhkan kemampuan luar biasa dalam melakukan rangkaian gerakan tanpa harus memikirkannya secara sadar, yang sering disebut sebagai "memori otot." Menurut sebuah studi pada tahun 2023 di The Journal of Neuroscience, otak merencanakan dan mengoordinasikan gerakan berulang yang dilakukan oleh atlet dan musisi terlatih dengan cepat "mengompresi" dan "mengurai" informasi penting tentang gerakan tersebut.
Pada awalnya, urutan dan timing gerakan diprogram secara terpisah di otak, tetapi dengan latihan, elemen-elemen individu ini menjadi terintegrasi secara mulus ke dalam satu ledakan aktivitas otak yang terkoordinasi. Proses ini melibatkan jaringan neuron di korteks, lapisan luar otak, yang mengatur gerakan.
3. Kemampuan Prediksi yang Unik
Dalam olahraga seperti bisbol, seorang pemukul harus membuat prediksi cepat dan akurat tentang arah bola yang dilemparkan oleh pitcher. Ternyata, aktivitas otak seorang pemukul berubah tergantung pada apa yang mereka prediksi. Sebuah studi pada tahun 2022 yang diterbitkan di jurnal Cerebral Cortex menemukan bahwa neuron di bagian otak yang disebut left ventral extrastriate cortex berfungsi berbeda tergantung pada prediksi yang dibuat oleh pemukul tentang arah bola. Penulis studi mengatakan bahwa ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemampuan unik pemukul untuk menghubungkan isyarat visual tentang gerakan pitcher dengan jalur potensial bola.
Penelitian lain menunjukkan bahwa atlet profesional, seperti penyelam, memiliki superior temporal sulcus (STS) yang lebih tebal dibandingkan dengan pemula. STS adalah bagian otak yang berperan penting dalam persepsi gerakan makhluk hidup lainnya dan membantu menafsirkan niat di balik gerakan tersebut. Ini masuk akal dalam konteks penyelaman, karena para atlet sering belajar dengan mengamati kinerja penyelam lainnya. Hal ini juga berlaku untuk banyak olahraga lainnya.
4. Keseimbangan yang Lebih Baik
Atlet akrobatik, seperti pesenam, memiliki keterampilan proprioseptif yang luar biasa, atau kemampuan untuk merasakan posisi tubuh mereka di ruang. Sebuah jaringan neuron yang rumit di otak kecil, bagian otak yang terletak di dasar otak, memungkinkan para atlet ini untuk dengan cepat menyesuaikan diri di udara atau menjaga keseimbangan pada peralatan ketika sebuah trik tidak berjalan sesuai rencana. Jika jaringan pengaman ini gagal berfungsi, seperti yang terjadi pada pesenam AS yang terkenal, Simone Biles, ketika ia mengalami "twisties" selama Olimpiade Tokyo 2020, para atlet ini dapat kehilangan kendali atas tubuh mereka di udara, dengan konsekuensi yang berpotensi fatal.
5. Fokus dan Perhatian yang Lebih Terarah
Atlet harus mampu membagi perhatian mereka dengan tepat dan secara dinamis beralih antara berbagai cara berpikir. Misalnya, dalam sebuah pertandingan, seorang pemain sepak bola yang sedang menggiring bola ke satu arah mungkin perlu dengan cepat mengubah arah jika didekati oleh pemain dari tim lawan. Kemampuan kognitif yang dibutuhkan untuk mengalihkan perhatian juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari, seperti mendengarkan podcast sambil membersihkan rumah. Sebuah studi pada tahun 2022 di International Journal of Sport and Exercise Psychology menunjukkan bahwa atlet jauh lebih baik dalam hal ini dibandingkan dengan non-atlet.
Atlet yang terlatih dalam olahraga tim yang membutuhkan pelatihan aerobik atau interval intensitas tinggi memiliki keterampilan yang sangat baik dalam hal ini. Mereka menonjol dalam fleksibilitas kognitif dan kemampuan mereka untuk mengalokasikan perhatian dengan tepat.
Art Kramer, salah satu penulis studi, menyatakan bahwa "untuk mengetahui alasannya, diperlukan studi jangka panjang atau uji coba terkontrol secara acak, tetapi penelitian semacam itu akan tidak etis karena beberapa anak akan benar-benar dilarang mengakses olahraga."
6. Ketahanan Otak Terhadap Penuaan
Manfaat kognitif dari pelatihan atletik juga dapat berlanjut sepanjang hidup. Olga Kotelko, seorang atlet lintasan dan lapangan Kanada yang telah memecahkan lebih dari 30 rekor dunia, adalah contoh nyata dari hal ini. Sebelum meninggal pada usia 95 tahun, Kotelko dan rekan-rekannya mempelajari otaknya di laboratorium.
Seiring bertambahnya usia, white matter — hubungan antara neuron di berbagai bagian otak — cenderung mengalami penurunan. Namun, tim menemukan bahwa Kotelko, meskipun berada di usia pertengahan 90-an, memiliki white matter yang masih utuh, setara dengan wanita yang kurang aktif yang lebih dari tiga dekade lebih muda. Kotelko juga lebih cepat dalam merespons tugas kognitif dibandingkan dengan nonagenarian lain yang diuji dalam studi terpisah, dan ia memiliki ingatan yang lebih baik dari mereka.
Meskipun tidak bisa menarik kesimpulan umum dari satu atlet, tim peneliti menyatakan bahwa ada "hanya satu Olga." Untuk alasan ini, dia memberikan wawasan unik kepada para ilmuwan tentang dampak jangka panjang pelatihan atletik pada otak. Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua olahraga elit terkait dengan usia panjang atau tetap tajam hingga usia 90-an seperti yang dialami Olga. Para ilmuwan masih berusaha untuk menentukan olahraga mana yang membawa manfaat tersebut dan mana yang tidak.
Kylie Steel, seorang ilmuwan olahraga di Western Sydney University, menyatakan, "Kita berada di titik di mana tubuh manusia tidak bisa berkembang lebih jauh, tetapi ada banyak hal yang bisa kita lakukan dengan kognisi." Steel dan rekan-rekannya berpendapat bahwa pelatih harus lebih fokus pada pelatihan kemampuan kognitif atlet, seperti ingatan dan keterampilan pengambilan keputusan, terutama selama tahun-tahun awal kehidupan ketika otak lebih plastis.