Apakah Manusia Masih Terus Mengalami Evolusi Hingga Saat Ini? Ketahui Perubahan yang Terjadi
Banyak yang bertanya, jika manusia saat ini telah berevolusi, lalu apakah kita masih akan terus mengalami evolusi ini?
Pertanyaan tentang apakah manusia modern masih mengalami evolusi atau apakah kita telah keluar dari jalur seleksi alam, menjadi topik yang menarik untuk diperdebatkan. Charles Darwin, dalam karyanya yang monumental On the Origin of Species pada tahun 1859, mengajukan teori evolusi berdasarkan seleksi alam yang menjadi dasar pemahaman ilmuwan tentang posisi manusia dalam dunia alami.
Menurut Darwin, evolusi adalah proses lambat yang terjadi melalui perubahan genetik kecil selama puluhan ribu tahun, mendorong perubahan dalam spesies secara perlahan.
-
Kapan Homo Sapiens mulai berevolusi menjadi bentuk yang mirip dengan manusia modern? Proses evolusi Homo Sapiens dimulai sekitar lebih dari 200.000 tahun yang lalu. Yakni ketika manusia mulai berevolusi menjadi bentuk yang mirip dengan manusia modern.
-
Bagaimana mamalia plasental berhasil memulai evolusinya menjadi mamalia modern? Mamalia plasental baru dapat memulai evolusinya menjadi mamalia modern setelah dinosaurus punah, mengindikasikan bahwa mamalia baru dapat mendiversifikasikan spesiesnya pascakepunahan dinosaurus.
-
Mengapa evolusi manusia tidak mampu mengikuti perubahan budaya modern? Salah satu teori yang dapat menjelaskan mengapa kita sering merespons buruk terhadap kondisi modern, meskipun memberikan banyak pilihan, keamanan, dan manfaat lainnya, adalah ketidakcocokan evolusi. Ketidakcocokan evolusi terjadi ketika adaptasi fisik maupun psikologis tidak lagi sesuai dengan lingkungan.
-
Bagaimana lutut manusia berevolusi untuk mendukung gaya hidup modern? Lutut kita, dalam banyak hal, masih berevolusi untuk kehidupan yang lebih aktif, bukan untuk kehidupan modern yang lebih banyak duduk. Sebagai contoh, perubahan pola nutrisi global yang menyebabkan manusia menjadi lebih tinggi dan berat adalah hipotesis utama mengapa fabella lebih sering ditemukan dalam 100 tahun terakhir. Meningkatnya bobot tubuh memberikan tekanan tambahan pada lutut, memperparah masalah yang sudah ada.
-
Bagaimana evolusi bentuk tubuh hewan di masa depan dapat terjadi? Hewan bisa melakukan perubahan bentuk tubuh untuk bertahan hidup dan menyesuaikan dirinya di lingkungan dunia yang dapat berubah di masa depan. Oleh karena itu, bagaimana perilaku manusia terhadap lingkungan pun bisa mempunyai andil dalam bentuk hewan di masa depan.
-
Apa yang diteliti para ilmuwan terkait evolusi manusia berjalan tegak? Pertanyaan seputar evolusi sikap bipedal dari nenek moyang yang berjalan dengan empat kaki telah lama menjadi misteri yang menantang para ilmuwan.
Namun, pada tahun 2000, paleontolog Stephen Jay Gould menyatakan bahwa "tidak ada perubahan biologis pada manusia dalam 40.000 atau 50.000 tahun," menunjukkan bahwa evolusi pada manusia berjalan sangat lambat, atau bahkan mungkin telah berhenti sama sekali. Di sisi lain, naturalis terkenal Sir David Attenborough mendukung pandangan ini dengan berpendapat bahwa kontrol kelahiran dan aborsi telah berkontribusi pada berhentinya evolusi fisik manusia.
“Kami menghentikan seleksi alam begitu kami mulai bisa membesarkan 90–95 persen bayi yang lahir. Kami adalah satu-satunya spesies yang menghentikan seleksi alam atas kehendak bebas kami sendiri,” ujar Attenborough dalam sebuah wawancara pada 2013 dilansir dari Medical News Today.
Seleksi Alam Masih Berjalan?
Pandangan bahwa evolusi manusia telah terhenti bukan tanpa penentangan. Dr. Ian Rickard dari Durham University, Inggris, merespons pernyataan Attenborough dengan menegaskan bahwa seleksi alam tidak sepenuhnya berakhir hanya karena kontrol kelahiran atau aborsi.
