Ini Penyebab Mengapa Stress Eating Sangat Susah untuk Diatasi dan Dihentikan
Terjadinya stress eating ini bisa sangat susah untuk diatasi dan dihentikan karena sejumlah alasan.
Terjadinya stress eating ini bisa sangat susah untuk diatasi dan dihentikan karena sejumlah alasan.
-
Kenapa orang makan berlebihan saat sedang stres? Emosi yang sulit dihadapi bisa membuat seseorang merasa kosong atau hampa. Sementara itu, makan bisa melepaskan hormon dopamin. Dopamin adalah zat kimia otak yang membuat kita merasa senang.
-
Kapan emotional eating menjadi masalah? Emotional eating bisa menjadi masalah jika sering terjadi dan tidak memiliki cara lain untuk mengelola emosi.
-
Kenapa gangguan makan jadi masalah serius? Eating disorder atau gangguan makan adalah permasalahan serius yang seringkali terjadi di masyarakat. Sayangnya, kondisi ini sering tidak disadari oleh penderitanya. Gangguan makan berhubungan dengan perilaku makan yang tidak sehat dan dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik, kesejahteraan emosional, dan kemampuan seseorang untuk menjalani aktivitas sehari-hari.
-
Apa saja jenis emotional eating? Kenali 5 Jenis Emotional Eating yang Wajib Dihindari, Ada yang Pernah Kamu Alami? Waktu lagi capek atau banyak pikiran, apakah pelarianmu adalah makanan? Butuh makanan untuk membuat mood jadi balik happy lagi? Kalau sering mengalami perasaan ini, bisa jadi tandanya kamu mengalami emotional eating.
-
Kenapa orang makan karena emosi? Manusia ternyata punya kecenderungan untuk makan sesuatu saat sedang mengalami rasa bosan, bahkan dalam kondisi tidak lapar sekalipun. Pasalnya, makanan merupakan distraksi yang mengalihkan mereka dari rasa bosan.
-
Siapa yang bisa mengalami emotional eating? Sesuai namanya, emotional eating adalah dorongan atau keinginan untuk makan karena merasakan emosi tertentu. Padahal, belum tentu perut terasa lapar atau membutuhkan makanan.
Ini Penyebab Mengapa Stress Eating Sangat Susah untuk Diatasi dan Dihentikan
Stress eating atau makan akibat stres merupakan fenomena yang telah menjadi sorotan sejak tahun 2023, adalah kecenderungan untuk makan secara berlebihan sebagai respons terhadap tekanan atau stres yang dialami seseorang.
Kecenderungan ini sering kali dipicu oleh kekuatan yang tidak sehat dalam kehidupan kita yang kita harap bisa kita hilangkan, dan dapat menimbulkan rasa malu dan penyesalan. Ilmuwan telah lama menemukan bahwa stres dapat menyebabkan perubahan dalam berbagai fungsi fisiologis tubuh manusia, termasuk tidur, tekanan darah, dan risiko serangan jantung.
Penambahan berat badan yang mungkin terkait dengan stres telah menjadi perhatian banyak orang. Namun, baru-baru ini ilmu pengetahuan menemukan penjelasan baru di balik fenomena ini.
Penelitian sebelumnya telah menyoroti bagaimana peningkatan hormon "fight or flight" seperti kortisol dapat menyebabkan tubuh menyimpan lemak daripada menggunakannya untuk energi. Namun, para peneliti kini menemukan bahwa stres juga dapat mengubah persepsi rasa seseorang terhadap makanan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan makan berlebihan.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan dalam edisi April 2024 jurnal Physiology & Behavior, sebuah tim psikologi klinis di China menguji hipotesis bahwa stres dapat mengubah persepsi rasa seseorang dan mengurangi kepuasan yang mereka dapatkan dari makanan.
Mereka menemukan bahwa individu yang mengalami stres tinggi tidak menikmati rasa makanan sebanyak mereka yang memiliki tingkat stres rendah.
Meskipun tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah makanan yang dikonsumsi antara kedua kelompok, hal ini menunjukkan bahwa porsi makanan yang normal mungkin tidak memuaskan seseorang yang mengalami stres tinggi. Hal ini bisa membuat mereka terus mencari kepuasan dari makanan secara tidak sadar.
Bagian penting dari daya tarik makanan adalah rasanya, dan ketika rasanya meredup, hadiah yang diperoleh dari makanan tersebut juga berkurang. Para peneliti menegaskan bahwa faktor penting dalam menghentikan episode makan dan mencegah makan berlebihan adalah penurunan kepuasan dari makanan itu sendiri.
Dengan kata lain, kita cenderung berhenti makan ketika makanan tersebut akhirnya tidak lagi terasa memuaskan. Namun, kondisi ini bisa berbeda saat sedang terjadinya stress eating karena rasa makanan yang memang tidak kita nikmati.
Untuk lebih memahami efek tingkat stres yang tinggi terhadap perilaku makan, para peneliti menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut menggunakan makanan yang biasanya disukai oleh peserta. Hasil penelitian ini bisa memberikan wawasan tambahan tentang bagaimana jenis makanan yang berbeda memengaruhi tingkat kepuasan bagi individu yang mengalami stres dan yang tidak.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme di balik stres makan, diharapkan kita dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mengatasi dan mencegah perilaku ini. Penelitian ini memberikan landasan ilmiah yang kuat untuk upaya-upaya ini, sehingga kita dapat mengurangi dampak negatif stres makan dalam kehidupan sehari-hari.