Banyak Nyawa Melayang di India, Penyebabnya Baru Ketahuan
Pemerintah India telah berusaha mengatasi polusi udara sejak tahun 2017, namun upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang efektif.
Dalam sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan oleh "The Lancet Planetary Health", terungkap bahwa polusi udara telah berkontribusi pada jutaan kematian di India selama sepuluh tahun terakhir.
Penelitian ini menekankan pentingnya penerapan regulasi yang lebih ketat terkait kualitas udara. Studi tersebut mengeksplorasi hubungan antara partikel polusi udara berukuran kecil, yaitu PM2.5, dengan angka kematian di lebih dari 600 distrik di India dari tahun 2009 hingga 2019.
-
Kapan wisuda anggota Polri di Turki? Acara tersebut diselenggarakan pada 26 Juli 2023 waktu setempat.
-
Kapan Prabowo Subianto menghadiri Upacara HUT Polri? Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto hadir dalam upacara HUT Polri ke-78, Senin kemarin.
-
Apa yang terkenal dari Gunung Pulosari di zaman Hindu? Ketika itu Gunung Pulosari kesohor sebagai pusat pendidikan di zaman agama Hindu.
-
Mengapa Polwan itu membakar suaminya? Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mendorong Polda Jatim untuk segera melakukan investigasi karena dikhawatirkan Briptu FN mengalami depresi pasca persalinan alias baby blues. "Kami meminta Polda Jatim untuk memeriksa apakah ada kemungkinan tersangka mengalami Post Partum Depression yang berdampak pada tindakan keji di luar nalar," tutur Poengky saat dihubungi hari Senin (10/6).
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Apa yang dilakukan Prabowo Subianto dalam Upacara HUT Polri? Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto hadir dalam upacara HUT Polri ke-78, Senin kemarin.
Partikel PM2.5, yang memiliki diameter kurang dari 2,5 mikrometer, dapat masuk ke dalam paru-paru dan aliran darah, sehingga meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan yang serius.
Penulis utama penelitian, Petter Ljungman dari Karolinska Institutet, Swedia, menyatakan, "Kami menemukan bahwa setiap peningkatan konsentrasi PM2.5 sebesar 10 mikrogram per meter kubik menyebabkan peningkatan kematian sebesar 8,6 persen," seperti yang dilaporkan oleh Indpendent pada Minggu (15/12).
Temuan dari studi ini menunjukkan bahwa sekitar 3,8 juta kematian antara tahun 2009 dan 2019 dapat dihubungkan dengan tingkat polusi yang melebihi pedoman kualitas udara nasional India, yang ditetapkan sebesar 40 mikrogram per meter kubik.
Ghaziabad, yang terletak di negara bagian Uttar Pradesh, serta ibu kota nasional New Delhi, mencatat tingkat paparan tertinggi pada tahun 2016, dengan konsentrasi PM2.5 mencapai 119 mikrogram per meter kubik.
Lebih mengkhawatirkan lagi, jika menggunakan pedoman kualitas udara yang direkomendasikan oleh WHO, yaitu 5 mikrogram per meter kubik, jumlah kematian yang terkait dengan polusi udara di India melonjak menjadi 16,6 juta selama periode yang sama.
- India Tutup Sekolah Setelah Polusi Udara Semakin Parah dan Membahayakan Masyarakat
- 2 Negara Asia Ini Dibekap Kabut Beracun Akibat Polusi Udara
- Ini Dia Tiga Senjata Pemerintah Hadapi Ancaman Krisis Pangan di Masa Depan
- Perubahan Iklim Ancam Penduduk Dunia, Pemerintah Antisipasi dengan Menanam Pohon & Perbaiki Lingkungan
Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dampak polusi udara terhadap kesehatan masyarakat dan perlunya tindakan segera untuk mengatasi masalah ini.
Penduduk India tinggal di tengah-tengah polusi
Studi ini memberikan peringatan bahwa seluruh penduduk India, yang berjumlah sekitar 1,4 miliar orang, tinggal di daerah dengan kadar PM2.5 yang melebihi pedoman WHO sepanjang tahun. Hal ini berdampak signifikan terhadap kesehatan masyarakat.
"Pedoman saat ini di India tidak cukup untuk melindungi kesehatan masyarakat. Regulasi yang lebih ketat dan langkah-langkah pengurangan emisi sangat mendesak untuk dilakukan," ungkap Ljungman.
Meskipun pemerintah India telah meluncurkan program nasional pengendalian polusi udara pada tahun 2017, studi ini menemukan bahwa konsentrasi PM2.5 terus meningkat di banyak wilayah, menunjukkan bahwa upaya yang ada belum memberikan hasil yang memuaskan.
Para peneliti menekankan, "Hasil kami menunjukkan bahwa estimasi sebelumnya terkait beban penyakit akibat paparan PM2.5 di India sangat diremehkan." Penelitian ini dianggap sebagai evaluasi paling akurat mengenai dampak kesehatan akibat polusi udara di India.
Dengan memanfaatkan data paparan yang komprehensif dan data mortalitas nasional, studi ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi kebijakan kualitas udara yang lebih baik, baik di tingkat nasional maupun internasional.
"Studi ini memberikan bukti kuat yang bisa digunakan untuk menciptakan kebijakan yang lebih baik guna melindungi kesehatan masyarakat dari ancaman polusi udara," tutup Ljungman.