“Seleksi alam membutuhkan variasi. Itu memerlukan beberapa individu untuk lebih berkembang dibandingkan yang lain,” jelas Rickard. Meskipun peluang bertahan hidup meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, variasi genetik tetap ada, yang memungkinkan seleksi alam bekerja pada tingkat genetik.
Menurut Rickard, “Seleksi alam tidak benar-benar peduli tentang kelangsungan hidup, tetapi lebih pada variasi.”
Penelitian oleh Alan R. Templeton pada 2010 juga menolak gagasan bahwa evolusi fisik manusia telah digantikan oleh evolusi budaya. Templeton berpendapat bahwa “semua organisme beradaptasi dengan lingkungannya, dan manusia tidak terkecuali. Budaya mendefinisikan banyak dari lingkungan manusia, sehingga evolusi budaya sebenarnya telah memicu evolusi adaptif pada manusia.”
Salah satu contoh yang diberikan Templeton adalah bagaimana perkembangan teknologi transportasi mempercepat pencampuran genetik manusia di seluruh dunia, yang pada akhirnya membawa manfaat kesehatan.
Evolusi Manusia Kini Lebih Cepat?
Dalam bukunya The 10,000 Year Explosion: How Civilization Accelerated Human Evolution, Gregory Cochran dan Henry Harpending mengklaim bahwa evolusi manusia justru terjadi lebih cepat dalam 10.000 tahun terakhir, bukan melambat. Mereka berpendapat bahwa evolusi kini berjalan sekitar "100 kali lebih cepat dari rata-rata jangka panjangnya selama 6 juta tahun keberadaan manusia."
Perkembangan teknologi modern juga memungkinkan para ilmuwan untuk mengamati perubahan pada manusia di tingkat molekuler. Scott Solomon, seorang ahli biologi dari University of Texas, mengungkapkan dalam bukunya Future Humans: Inside the Science of Our Continuing Evolution bahwa kemampuan untuk melakukan pengurutan genom manusia sejak tahun 2000 telah memberikan wawasan yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang evolusi kita.
Melalui data ini, ditemukan bukti bahwa seleksi alam telah memengaruhi gen yang berkaitan dengan toleransi terhadap perubahan makanan, perlindungan dari penyakit menular, kemampuan bertahan dari radiasi ultraviolet, hingga adaptasi pada lingkungan pegunungan yang rendah oksigen.
Revolusi Susu dan Evolusi Manusia
Salah satu contoh evolusi manusia yang mudah dipahami adalah bagaimana tubuh manusia telah beradaptasi untuk menerima sumber makanan utama yang berlimpah di wilayah tertentu. Sekitar 11.000 tahun yang lalu, manusia dewasa tidak dapat mencerna laktosa, gula yang ada dalam susu. Namun, seiring manusia mulai mengandalkan peternakan susu sebagai sumber makanan, tubuh mereka secara bertahap beradaptasi untuk mencerna susu, yang sebelumnya hanya bisa ditoleransi oleh bayi dan anak kecil.
Studi Framingham dan Tinggi Badan Belanda
Studi Framingham Heart Study—yang dimulai pada 1948—menyediakan bukti penting tentang evolusi manusia. Data dari studi ini menunjukkan bahwa seleksi alam memengaruhi populasi Framingham, mengurangi tinggi badan, meningkatkan berat badan, menurunkan kadar kolesterol, dan menurunkan tekanan darah sistolik. Hal yang menarik adalah data ini tidak menunjukkan bahwa berat badan rata-rata meningkat karena kebiasaan makan, melainkan karena individu dengan gen tertentu memiliki lebih banyak anak, yang artinya karakteristik tersebut akan menjadi lebih umum di generasi mendatang.
Evolusi juga terlihat dari pertanyaan mengapa orang Belanda adalah manusia tertinggi di dunia. Pada abad ke-18, tinggi rata-rata prajurit Belanda adalah 165 cm, jauh lebih pendek dibandingkan prajurit dari negara lain. Namun, dalam 150 tahun terakhir, tinggi rata-rata pria Belanda bertambah 20 cm, sebagian besar karena seleksi alam di mana wanita Belanda cenderung memilih pria yang lebih tinggi sebagai pasangan.
Meskipun perubahan evolusi pada manusia mungkin tidak selalu terlihat secara langsung, penelitian menunjukkan bahwa manusia masih terus mengalami evolusi hingga saat ini. Perubahan genetik ini terjadi di seluruh dunia, dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, dan seleksi alam yang terus bekerja secara halus.