Menilik Sejarah De Express, Surat Kabar Perjuangan Politik Tiga Serangkai di Hindia Belanda
Surat Kabar yang berdiri pada tahun 1912 ini media perjuangan yang menyuarakan pemikiran politik yang dirancang oleh tokoh Tiga Serangkai.
Era pendudukan Belanda memicu banyak pihak melahirkan buah ide-ide pemikiran terkait politik. Pers adalah salah satu senjata utama dalam menyebarkan serta menyuarakan paham politik dan semangat nasionalisme. Salah satu surat kabar tersebut dikenal dengan sebutan De Express.
Harian De Express ini pertama kali terbit pada 1 Maret 1912 yang berisi pemikiran-pemikiran politik dan kebangsaan Tiga Serangkai yang terdiri dari E.F.E. Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Melalui surat kabar ini pula menjadi jembatan untuk menyebarkan ide-ide nasionalisme.
-
Siapa saja yang terlibat dalam pembentukan Indische Partij? Indische Partij didirikan pada tahun 1912 oleh sekelompok intelektual Hindia Belanda yang dipimpin oleh Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Soewardi Soerjaningrat.
-
Mengapa Indische Partij dibentuk? Adanya diskriminasi dan rasisme antara keturunan Belanda asli dengan orang Eropa campuran yang berasal dari hasil perkawinan antara orang Belanda dengan orang Indonesia merupakan hal yang mendasari pendirian Indische Partij ini.
-
Apa yang menjadi senjata utama untuk melawan Belanda di dalam surat kabar Waspada? Artikel dan tulisan yang dimuat di harian Waspada menjadi senjata utama untuk melawan Belanda.
-
Apa yang menjadi bukti perluasan kekuasaan Belanda di Sumatra Barat? Tak hanya menjadi saksi Perang Padri, Benteng de Kock juga menjadi bukti bahwa Belanda telah menduduki tanah Sumatra Barat yang meliputi Bukittinggi, Agam, dan Pasaman.
-
Siapa artis Indonesia yang kini tinggal di Belanda? Gracia Indri, seorang artis, kini tinggal di Belanda bersama suaminya.
Mengutip situs esi.kemdikbud.go.id, De Express menggunakan bahasa Belanda yang dibanderol seharga enam gulden bagi pelanggan dalam negeri dan tujuh setengah gulden bagi pelanggan luar negeri setiap empat bulan.
Menghimpun Dukungan Indo dan Pribumi
De Express yang dikepalai Douwes Dekker ini memiliki tujuan untuk mengumpulkan dukungan Indo dan Pribumi untuk mendirikan Indische Partij pada 5 Oktober 1912. Ciri khas dari De Express adalah penggunaan kata "Kaum Hindia" atau "Indonesier" yang menunjukkan kesetaraan kaum Indo dan Pribumi.
Dihimpun dari berbagai sumber, kata "Indonesier" dianggap tabu oleh pemerintah Belanda. Maka dari itu, De Express dimasukkan kategori surat kabar terlarang bagi pegawai negeri bahkan hingga perusahaan swasta melarang menerima pegawai yang membaca De Express.
Melalui surat kabar ini pula mampu menarik perhatian orang Indo dan kaum Pribumi yang berakhir setuju atau sepakat untuk masuk menjadi anggota dari Indische Partij. Masalah inilah yang menjadi momok bagi pemerintah kolonial saat itu.
De Express Semakin Berkembang
Surat kabar ini terus berkembang dan namanya semakin terkenal semenjak Ki Hajar Dewantara memuat artikel berjudul Als ik Een Nederlander Was yang artinya Andaikan Aku Seorang Belanda.
- Kisah Tari Cikeruhan yang Mampu “Hipnotis” Belanda, Jadi Media Pergaulan di Sumedang Tempo Dulu
- Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, Ini Sejarah dan Para Tokoh Penggagasnya
- Sejarah Indonesische Persbureau, Kantor Berita Indonesia Pertama yang Didirikan Bumiputera
- 4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Lengkap dengan Sejarah dan Kiprahnya
Tulisan Ki Hajar Dewantara ini memang bersifat menyindir kaum pemerintah Kolonial yang mengadakan peringatan 100 tahun pembebasan Belanda dari jajahan Prancis di tanah jajahannya sendiri.
Tulisan ini dimuat pada 13 Juni 1913 yang mengisi satu kolom penuh De Express. Dalam tulisan tersebut terdapat beberapa kalimat yang memicu kehebohan serta membuat kemarahan pejabat pemerintah Kolonial. Hal ini dianggap keterlaluan dan penuh ejekan kepada mereka.
Namun, De Express sempat tidak menggubris gertakan dari pemerintah Kolonial. Pada 28 Juli 1913 mereka memuat tulisan sanggahan dari Ki Hajar Dewantara dengan judul "Eeen voor Allen, Allen voor een" yang artinya satu untuk semua, semua untuk satu.
Diberedel Belanda
Keadaan semakin tidak terkendali, akhirnya pada 30 Juli 1913 polisi menangkap Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo. Mereka ditangkap atas tindakan menghasut dan meresahkan masyarakat.
Empat hari setelah peristiwa tersebut, sang kepala redaktur yaitu Douwes Dekker juga turut di tangkap polisi karena tidak melaksanakan peringatan pemerintah. Sebelumnya, ia sempat memuat tulisan jika Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo adalah seorang pahlawan.
Tiga Serangkai pun akhirnya diasingkan, Cipto Mangunkusumo ke Banda, Ki Hajar ke Pulau Bangka, dan Douwes Dekker ke Kupang. Namun, pengadilan memberi mereka pilihan untuk dibuang ke Belanda, lantas mereka pun memilih ke sana.
Redupnya De Express
Dibuangnya Tiga Serangkai ini membuat nasib De Express di ujung tanduk. Di masa pengasingannya Douwes Dekker masih kerap memuat tulisannya dan Tiga Serangkai masih termasuk dalam editor surat kabar.
Mereka sempat berusaha untuk konsisten menerbitkan surat kabar tersebut namun tidak berhasil. De Express pun akhirnya resmi tutup pada 22 Juli 1914.