Penelitian Terbaru Sebut Masyarakat Indonesia Paling Banyak Terpapar Mikroplastik Dibanding 108 Negara Lain
Penelitian terbaru yang dilakukan Cornell University ungkap paparan berlebih mikroplastik terhadap masayarakat Indonesia.
Penelitian terbaru yang dilakukan Cornell University ungkap paparan berlebih mikroplastik terhadap masayarakat Indonesia.
-
Bagaimana mikroplastik dapat memengaruhi kesuburan pria? Meskipun penelitian ini tidak dapat menguji jumlah sperma pada jaringan manusia, para peneliti berhasil melakukannya pada sampel anjing. Mereka menemukan bahwa tingkat polivinil klorida (PVC) plastik yang tinggi berkorelasi dengan jumlah sperma yang lebih rendah pada hewan."PVC dapat melepaskan banyak bahan kimia yang mengganggu spermatogenesis dan mengandung bahan kimia yang menyebabkan gangguan endokrin," tambah Yu.
-
Apa dampak mikroplastik pada tubuh manusia? Penelitian telah menghubungkan mikroplastik dalam arteri dengan peningkatan risiko serangan jantung dan stroke. Bahkan, sebuah studi yang dipublikasikan di The New England Journal of Medicine menemukan bahwa mikroplastik dan nanoplastik dalam arteri terkait dengan risiko lebih dari empat kali lipat untuk kejadian seperti serangan jantung, stroke, dan kematian dini.
-
Kenapa plastik bisa berbahaya buat kesehatan? Limbah sampah plastik mengandung zat beracun yang berbahaya bagi tubuh.
-
Bagaimana mikroplastik masuk ke otak? Temuan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan para peneliti bahwa jalur penciuman dapat memungkinkan mikroplastik mengakses otak dan berpotensi mencapai area otak di luar bulbus olfaktorius.
-
Di bagian mana dari otak mikroplastik ditemukan? Dilansir Smithsonian, Rabu (18/9), ilmuwan telah menemukan polutan kecil di jaringan otak, khususnya bulbus olfaktorius yang terletak di atas hidung.
-
Apa fungsi utama dari mikroskop? Mikroskop adalah alat penting yang digunakan dalam berbagai bidang ilmiah untuk mengamati dan mempelajari benda-benda kecil atau organisme yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Penelitian Terbaru Sebut Masyarakat Indonesia Paling Banyak Terpapar Mikroplastik Dibanding 108 Negara Lain
Negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina menduduki peringkat tertinggi dalam penyerapan mikroplastik melalui makanan, menurut sebuah studi baru oleh peneliti dari Cornell University. Penelitian ini juga menemukan bahwa Tiongkok, Mongolia, dan Inggris memiliki jumlah mikroplastik terhirup terbanyak.
Studi ini, yang dipublikasikan pada 24 April di jurnal Environmental Science & Technology, memperkirakan seberapa banyak mikroplastik yang dikonsumsi dan dihirup manusia akibat degradasi dan penyebaran serpihan plastik di lingkungan. Peneliti Cornell menggunakan data tentang kebiasaan makan, teknologi pengolahan makanan, demografi usia, dan laju pernapasan untuk menghitung perbedaan konsumsi mikroplastik di berbagai negara.
"Penyerapan mikroplastik di tingkat negara adalah indikator penting dari polusi plastik dan risiko kesehatan masyarakat," kata Fengqi You, Profesor di bidang Teknik Energi yang turut menulis studi ini bersama mahasiswa doktoral Xiang Zhao.
- Ilmuwan Temukan Limbah Mikroplastik Cemari Awan, Ini Dampaknya Bagi Lingkungan
- Penelitian: Mikroplastik Sudah Ditemukan di Jantung dan Otak Manusia
- Mengerikan Penelitian Terbaru Ungkap Mikroplastik di Otak Manusia: Dampak dan Bahayanya
- Penelitian Temukan Kandungan Mikroplastik Sudah Mulai Memasuki Otak Manusia
"Pemetaan global yang komprehensif mendukung upaya pengendalian polusi lokal melalui peningkatan kontrol kualitas air dan daur ulang limbah yang efektif."
Studi ini menilai penyerapan mikroplastik melalui makanan dengan mengumpulkan data tentang konsentrasi mikroplastik dalam berbagai kelompok makanan seperti buah-buahan, sayuran, protein, biji-bijian, produk susu, minuman, gula, garam, dan rempah-rempah.
Model ini juga menggunakan data yang merinci konsumsi makanan tersebut di berbagai negara. Misalnya, konsumsi garam dapur per kapita di Indonesia hampir sama dengan di AS, tetapi konsentrasi mikroplastik dalam garam dapur Indonesia sekitar 100 kali lebih tinggi.
Secara keseluruhan, studi ini menemukan bahwa orang Indonesia mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik per bulan, lebih banyak daripada negara lain, dengan mayoritas partikel plastik berasal dari makanan laut. Konsumsi mikroplastik di Indonesia meningkat 59 kali lipat dari tahun 1990 hingga 2018.
Sementara itu, di AS, penyerapan mikroplastik melalui makanan diperkirakan sekitar 2,4 gram per bulan, sementara Paraguay memiliki angka terendah yaitu 0,85 gram per bulan. Hal ini menjadikan penyerapan mikroplastik masyarakat Indonesia 6 kali lipat dibanding masyarakat di AS.
Peneliti juga mengumpulkan data tentang konsentrasi mikroplastik di udara, demografi usia, dan laju pernapasan untuk menghitung jumlah mikroplastik yang terhirup. Penduduk Tiongkok dan Mongolia menghirup lebih dari 2,8 juta partikel mikroplastik per bulan, sementara penduduk AS menghirup sekitar 300.000 partikel per bulan.
Penduduk di wilayah Mediterania dan sekitarnya, seperti Spanyol, Portugal, dan Hungaria, menghirup lebih sedikit, sekitar 60.000 hingga 240.000 partikel per bulan.
"Industrialisasi di ekonomi berkembang, terutama di Asia Timur dan Selatan, telah menyebabkan peningkatan konsumsi bahan plastik dan produksi limbah," kata You.
"Sebaliknya, negara-negara industri memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar untuk mengurangi dan menghilangkan serpihan plastik bebas."
You menambahkan bahwa studi ini dapat membantu merancang strategi pengurangan penyerapan mikroplastik yang disesuaikan dengan kondisi lokal. Namun, upaya tersebut memerlukan kolaborasi internasional, seperti dukungan teknologi dari negara-negara maju untuk memajukan strategi pengurangan limbah.
Menurut studi ini, pengurangan 90 persen serpihan plastik di perairan dapat mengurangi paparan mikroplastik hingga 51 persen di negara maju dan 49 persen di wilayah yang sedang mengindustrialisasi.
Studi ini diterbitkan menjelang pertemuan komite internasional pada 23-29 April yang membahas Perjanjian Plastik PBB. Perjanjian ini diharapkan akan diselesaikan akhir tahun ini dan bertujuan untuk mengurangi mikroplastik di lingkungan laut melalui kolaborasi internasional.
"Membersihkan sistem air permukaan global adalah maraton yang dipengaruhi oleh kondisi industri dan sosial-ekonomi lokal," kata Zhao.
"Namun, peta global kami yang menunjukkan titik panas mikroplastik akuatik dapat memulai perjalanan ini. Studi kami menyoroti bahwa mengatasi penyerapan mikroplastik memerlukan pendekatan multifaset, termasuk solusi kemasan yang berkelanjutan, penegakan regulasi manajemen limbah yang ketat, dan pengembangan teknologi pengolahan air," tandasnya.