5 Kritik Indef soal buruknya penggunaan anggaran negara
Indef: Tanpa adanya terobosan mendasar, dikhawatirkan kita (Indonesia) akan jalan di tempat.
Kemarin, pemerintah diwakili Menteri Keuangan Chatib Basri menyampaikan draft Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2014 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejumlah komposisi anggaran mengalami perubahan. Pemerintah juga mengubah semua asumsi makroekonomi.
Diantaranya, pertumbuhan ekonomi dipangkas dari 5,8 persen menjadi 5,5 persen, inflasi dipatok 5,3 persen dari sebelumnya 5,5 persen.
-
Apa yang menjadi tujuan utama dari penerapan APBN? Sebagai salah satu unsur penting dalam perekonomian negara, tentu APBN diadakan dengan fungsi dan tujuan yang jelas.
-
Bagaimana Indef menilai anggaran yang direncanakan Prabowo untuk pembangunan IKN? Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto menyebut dari pandangan politik Prabowo memiliki komitmen untuk melanjutkan pembangunan IKN dan tidak membiarkan proyek tersebut mangkrak. Tetapi, secara realistis anggaran yang digelontorkan untuk melanjutkan proyek tersebut tidak cukup.
-
Apa itu ANBK? ANBK adalah Asesmen Nasional Berbasis Komputer, program yang dirancang untuk menilai mutu tiap satuan pendidikan seperti Sekolah, Madrasah atau kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah.
-
Bagaimana ANBK dilakukan? Pelaksanaan AN menggunakan sistem berbasis komputer, sehingga disingkat dengan ANBK yang menggunakan moda tes dengan pilihan moda daring (online) ataupun semi daring (semi online) sesuai dengan ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah atau daerah masing-masing.
-
Kenapa ANBK dilakukan? Pemerintah Indonesia melakukan perbaikan dan evaluasi pendidikan dengan cara pemetaan mutu melalui program asesmen nasional (AN).
-
Apa perubahan penampilan yang dilakukan Indah Permatasari? Indah Permatasari, yang biasanya bergaya dengan rambut panjang, kini tampil beda dengan potongan rambut baru.
Kemudian, nilai tukar ditetapkan Rp 11.700 per USD, naik dari sebelumnya Rp 10.500 per USD, Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan di patok 6 persen dari 5,5 persen.
Lifting minyak diusulkan 818.000 barel per hari turun dari 870.000 bph, lifting gas juga diturunkan menjadi 1,22 juta barel setara minyak per hari dari awalnya 1,24 juta barel setara minyak per hari.
Untuk komposisi anggaran, pemerintah mengurangi target penerimaan pajak sebesar Rp 48,3 triliun dari Rp 1.280 triliun menjadi Rp 1.230 triliun. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga anjlok Rp 22,1 triliun dari 38,5 triliun menjadi Rp 36,3 triliun lantaran sejumlah BUMN dan Freeport tak menyetor dividen. Total penerimaan negara dalam draft APBN-P 2014 berkurang Rp 70,4 triliun.
Dari sisi belanja negara, belanja subsidi energi justru diperbesar oleh pemerintah. Dalam rancangan APBN-P 2014, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ditambah Rp 65 triliun menjadi Rp 285 triliun. Subsidi listrik turut membengkak Rp 35,7 triliun menjadi Rp 107 triliun.
Pemerintah memangkas anggaran belanja besar-besaran, mencapai Rp 100 triliun. Hampir semua dana di kementerian/lembaga disunat, kecuali Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kebijakan itu tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Langkah-Langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014.
Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengaku bakal memprioritaskan pemangkasan anggaran belanja tidak produktif, semisal pembangunan gedung dan pengadaan kendaraan dinas. Langkah ini diperlukan supaya postur APBN 2014 harus dijaga tetap sehat dan produktif.
