Sebut Suara Azan Mengganggu, Menteri Israel ini Perintahkan Polisi Sita Penggeras Suara di Semua Masjid
Ben-Gvir, seorang tokoh politik yang berhaluan kanan, terkenal karena sikapnya yang kontroversial dan provokatif.
Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, memberikan instruksi kepada kepolisian untuk menyita pengeras suara dari masjid dan mengenakan denda. Dia menganggap suara yang dihasilkan terlalu mengganggu.
Upaya untuk mengurangi volume pengeras suara di masjid telah dilakukan oleh anggota parlemen dan aktivis sayap kanan selama bertahun-tahun. Banyak warga Yahudi di Yerusalem Timur dan daerah lain di Israel sering mengeluhkan kebisingan yang dianggap mengganggu, terutama ketika suara azan membangunkan mereka pada malam hari.
- Sosok Politikus Israel Keras Sebut Benjamin Netanyahu Pembunuh Berantai di Sidang Parlemen, Lahir dari Keluarga Muslim
- Tampang Tentara Israel yang Menyerbu & Menghancurkan Masjid di Gaza, Sosok Antitoleransi Sesungguhnya
- Kebrutalan Tentara Israel Bikin Murka, Bergembira Ingin Ledakkan Bom di Masjid Gaza 'Tidak Ada Lagi Salat Jumat'
- Kekejaman Israel, 3 Bulan Agresi Hancurkan Lebih dari 1.000 Masjid dan Puluhan Kuburan di Gaza
"Hukum memberikan opsi untuk menyita sistem audio di masjid. Ini adalah alat yang efektif untuk pencegahan. Begitu kita menggunakan alat ini, efeknya akan terasa di kalangan komunitas muslim ... Pada akhirnya, kita perlu melihat hasilnya di lapangan," demikian tulis Ben-Gvir dalam surat yang dipublikasikan kepada para komandan polisi, Sabtu (30/11/2024).
Ia juga mengungkapkan niatnya untuk mengusulkan rancangan undang-undang yang akan meningkatkan denda bagi masjid yang dianggap terus mengganggu ketertiban.
Para wali kota dari kota-kota Arab di Israel menyatakan kepada Channel 12 bahwa mereka melihat langkah ini sebagai "provokasi baru dari Ben-Gvir" terhadap komunitas Arab dan muslim, yang dapat memicu kekacauan dan kerusuhan. Organisasi Abraham Initiatives, yang berfokus pada kesetaraan dan kerjasama antara Yahudi dan Arab Israel, menilai tindakan ini sebagai indikasi lain dari usaha Ben-Gvir untuk mempolitisasi kepolisian.
"Ketika organisasi kriminal dibiarkan bebas, Menteri Ben-Gvir malah terus menjadikan polisi sebagai alat politik untuk menambah ketegangan, kekacauan, dan kebencian. Laporan ini menunjukkan bahwa di bawah kepemimpinan Ben-Gvir, satu-satunya pihak yang merasa aman adalah keluarga kriminal, sementara warga sipil justru menjadi sasaran," ungkap organisasi tersebut, seperti dilansir The Times of Israel, Senin (2/12).
Pernyataan ini merujuk pada tingginya angka pembunuhan terkait kejahatan di kalangan warga Arab dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut data yang dirilis oleh organisasi tersebut, hingga Minggu (1/12), tercatat 218 orang Arab telah dibunuh tahun ini, jumlah yang sama seperti periode yang sama tahun lalu. Ketua Partai Islam Arab Ra'am, Mansour Abbas, mendesak anggota pemerintah yang berwenang untuk menghentikan Ben-Gvir, yang dianggapnya sebagai provokator perang agama, agar tidak melanjutkan tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan.
Dalam sebuah unggahan di platform media sosial X, Abbas menambahkan bahwa setelah Ben-Gvir gagal memicu kekerasan di kompleks Masjid Al-Aqsa, kini ia berusaha menumbuhkan ketegangan di masjid-masjid. Ahmad Tibi, anggota Knesset dari Hadash-Ta'al, menuduh Ben-Gvir memanfaatkan konflik di Jalur Gaza untuk memicu lebih banyak kekerasan dan memperburuk penindasan terhadap masyarakat Arab.
"Netanyahu harus bertanggung jawab atas ketegangan yang ditimbulkan oleh menteri yang justru memperburuk keadaan ini," tegas Tibi.
Pembelaan Ben-Gvir
Kepada Channel 12, Ben-Gvir menyatakan kebanggaannya dalam meneruskan kebijakan untuk mengurangi kebisingan yang berlebihan dari masjid dan sumber lain yang dianggap mengganggu kenyamanan hidup penduduk Israel.
"Dalam diskusi kami, terungkap bahwa kebanyakan negara Barat, bahkan beberapa negara Arab, membatasi kebisingan dan memiliki banyak undang-undang yang mengaturnya. Sementara itu, hal ini diabaikan di Israel," menurut pernyataan dari kantor Ben-Gvir.
Ben-Gvir menegaskan bahwa meskipun salat adalah hak asasi, hal itu tidak boleh mengorbankan kenyamanan hidup warga yang terganggu oleh kebisingan yang tidak tertahankan.
"Masalah ini telah lama diabaikan dan sekarang menteri, bersama Menteri Perlindungan Lingkungan Idit Silman, bekerja keras untuk memperbaikinya demi kebaikan semua warga, baik Arab maupun Yahudi," katanya.
Ini bukan kali pertama Ben-Gvir menyoroti masalah azan. Pada tahun 2013, sebelum menjabat sebagai menteri, ia bersama sekelompok aktivis sayap kanan membangunkan warga di Ramat Aviv, Tel Aviv, dengan pengeras suara yang menyiarkan azan sebagai bentuk protes untuk menunjukkan dampak kebisingan tersebut.
Rancangan Undang-Undang Knesset yang dikenal sebagai Undang-Undang Muezzin, yang bertujuan membatasi penggunaan pengeras suara untuk keperluan agama, berhasil melewati tahap awal pada Maret 2017, namun tidak dilanjutkan.
Para penentang undang-undang ini berargumen bahwa langkah tersebut secara tidak adil menargetkan masjid. Kritikus lainnya menilai bahwa undang-undang ini berlebihan, karena masalah kebisingan dapat diselesaikan dengan regulasi polusi kebisingan yang sudah ada.
Namun, para pendukung undang-undang tersebut berpendapat bahwa kepolisian tidak menegakkan aturan yang ada, sehingga diperlukan undang-undang yang lebih spesifik.