Mengenal Geulayang, Permainan Lintas Usia dari Aceh yang Sarat Nilai Budaya
Bagi masyarakat Aceh, geulayang ini dipercaya sebagai warisan Edatu atau nenek moyang mereka.
Bermain jadi aktivitas yang disukai oleh anak-anak. Aktivitas ini akan membawa kita nostalgia ke masa kecil saat bermain bersama teman-teman sebaya. Melalui bermain, anak-anak bisa mengenal kreativitas dan meningkatkan rasa ingin tahu.
Indonesia memiliki banyak permainan tradisional, sebut saja petak umpet, engklek, hingga lompat tali. Di Aceh, terdapat satu permainan populer yang sampai saat ini masih dimainkan oleh berbagai kalangan usia bernama geulayang.
-
Permainan tradisional apa saja yang dilombakan di Festival Permainan Tradisional di Banyuwangi? Seperti halnya enggrang bambu, enggrang batok, balap karung, congklak, gobak sodor yang dimainkan dalam festival ini.
-
Apa itu permainan tradisional Sunda, Patipung Tipung Balung? Patipung Tipung Balung terbilang unik lantaran si pemain harus bisa menahan senyum agar tidak mendapat hukuman. Hukumannya juga lucu, yakni diberi tepung terigu atau bedak putih menggunakan jari.
-
Dimana Festival Permainan Tradisional di Banyuwangi diselenggarakan? Ribuan anak bermain bersama di Taman Blambangan dalam tajuk Festival Permainan Tradisional, Sabtu (22/7/2023).
-
Kenapa Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani ingin melestarikan permainan tradisional? Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang membuka acara tersebut mengungkapkan bahwa aneka permainan tradisional itu patut dilestarikan. Seperti halnya enggrang bambu, enggrang batok, balap karung, congklak, gobak sodor yang dimainkan dalam festival ini.
-
Di mana olahraga tradisional akan diterapkan di kurikulum sekolah? Nantinya ini akan menjadi mata pelajaran tambahan lokal di jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
-
Kapan tradisi Gamelan Sekaten dimainkan? Dikutip dari Indonesia.travel.id, Alunan Gamelan yang berada di sekitar area Keraton Kasepuhan Cirebon, menjadi penanda bahwa umat Muslim di Cirebon merayakan hari kemenangan. Rangkaian Gamelan dibunyikan sesaat setelah sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Secara umum, geulayang sama seperti layangan pada umumnya. Permainan yang satu ini pasti tidak asing dan sudah dimainkan di manapun. Bagi masyarakat Aceh, geulayang ini dipercaya sebagai warisan Edatu atau nenek moyang mereka.
Penasaran dengan asal-usul dan nilai budaya yang terkandung pada Geulayang ini? Simak informasinya yang dirangkum merdeka.com dari berbagai sumber berikut.
Permainan Lintas Usia
Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, geulayang merupakan permainan populer di Aceh. Hampir dari seluruh kalangan usia, miskin maupun kaya pasti menyukai permaianan yang satu ini.
Layang-layang sendiri telah menjadi bagian dari kebudayaan Tiongkok sekitar 2.400 tahun yang lalu. Pada abad ke-4, seorang pelindung seni dan filsuf asal Tiongkok menciptakan layangan berbentuk merpati kemudian dinaikkan ke udara dengan bantuan angin.
Sejauh ini, tidak ada bukti yang jelas jika budaya Tiongkok ini disebarkan hingga ke daerah Aceh. Selama ini masyarakat setempat hanya mengetahui jika geulayang ini adalah permainan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan secara turun-temurun.
Jenis Geulayang
Ada dua jenis geulayang yang populer di kalangan masyarakat Aceh. Pertama ada geulayang maco yang biasa dimainkan sehari-hari oleh anak-anak Aceh. Bentuknya sederhana menyerupai eungkot maco atau ikan berkepala runcing dan ekor panjang.
Sedangkan yang kedua ada geulayang kleueng yang paling dikagumi. Hal ini dikarenakan bentuknya yang menyerupai elang yang terbentang sayapnya. Maka tak heran jika geulayang yang satu ini kerap disebut dengan geulayang sayeuep.
Untuk permainan adu layangan di Aceh memang sedikit berbeda dari daerah lain. Geulayang ini cenderung adu "vertikal" di atas kepala. Layangan yang berada paling depan (memimpin) adalah pemenangnya.
Dimainkan Pasca Panen
Dulunya permainan geulayang ada musimnya tersendiri, tepatnya setelah panen hingga masa tanam berikutnya atau disebut dengan luah blang. Sehabis panen banyak area persawahan yang luas seperti lapangan, biasanya digunakan oleh masyarakat untuk bermain layangan.
Selain dimainkan sehari-hari, geulayang ini juga diperlombakan yang diikuti oleh meunasah/gampong. Setiap gampong diwakili satu geulayang untuk diikutsertakan. Setiap warga gampong ikut berperan dalam kelompok dengan membagi tugas untuk mendukung tim gampongnya.
Namun seiring berjalannya waktu, geulayang ini dimainkan secara individu dan sudah diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Dikutip dari berbagai sumber, tahun lalu baru saja digelar perlombaan Geulayang Tunang yang diikuti 23 Kabupaten dan Kota di Aceh.
Sarat Nilai Budaya
Geulayang tak sekadar keahlian dan ketangkasan individu saja. Namun, permainan ini memerlukan kerja sama yang baik seperti layaknya tim. Setiap anggota harus menjalankan tugasnya dengan baik, mulai dari penggulung benang, peng-anjong (orang yang melambungkan layangan) hingga pengendali layangan.
Semua anggota ini harus bisa bersatu padu dan bekerja sama agar geulayangan bisa terbang dengan baik. Selain kerja sama tim, bermain geulayangan tentunya juga butuh kesabaran yang tinggi.
Layangan pun tidak seterusnya bisa diterbangkan dengan mudah. Biasanya akan jatuh berkali-kali sebelum akhirnya bisa terbang tinggi, kuncinya adalah sabar.