Mengenal Makyong, Seni Pertunjukan Drama Asli Kepulauan Riau
Makyong, seni pertunjukan drama atau cerita penuh pesan moral yang berkembang pesat di Kepulauan Riau sejak abad 18.
Di kebudayaan Melayu terdapat salah satu bentuk kesenian khas yang ditampilkan dalam bentuk drama atau cerita, yaitu Makyong.
Mengenal Makyong, Seni Pertunjukan Drama Asli Kepulauan Riau
Tradisi Makyong ini telah menyebar ke berbagai daerah dengan masyarakat mayoritas etnis Melayu, seperti Bangka, Johor (Malaysia), Malaka, Pulau Pinang dan juga Kepulauan Riau.
Melansir dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, ada yang menganggap awal mula Makyong ini muncul dari Dewa Hindu Jawa yang bernama Semar dan seorang putranya bernama Turas.
Penasaran dengan asal usul tradisi Makyong? Simak rangkumannya yang dihimpun merdeka.com berikut ini.
Asal Usul Makyong
Banyak yang menduga bahwa asal usul seni pertunjukan yang satu ini datang dari berbagai daerah. Contohnya Makyong berasa dari kata "Mak Hyang" yang artinya Dewi Sri, dan Dewi yang dikenal oleh Orang Jawa. Namun, lebih banyak pengaruh Siam dibanding Jawa.
-
Mengapa serangan harimau di Sukabumi menjadi sorotan media asing? Kasus penyerangan harimau terhadap manusia sendiri kala itu sampai mendapat sorotan koran asing milik Belanda, karena seringkali brutal dan korbannya sulit tertolong.
-
Di mana Suku Akit di Provinsi Riau menetap? Salah satunya adalah Suku Akit atau Orang Akik yang mendiami Provinsi Riau tepatnya di Pulau Rupat.(Foto: Diskominfo Bengkalis)
-
Apa yang terjadi pada Gunung Ruang di Sulawesi Utara? Gunung Ruang yang berada di Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara meletus pada Selasa (16/4) malam.
-
Mengapa Teater Dulmuluk menjadi kearifan lokal di Sumatra Selatan? Seni pertunjukan ini sudah menjadi salah satu kearifan lokal di Sumatra Selatan yang masih terus dilestarikan hingga sekarang.
-
Siapa saja yang dibebani dengan pajak di Sumut? Pajak adalah pembayaran wajib yang harus dibayarkan oleh individu atau badan usaha kepada pemerintah sesuai dengan undang-undang.
-
Kenapa Curug Cimarinjung di Sukabumi terkenal? Memotret diri dengan keindahan ngarai dan air terjun akan membuat hasil foto pengunjung semakin istimewa.
Selain itu, ada juga yang menyatakan bahwa Makyong berasal dari tontonan orang Phatani atau Thailand, Klantan, Trenggano, Pulau Pinang dan Kedah.
Sedangkan Makyong bisa masuk ke Kepulauan Riau sebagai seni pertunjukan drama pada masa kekuasaan Sultan Sulaiman pada abad ke-18.
Melansir dari disbudpar.batam.go.id, cerita Makyong bertajuk istana sentris dengan berbagai macam cerita akhir yang sedih bahkan bahagia serta mengandung pesan moral kehidupan.
Pertunjukan Lama
Pertunjukan Makyong bisa berlangsung lebih dari satu malam. Dalam satu alur cerita bisa berjalan selama berhari-hari bahkan 15 sampai 44 malam sekaligus. Namun, dengan seiring modifikasi alur cerita, maka acara tersebut bisa berjalan selama 1 sampai 3 jam saja.
Lazimnya, pertunjukan ini berlangsung di lahan terbuka, dilengkapi dengan tenda dan setiap tiang diberikan seperti dedaunan kelapa. Tidak diketahui secara pasti maksud dan tujuan dari pemberian daunan kelapa tersebut.
Kemudian, Makyong juga diiringi dengan alat musik tradisinal seperti Nafiri, Gong, Gedombak, Gendang, Mong, dan Breng-Breng.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, setiap pertunjukan Makyong sendiri biasa dimainkan oleh 20 orang bahkan sampai 30 orang.
Penuh Pesan Moral
Dalam salah satu kisah Makyong berjudul Putri Siput Godang, mengisahkan di sebuah negeri yang besar terdapat seorang istri raja yang melahirkan siput. Kemudian raja merasa keberatan dengan anaknya tersebut dan membuangnya ke Teluk Tujuh Pantai Sembilan.
Kemudian hari, istri raja ingin makan siput, lalu raja menyuruh wak-wak untuk mencarikannya siput di teluk tersebut.
Sontak, mereka langsung melaporkan siput tersebut kepada raja dan membawanya ke istana. Saat sampai tujuan, kembali terdengar suara jeritan minta tolong dari dalam siput tersebut.
Raja pun menyuruh untuk membukanya dan semua terkejut, bahwa di dalamnya ada seorang putri yang cantik. Ia mengaku bahwa adalah siput yang dulu di buang oleh ayahnya sendiri.
Pesan moral dari pesan ini, dimana pun dan kapan pun kita tidak boleh menghina hewan apapun.