Perempuan Disabilitas di Bandung Jadi Korban Pemerkosaan Sejak 2022, Kini Hamil 6 Bulan
Pemerintah memastikan pendampingan akan maksimal terhadap warga Kota Bandung tersebut.
Seorang perempuan penyandang disabilitas berinisial N (23) menjadi korban pemerkosaan. Pemerintah memastikan pendampingan akan maksimal terhadap warga Kota Bandung tersebut.
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) melakukan pendampingan dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Jabar berkolaborasi UPTD PPA Kota Bandung.
Korban yang merupakan perempuan disabilitas tunarungu dan tunawicara. Selain itu, korban memiliki masalah pada ingatan.
Korban Hamil
N diketahui hamil pada Minggu (29/12), setelah atasannya di tempat bekerja mencurigai gelagat korban. Akhirnya, berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi (USG), N dinyatakan hamil 26 minggu.
Kakak korban kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polda Jabar, pada Senin (30/12).
Kronologi Pemerkosaan
Berdasarkan pengakuan korban secara tertulis, pelaku berjumlah sembilan orang. Korban mendapat pelecehan seksual di beberapa lokasi, di antaranya indekos atau hotel di kawasan Lembang atau hotel di Kota Cimahi.
Korban tidak berontak karena memiliki penyakit lain yang memungkinkan korban seketika lupa, seperti tidak terjadi apapun terhadap dirinya.
Pada 2 Januari 2025, dilakukan asesmen awal dan identifikasi kasus, dan tanggal 3 Januari 2025, UPTD PPA Jabar menerima surat rujukan permohonan pendampingan dan penilaian awal sisi mental korban dari Unit PPA Polda Jabar.
Rencana tindak lanjut penanganan, yakni penilaian awal sisi mental korban oleh psikolog.
Korban Diperkosa Sejak 2022
Sementara itu, Anggota DPR RI, Atalia Praratya mengaku pertama kali mendapat informasi ini dari media. Setelah itu, ia memutuskan untuk mengawal dan mendampingi korban.
"Ini sudah terjadi semenjak 2022. Sehingga selama 2 tahun lebih ini kita ke mana, apakah dari sisi keluarga atau lingkungan. Oleh karenanya penting sekali untuk mengawal kasus ini. Saya sudah menyampaikan ini pun kepada komisi VIII karena untuk menjadi pembelajaran, kaitannya regulasi bisa dihadirkan," kata dia.
"Tidak boleh terjadi hal seperti ini, kita harus bersama-sama. Alhamdulillah bantuan hukum akan melakukan pendampingan terkait dengan kasusnya," ujar Ata.
Kondisi Korban
Sampai saat ini, korban masih dalam trauma. Oleh karena itu, ia meminta korban tidak diganggu. Semua proses hukum hingga kebutuhan akan didampingi.
"Masih syok, ketauannya baru kemudian dia masih gamang, yang terlihat sangat terpuruk adalah ibunya, dia bekerja jual cireng di sekolah SD untuk menghidupi 4 anaknya. Sang korban udah lebih tegar, tapi saya tahu dia bingung karena untuk merecall kembali agak susah. Trauma terlalu berat," kata Atalia
Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar pun memastiakn pendampingan dilakukan sampai korban melahirkan dan proses hukum di pengadilan.
Menurutnya, dikarenakan ini adalah kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) maka hak korban harus dipenuhi lewat proses hukum. Di antaranya, hak pendampingan hingga hak ganti rugi.
“Dari kami mengecek apakah proses sudah berjalan atau belum, ini upaya dari kami semua, lalu ketika itu sudah dilakukan kami harus pastikan juga ini haknya harus dipenuhi dari sisi perawatan medis,” ucap dia.