Profil Najib Razak, Mantan Perdana Menteri Malaysia Terseret Mega Korupsi dan Terancam Hukuman Berat
Kisah Najib Razak dari posisi tertinggi dalam pemerintahan hingga terjerat kasus hukum akibat skandal 1MDB, jadi salah satu kasus korupsi terbesar di Malaysia.
Nama Dato' Sri Najib Razak pernah menjadi ikon dalam dunia politik Malaysia. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri mulai tahun 2009, meneruskan jejak keluarganya yang telah lama berkecimpung dalam politik.
Dalam periode kepemimpinannya, Najib dikenal dengan berbagai kebijakan yang berfokus pada transformasi ekonomi dan pengembangan infrastruktur. Namun, seiring berjalannya waktu, citranya mulai merosot akibat munculnya dugaan skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Skandal ini tidak hanya mengguncang politik domestik, tetapi juga menarik perhatian internasional.
- Malaysia Tetapkan Istri Mantan PM Najib Razak Bebas dari Dakwaan Korupsi
- Kejati NTB Supervisi Penanganan Dugaan Korupsi Dana Hibah KONI Mataram
- Kejagung Periksa 6 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah Rugikan Negara Rp271 T
- Malaysia Potong Masa Tahanan Mantan PM Najib Razak dari 12 Jadi 6 Tahun Penjara karena Alasan Ini
Pada Juli 2015, media internasional mulai mengungkap dugaan penyalahgunaan dana yang terjadi di lembaga investasi negara, 1MDB. Dalam waktu singkat, Najib dihadapkan pada berbagai tuduhan serius, seperti korupsi dan pencucian uang.
Kasus hukum yang melibatkan Najib kini dianggap sebagai salah satu skandal korupsi terbesar di Asia, dengan nilai dana yang terlibat mencapai ratusan juta dolar AS. Tahun 2018 menandai titik balik dalam karier politik Najib, di mana ia mengalami kekalahan dalam Pemilu Malaysia, yang menandai akhir dari dekade kepemimpinannya.
Namun, kekalahan tersebut hanya awal dari serangkaian tuduhan hukum yang harus dihadapinya. Pada tahun yang sama, Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur menjatuhkan vonis kepada Najib terkait penyalahgunaan kekuasaan dan pencucian uang yang berkaitan dengan skandal 1MDB. Lantas, bagaimana sebenarnya profil mantan Perdana Menteri Malaysia ini?
Awal Mula Karier Najib Razak dalam Politik
Najib Razak memulai karier politiknya pada usia 23 tahun ketika ia menggantikan ayahnya di Parlemen Malaysia pada tahun 1976. Sebagai anggota parlemen termuda pada saat itu, Najib berhasil membangun fondasi politik yang kuat di daerah pemilihan Pekan, Pahang. Ia juga diangkat menjadi Ketua Pemuda UMNO Cabang Pekan, yang semakin mengokohkan posisinya dalam organisasi tersebut.
Selama dekade 1980-an, Najib secara bertahap menduduki sejumlah posisi penting dalam kabinet Malaysia, termasuk sebagai Menteri Besar Pahang serta berbagai jabatan di kementerian pertahanan, pendidikan, dan keuangan. Pada tahun 2009, ia mencapai puncak kariernya dengan dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia. Selama masa jabatannya, Najib dikenal luas karena program-program pembangunan dan transformasi ekonomi yang diluncurkannya.
Namun, di balik kesuksesan yang diraihnya, muncul berita mengejutkan terkait keterlibatannya dalam skandal 1MDB. Pada tahun 2015, Wall Street Journal melaporkan adanya aliran dana dari negara ke rekening pribadi Najib. "Skandal ini mengejutkan banyak pihak, mengingat posisi Najib sebagai pemimpin tertinggi," tulis Wall Street Journal.
Berita ini menimbulkan banyak pertanyaan dan kritik dari masyarakat, serta memicu penyelidikan yang lebih mendalam terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Keterlibatan Najib dalam skandal ini menjadi sorotan internasional dan menimbulkan dampak besar bagi reputasi politiknya serta stabilitas pemerintahan Malaysia.
Pengungkapan Skandal 1MDB dan Tuduhan Hukum
Pada bulan Juli 2015, muncul tuduhan resmi mengenai dana 1MDB yang diduga telah mengalir ke rekening pribadi Najib. Laporan-laporan investigatif mengungkapkan bahwa sejumlah besar dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan negara telah disalahgunakan. Najib membantah semua tuduhan tersebut, menyatakan bahwa dana itu adalah sumbangan politik.
