Seorang Guru Komputer Buatkan Jari Tangan Robot Muridnya, Alasannya Bikin Terharu
Namanya Sergio Peralta. Sejak kecil, ia mendambakan bermain tangkap-tangkapan bola bersama teman-temannya. Berlari-lari dan berkejar-kejaran. Namun kenyataannya tidak demikian. Jari-jari tangan kanannya tak kunjung berkembang sempurna saat dirinya lahir.
Namanya Sergio Peralta. Sejak kecil, pria asal Amerika Serikat (AS) itu mendambakan bermain tangkap-tangkapan bola bersama teman-temannya. Berlari-lari dan berkejar-kejaran. Namun kenyataannya tidak demikian. Jari-jari tangan kanannya tak kunjung berkembang sempurna saat dirinya lahir.
Praktis, ia belajar melakukan aktivitas sehari-hari seperti menulis, makan, membawa buku hanya dengan tangan kirinya. Ia sudah pasrah. Menjalani hidupnya di usia 15 tahun dengan penuh syukur dan menerima.
-
Apa yang dilakukan robot ini? Selain mengemudikan robot, implan otak dapat membantunya menghindari rintangan, melacak target, dan mengatur penggunaan lengannya untuk menggenggam sesuatu.
-
Bagaimana robot gajah itu bergerak? Meskipun hanya merupakan replika mekanis, Mechanical El mampu menampilkan gerakan yang menyerupai gerakan gajah sungguhan, mulai dari langkah-langkah lamban hingga gerakan kepala yang realistis.
-
Bagaimana robot ini dikendalikan? Sel induk yang ditakdirkan untuk menjadi bagian dari otak manusia digunakan untuk mengembangkan robot ini.
-
Bagaimana robot itu 'bunuh diri'? Penduduk setempat bahkan mengatakan robot itu melompat ke bawah. Meskipun alasan perilaku robot tidak diketahui, hal ini sedang diselidiki.
-
Bagaimana monyet tersebut mengendalikan lengan robot? Melalui teknologi ini, seekor monyet berhasil mengendalikan lengan robot hanya dengan menggunakan pemikirannya.
-
Apa yang dilakukan monyet dengan lengan robot? Video demonstrasi menampilkan monyet tersebut dengan mahir menggunakan antarmuka untuk menggerakkan lengan robot dan meraih stroberi.
Tetapi setelah Sergio mendaftar di sekolah menengah baru pada Agustus lalu ada secercah harapan. Mahasiswa teknik di sana membuatkan tangan prostetik untuknya. Kini, Sergio tidak hanya bisa melempar bola tapi juga bisa membawa botol air, gelas, dan makanan dengan tangan kanannya.
"Saya mulai merasa lebih bahagia, lebih bersemangat. Saya ingin melakukan banyak hal dengan tangan kanan ini. Sekarang saya bisa berbuat lebih banyak lagi," kata Sergio kepada The Washington Post, Senin (13/2).
Rasa minder terhadap kekurangannya tak bisa Sergio tutupi. Sejak ia kecil, teman-teman sekelasnya kerap menanyakan tentang tangannya. Tak jarang, beberapa orang membully dirinya. Maka, ketika ia menginjak bangku SMA di Hendersonville, dia selalu menyembunyikan tangan kanannya di lengan bajunya.
Beberapa minggu memasuki tahun ajaran, guru ilmu komputer Jeff Wilkins melihat Sergio adalah satu-satunya siswa yang memindahkan mouse ke sisi kiri keyboardnya. Dia kemudian melihat Sergio tidak memiliki tangan kanan. Wilkins pun menanyakan kepada Sergio kenapa tak mencoba tangan prostetik? Sergio menjawab tidak pernah mencoba prostetik karena ia merasa nyaman menggunakan tangan kirinya untuk sebagian besar aktivitasnya.
Gayung bersambut, kebetulan Wilkins telah memulai program teknik di Hendersonville pada 2018 sehingga mahasiswa dapat mengambil proyek untuk meningkatkan komunitas mereka. Dia mencoba membuat kursi roda untuk siswa yang lumpuh di Indiana sekitar 2010, tetapi dia mengatakan tidak memiliki peralatan dan keterampilan untuk menyelesaikannya. Dia masih menyesali itu.
Setelah mengetahui tentang tangan Sergio, Wilkins teringat akan video yang pernah dilihatnya bertahun-tahun sebelumnya dari Enabling the Future, sebuah kelompok sukarelawan yang membuat tangan palsu dengan cetakan 3D.
Wilkins pun mencoba mendekati Sergio dan orang tuanya. Berdialog agar Sergio mau mencoba tangan prostetik. Singkat cerita, mereka menyatakan minatnya. Pada awal November, Wilkins diam-diam menugaskan tiga muridnya ke proyek tersebut. Mereka membeli peralatan pencetakan 3D di Amazon dan menemukan gambar model tangan prostetik pada perangkat lunak desain.
"Saya memang tidak ingin terlalu memberikan harapan," kata Wilkins.
Kemudian, setelah mendapatkan alat-alat tersebut, mereka menggunakan asam polilaktat, bahan filamen plastik umum dalam pencetakan 3D yang juga digunakan untuk membuat perangkat elektronik, sebagai bahan utama tangan.
Lalu, mereka menggunakan poliuretan termoplastik, plastik elastis yang biasa ditemukan di casing ponsel dan laptop, sehingga jari bisa melenturkan dan meremas benda. Mereka menambahkan tali pancing dan Velcro sehingga Sergio dapat dengan mudah mengikat tangan ke lengan bawahnya.
Kelompok itu melakukannya sambil merahasiakan kemajuan mereka. Mereka mengukur tangan teman sekelas untuk mengukur kecocokan ideal Sergio. Setelah bekerja selama sekitar satu minggu, para siswa menggunakan printer 3D LulzBot sekolah untuk membuat prototipe.
Sergio pun dibuat tercengang. Kemudian Wilkins melemparkan bola karet kuning kepadanya. Sementara Peralta gagal menangkap beberapa lemparan pertama, para siswa berteriak kegirangan saat dia akhirnya berhasil menangkap bola.
"Saya sangat bersemangat," kata Sergio.
Leslie Jaramillo, seorang siswa senior di sana yang juga ikut membantu membuat tangan prostetik, mengatakan dia sejujurnya tidak mengharapkan proyek kelas ini untuk mengubah kehidupan siswa lainnya. Namun ia telah ditunjukkan betapa ilmu pengetahuan dapat membantu masyarakat.
"Ini menunjukkan kepada saya cara berbeda untuk membantu masyarakat. Bahkan dengan menggunakan keterampilan yang saya pelajari di sekolah," kata Jaramillo.
Pada minggu-minggu berikutnya, Sergi bersama Jaramillo serta mahasiswa teknik lainnya mulai meng-upgrade tiga model tangan.
"Sangat menyenangkan melihat Sergio menjadi bagian dari dirinya sekarang. Saya ingin mengajari murid-murid saya bahwa produk tidak harus menghasilkan uang. Itu bisa tentang membuat orang lain memiliki kehidupan yang lebih bermanfaat," kata Wilkins.
(mdk/faz)