Mengepal Tangan Isyarat Wanita dalam Bahaya dan Butuh Pertolongan? Ini Kata Psikolog
Mengepal Tangan Isyarat Wanita dalam Bahaya dan Butuh Pertolongan? Ini Kata Psikolog
Siswi SMK di Surabaya yang diperkosa anggota TNI sempat meminta pertolongan dengan cara memberi isyarat atau kode tangan mengepal pada orang di sekitarnya. Namun, kode tanda minta tolong itu ternyata belum banyak dipahami masyarakat.
-
Apa itu sinyal SOS? Tanda atau sinyal SOS pada dasarnya tidak memiliki arti tertentu. Itu hanya rangkaian sandi morse.
-
Hukuman apa yang diberikan pada anggota TNI? 'Kalau dia ada salah, ada punishment ada hukumnya. Hukum disiplin militer.
-
Apa bentuk kekerasan seksualnya? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
-
Siapa otak pemerkosaan siswi SMP? D diketahui sebagai otak kejahatan yang membawa korban ke TKP dan mengawali perkosaan disaksikan sembilan temannya.
-
Siapa pelaku pemerkosaan? 'Kejadian ini berawal dari kejadian longsor di daerah Padalarang Bandung Barat. Kebetulan keluarga korban ini rumahnya terdampak sehingga mereka mengungsi ke kerabatnya (AR) untuk sementara,' ucap Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, Selasa (3/9).
-
Bagaimana hukuman diberikan pada anggota TNI? 'Kalau dia melanggar kita hukum. Ada aturannya,' imbuh Agus.
Mengepal Tangan Isyarat Wanita dalam Bahaya dan Butuh Pertolongan? Ini Kata Psikolog
Psikolog sekaligus dosen di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (Untag), Dr IGAA Noviekayati MSi mengatakan, isyarat atau kode mengepalkan jari diakuinya belum banyak diketahui masyarakat pada umumnya.
"Ya bisa jadi masyarakat memang tidak tahu atau belum terbiasa ya dengan kode atau isyarat semacam itu. Sebab, ada isyarat umum seperti meronta atau atau berteriak-teriak saja yang mudah dipahami oleh masyarakat," ujarnya pada merdeka.com, Kamis (25/1).
Ia menambahkan, bisa jadi memang banyak isyarat atau kode untuk meminta pertolongan. Akan tetapi, sebuah isyarat atau kode yang belum ada konsensus atau kesepakatan maka biasanya tidak akan dipahami oleh masyarakat pada umumnya.
"Sepanjang saya tahu, di Indonesia memang belum tahu (isyarat mengepalkan jari). Karena belum ada konsensus untuk itu. Jika ada begini maka akan begitu, misalnya demikian," tambahnya.
Ia lantas mencontohkan adanya kelompok penyuka sejenis yang memiliki isyarat atau kode tertentu yang dapat dipahami oleh komunitas mereka. Hal itu terjadi karena komunitas semacam ini dianggap cukup intens menyosialisasikan isyarat antarmereka.
Dengan kode atau isyarat tertentu, mereka akan dapat dengan mudah mengenali atau mengidentifikasinya.
"Misalnya mereka memakai baju kembar bergambar nanas, atau misalkan kita melarang orang untuk memakai kata-kata tertentu karena itu sudah dipakai oleh komunitas penyuka sejenis, misalkan seperti itu," jelasnya.
Ia menambahkan, jika hal semacam ini dipandang dari sudut yang lain, yakni adanya badan-badan yang menaungi persoalan kekerasan seksual untuk menyebar luaskan isyarat-isyarat yang dapat dipahami sebagai bentuk permintaan tolong pada orang lain, maka sebuah isyarat akan mudah dipahami. Apalagi, isyarat tersebut sudah dikonsensuskan atau disepakati menjadi sebuah isyarat SOS (save our soul) atau kondisi darurat di Indonesia.
"Saya kira memang harus ada isyarat yang dikonsensuskan lalu disosialisasikan bahwa isyarat tersebut adalah bentuk permintaan tolong atau dalam kondisi darurat, saya setuju sekali," katanya.
Selain isyarat, saat ini sebenarnya ada cara yang cukup mudah untuk menunjukkan kondisi darurat atau permintaan tolong. Ia menyebut, gestur atau gerak atau bahasa tubuh yang melawan adalah bentuk permintaan tolong yang paling mudah dipahami oleh masyarakat.
"Ya gestur perlawanan, entah itu badan panik, atau menarik, atau meronta adalah isyarat yang mudah dipahami. Itu boleh karena memang tidak ada pakemnya untuk isyarat itu," ungkapnya.
Ia pun memiliki pesan khusus agar kejadian kekerasan seksual yang melanda siswi SMK di Surabaya tidak terulang.
"Anak muda itu kan suka diperhatikan. Kalau disanjung sedikit sudah luluh. Kalau di luar ngeri itu, anak-anak sudah diajari untuk tidak berbicara dengan orang asing, don't talk with stranger. Anggaplah orang asing itu selalu berbahaya, dalam arti bersikap waspada ya. Pokoknya kalau ada orang asing dekat sama kamu jangan mau berbicara, mau ditawari apa pun langsung geleng-geleng dan langsung pergi ke tempat keramaian," tegasnya.
