WHO golongkan seks komplusif termasuk penyakit mental
WHO golongkan seks komplusif termasuk penyakit mental. Melansir New York Post pada Selasa (10/7/2018), WHO menambahkan kecanduan seks dalam daftar ini beberapa minggu setelah memasukkan kecanduan gim.
Untuk pertama kalinya, organisasi kesehatan dunia (WHO) . Mengklarifikasi jika perilaku kecanduan seks termasuk dalam kategori penyakit mental.
Melansir New York Post pada Selasa (10/7/2018), WHO menambahkan kecanduan seks dalam daftar ini beberapa minggu setelah memasukkan kecanduan gim.
-
Bagaimana pelaku melakukan pelecehan seksual? Korban penyandang disabilitas tidak bisa berteriak atau menolak. Dia merasa takut dan ketergantungan," katanya.
-
Bagaimana caranya agar anak bisa memahami tentang hubungan seksual? Pentingnya memberikan pemahaman seksual yang tepat sejalan dengan perkembangan usia anak menjadi kunci dalam menghindari dampak negatif ini.
-
Apa bentuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa filsafat UGM? Dalam video itu, si pria mengaku ada delapan orang korbannya. Pria itu juga meminta maaf atas kekerasan seksual baik secara fisik maupun verbal yang telah dilakukannya.
-
Apa yang harus diajarkan dalam pendidikan seks untuk anak? Melalui edukasi seksual, anak bisa mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, hubungan interpersonal yang sehat, serta hak dan kewajiban dalam pernikahan.
-
Kapan edukasi seksual penting diberikan kepada anak? Edukasi seksual merupakan topik yang penting dalam pengembangan anak-anak, terutama saat mereka memasuki masa remaja.
-
Bagaimana cara yang tepat untuk mengajarkan edukasi seks pada anak? “Saat menjelaskan, gunakan bahasa yang sederhana dan sesuai dengan usia anak. Misalnya, saat anak masih balita, bisa dimulai dengan mengenalkan fungsi tubuh dan menjelaskan bahwa ada bagian-bagian tubuh yang bersifat privat,” kata Kasandra, dikutip dari Antara.
Dr Valerie Voon dari Royal College of Psychiatrist mengatakan, 2 - 4 persen dari populasi di Inggris menderita kecanduan seks. Sementara di Amerika Serikat, hal ini memengaruhi 3 - 6 persen orang dewasa.
"Ini adalah perilaku yang cenderung disembunyikan karena memalukan dan sering kali pencandu seks tidak terlihat," kata dia.
"Menambahkan ini ke daftar WHO merupakan langkah yang sangat baik untuk pasien karena memungkinkan mereka dalam mengenali, bahwa mereka menderita masalah. Itu membawanya keluar dari bayang-bayang dan mereka bisa mencari bantuan untuk itu," kata Voon.
Simak juga video menarik berikut ini:
Mengabaikan Kehidupan
WHO menggambarkan perilaku seks kompulsif sebagai pola kegagalan dalam mengendalikan dorongan seksual yang intens, berulang-ulang, atau desakan yang menghasilkan perilaku seksual berulang.
Gejalanya terlihat saat seks menjadi fokus utama dari kehidupan seseorang, diabaikannya kesehatan, perawatan pribadi, serta minat dan tanggung jawab.
Perilaku ini haruslah terlihat jelas selama enam bulan atau lebih dan menyebabkan masalah dalam kehidupan pribadi.
Voon menambahkan, hal ini bisa diobati bersamaan dengan kondisi seperti depresi dan kecemasan.
Tetap dengan bahasan mengenai kecanduan seksual. Beberapa waktu lalu, seorang wanita asal Los Angeles mengaku bahwa dirinya mengalami masalah kecanduan seks sejak 12 tahun. Dan kini wanita yang bernama Erica Garza tersebut telah berusia 35 tahun. Sudah cukup lama juga ya!
Sumber: Liputan6.com
(mdk/mg2)