Meskipun begitu, bukti-bukti yang terkumpul selama penyelidikan semakin memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan dana. Pada tanggal 3 Juli 2018, Najib ditangkap oleh petugas anti-korupsi di kediamannya. Peristiwa ini menandai awal dari proses hukum yang membawanya ke pengadilan.
Setelah melalui rangkaian proses yang panjang, Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur akhirnya menjatuhkan vonis bersalah terhadap Najib pada 28 Juli 2020. Ia dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun yang meliputi berbagai tuduhan, seperti korupsi, pencucian uang, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Selain itu, penggeledahan yang dilakukan oleh kepolisian di beberapa properti milik Najib berhasil mengungkap barang-barang mewah yang mencengangkan, termasuk 284 kotak tas desainer dan 72 koper yang berisi uang dalam berbagai mata uang. Komisaris Kepolisian Malaysia menyebutkan bahwa penyitaan tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah negara.
Akhir Karier Politik dan Proses Hukum yang Berkelanjutan
Setelah mengalami kekalahan dalam Pemilu 2018, Najib menegaskan bahwa ia tidak akan menghalangi proses transisi kekuasaan kepada Mahathir Mohamad. Pada tanggal 12 Mei 2018, Najib berencana untuk meninggalkan Malaysia bersama istrinya, Rosmah Mansor, namun rencananya terhalang oleh Departemen Imigrasi yang bertindak berdasarkan perintah Mahathir.
Pemerintahan baru Malaysia yang dipimpin oleh koalisi Pakatan Harapan segera mengambil langkah untuk menghidupkan kembali penyelidikan terkait skandal 1MDB. Pada 16 Mei 2018, pihak berwenang melakukan penggeledahan terhadap properti-properti yang berkaitan dengan Najib, dan mereka berhasil menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai, perhiasan, serta barang-barang mewah lainnya. Penyitaan ini mengungkapkan besarnya skandal yang telah menguras miliaran ringgit dari dana negara.
Najib Razak Hadapi Sidang Pembelaan Diri atas 25 Tuduhan Korupsi dan Pencucian Uang di Kasus 1MDB
Najib Razak saat ini sedang menghadapi proses persidangan untuk membela diri terkait tuduhan korupsi yang sangat besar, yang telah mengguncang Malaysia dan menarik perhatian dunia internasional. Kasus ini berhubungan dengan dugaan penyalahgunaan dana dari lembaga investasi 1Malaysia Development Berhad (1MDB), yang melibatkan jumlah yang sangat besar, yaitu 2,3 miliar ringgit atau sekitar Rp8,2 triliun.
Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur telah memutuskan agar Najib membela dirinya setelah jaksa dapat menunjukkan bukti yang cukup kuat. Hakim Collin Lawrence Sequerah menyatakan bahwa "kasus ini prima facie," yang menunjukkan bahwa semua tuduhan tersebut memiliki dasar hukum yang kuat.
Najib dijadwalkan untuk menjalani proses pembelaan yang cukup panjang, dengan persidangan yang direncanakan berlangsung selama 97 hari, dimulai dari 2 Desember 2024 hingga 7 November 2025. Kasus ini menambah daftar dakwaan terhadap Najib, yang sebelumnya juga telah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dalam kasus korupsi lain yang berkaitan dengan 1MDB pada tahun 2022. Dalam sidang ini, Najib, melalui tim pengacaranya, menyatakan kekecewaannya terhadap putusan hakim, tetapi tetap berkomitmen untuk melakukan pembelaan secara menyeluruh.
Permohonan Maaf dan Pembelaan Najib Razak
Pada tanggal 24 Oktober 2024, Najib Razak, melalui anaknya Mohd Nizar Najib, mengungkapkan permintaan maaf yang jarang terjadi. Dalam pernyataannya, ia menunjukkan rasa sedihnya terkait skandal 1MDB, yang terjadi di bawah kepemimpinannya sebagai Menteri Keuangan dan Perdana Menteri.
"Saya sedih mengetahui bencana 1MDB terjadi di bawah pengawasan saya sebagai Menteri Keuangan dan Perdana Menteri. Untuk itu, saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada rakyat Malaysia," ungkap Najib. Meskipun demikian, ia tetap menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya tindakan ilegal yang berkaitan dengan dana tersebut dan merasa telah disesatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Apabila terbukti bersalah, Najib dapat menghadapi hukuman penjara hingga 20 tahun untuk setiap tuduhan penyalahgunaan jabatan, serta denda maksimal lima kali lipat dari jumlah dana yang diselewengkan.
Selain itu, untuk dakwaan pencucian uang, ia terancam hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimum sebesar 5 juta ringgit. Sidang ini diperkirakan akan menarik perhatian publik yang besar, mengingat jumlah dana yang terlibat sangat signifikan dan dampaknya terhadap kredibilitas pemerintahan sebelumnya.