Ia menyebut, setiap remaja terutama perempuan harus menyiapkan mode waspada terhadap siapa pun yang tidak dia kenal. Dengan demikian, orang asing tersebut akan memahami bahwa lawan bicaranya tengah dalam mode waspada.
"Menurut saya meskipun kita tampak friendly, namun sikap kita harus tetap waspada. Namun tetap kita harus sopan. Dengan demikian biasanya lawan bicara kita akan merasa kalau kita dalam mode waspada atau curiga. Itu menurut saya tetap perlu untuk menjaga diri," tutupnya.
Hal senada disampaikan Direktur Women Crisis Center Ana Abdilah. Ia menyatakan, gerakan yang mengode atau mengisyaratkan kedaruratan demikian memang belum populer di Indonesia, sehingga banyak masyarakat yang belum peka dan sensitif .
"Itu jadi gerakan dan populer di luar negeri dulu pas zaman-zaman pandemi covid," ujarnya.
Ia menambahkan, dalam kasus di Surabaya ini, kalau ada anak dengan kode seperti itu sebenarnya dapat dilihat juga dari sorot matanya. Jika sorot matanya tidak ditujukan pada orang maka hal itu dianggap agak susah.
"Jadi memang perlu memikirkan metode apa yang diajarkan ke anak supaya orang dewasa itu jadi paham atau tahu terkait situasi bahaya yang dihadapi si anak. Jadi edukasi, mitigasi, kasus kekerasan terhadap anak itu penting banget kita edukasikan ke anak, termasuk tidak sembarangan mau diajak orang dewasa atau berkata tidak untuk mengasah sensitivitas anak," tegasnya.
Dikutip dari laman worldbank.org, sinyal atau isyarat berupa kode empat jari mengepal dengan ibu jari "terjebak" di dalamnya ini merupakan sinyal untuk meminta pertolongan. Sinyal ini sudah diperkenalkan oleh Canadian Women's Foundation pada 14 April 2020 lalu.
Saat ini gerakan tangan tersebut diresmikan Women's Funding Network (WFN), Amerika Serikat pada 28 April 2022 sebagai tanda meminta pertolongan.
Sinyal ini sendiri telah diakui oleh lebih dari 40 organisasi di Kanada dan Amerika Serikat sebagai alat yang berguna untuk membantu memerangi kekerasan dalam rumah tangga.
Sebelumnya, seorang siswi SMK berupaya lolos dari "perangkap" SH, anggota TNI yang memperkosanya. Korban ternyata berkali-kali mencoba memberikan kode atau isyarat tangan mengepal sebagai tanda meminta pertolongan kepada beberapa orang.
Hal ini diakui kuasa hukum korban, Febri Kurniawan Pikulun. Diceritakannya, dari pengakuan korban pada dirinya. Pada saat ia digiring menuju hotel oleh pelaku, saat itu sudah timbul perasaan waswas atau curiga.
Namun, korban mengaku tak kuasa menolak ajakan-ajakan pelaku lantaran selalu ditempel dan diawasi ketat. Pelaku bahkan sempat berlaku kasar saat berada di salah satu minimarket. Ia sempat menarik tangan korban agar meninggalkan minimarket lantaran sang penjaga minimarket mengenal korban.
"Di minimarket itu, korban sempat ditanya oleh mbak-mbak penjaganya. Ia ditanya sedang bersama siapa. Sebelum sempat menjawab, ia sudah ditarik keluar oleh pelaku untuk meninggalkan minimarket. Namun, sebelum meninggalkan minimarket ia sempat memberikan isyarat tangan, tapi tidak ada yang mengerti maksud korban," katanya, Rabu (24/1).
Seusai meninggalkan minimarket, korban dibawa pelaku menuju hotel tempatnya menginap. Pelaku pun beralasan ingin berganti pakaian.
Saat sudah berada di kamar pelaku di lantai 3, korban dan pelaku sempat bertemu dengan salah satu staf hotel atau room service yang tengah membersihkan kamar pelaku.
Pada saat pertemuan itu, korban disebutnya kembali berupaya memberikan isyarat atau kode pada staf hotel tersebut dengan cara mengepalkan empat jari dengan jari jempol berada di dalamnya.
Namun, lagi-lagi isyarat itu tidak dimengerti oleh staf hotel tersebut. Sehingga, seusai membersihkan kamar pelaku, staf tersebut langsung meninggalkan kamar tanpa curiga terhadap pelaku dan korban.
"Jadi dia (korban) juga sempat memberikan kode pada room service. Tapi sepertinya staf itu tidak mengerti atas kode yang diberikan," ujarnya.
Akibatnya, siswi SMK ini pun menjadi korban kekerasan seksual. Anggota TNI berinisial SH itu kini ditangkap Polisi Militer Angkatan Laut (POMAL) dan masih menjalani pemeriksaan.