"Pembangunan gedung pemerintahan di KL dan penyediaan kendaraan dinas, saya minta untuk dihilangkan tahun 2014 ini. Tidak ada lagi pos pembangunan gedung dan pos kendaraan dinas, dan renovasi kantor dan lain sebagainya. Itu bisa menghemat 10 persen dari pada seluruh anggaran pembangunan," kata Chairul.
Menteri Keuangan Chatib Basri membenarkan pemangkasan anggaran mencapai Rp 100 triliun menimpa 86 kementerian/lembaga (K/L) tahun ini. Itu dilakukan lantaran deviasi kurs, serta turunnya pendapatan negara, sehingga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 harus dijaga di level 2,5 persen.
Menkeu meminta K/L menerima keputusan itu. Bila APBN 2014 tidak disesuaikan, Kementerian Keuangan khawatir defisit anggaran bisa melampaui 3 persen di akhir 2014. Itu artinya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewariskan masalah kepada presiden baru.
"Kalau mau mikirin pemerintahan sekarang tinggal 5 bulan, ya enggak usah dipotong. Cuma bebannya nanti akan muncul di 3 bulan terakhir. Saya lebih kasihan sama Republik Indonesia. Karena kalau nanti tidak dipotong, terus defisit anggarannya melampaui (3 persen) itu mungkin di pemerintahan baru. Masa mereka melanggar UU," kata Chatib.
Terlepas dari itu, pengelolaan dan penggunaan anggaran negara dalam APBN kembali dikritik. Kali ini oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Pemerintah dinilai tak punya terobosan dalam pengelolaan dan alokasi anggaran negara.
"Tanpa adanya terobosan mendasar, dikhawatirkan kita (Indonesia) akan jalan di tempat," tegas Direktur Indef Fadhil Hasan, kemarin.
Merdeka.com mencatat kritik Indef atas pengelolaan dan penggunaan anggaran negara. Berikut paparannya.
Anggaran negara tak dinikmati rakyat
Dalam 5 tahun ke belakang, 50 persen dana APBN habis hanya untuk subsidi dan belanja pegawai atau PNS. Rinciannya, 30 persen untuk subsidi dan 20 persen untuk belanja PNS.
Secara harafiah, subsidi diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu. Namun pada kenyataannya justru sebaliknya. Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Mohammad Reza Haifz menyebut alokasi subsidi juga dirasa tidak membantu masyarakat. Mayoritas anggaran subsidi habis untuk energi seperti BBM dan listrik.
"Ini yang menikmati golongan yang sudah mampu. Sedangkan subsidi pangan tidak sampai 20 persen (dari anggaran subsidi) dan cenderung menurun. Pupuk dan benih harus dikonsentrasikan," ucap Reza dalam diskusi dwi bulanan Indef di Jakarta, Selasa (20/5).
Tak berdampak tekan kemiskinan
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan mengatakan pemerintah ke depannya harus mempunyai terobosan baru dalam alokasi anggaran.
Salah satunya dalam program pengentasan kemiskinan. Besarnya anggaran tidak berkorelasi dengan turunnya angka kemiskinan.
"Pengentasan kemiskinan tidak berjalan efektif, belanja meningkat tapi penurunan orang miskin lambat," katanya.
Anggaran untuk PNS terus membengkak
Alokasi belanja pegawai dalam APBN terus meningkat setiap tahun. Sayangnya, itu masih berbanding terbalik dengan pelayanan birokrasi yang secara keseluruhan masih buruk.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, di Jakarta, Selasa (20/5).
"Gaji pegawai atau PNS pada 2014 naik lagi dari tahun kemarin yang hanya 19,5 persen sekarang 22 persen. Tapi kesejahteraan PNS tidak berubah," ucap Enny.
Curiga ada penyimpangan dana pensiun PNS
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartaty mencurigai ada permainan di balik alokasi dana pensiun bagi pegawai negeri sipil (PNS). Sebab, selama ini tidak pernah ada data wujud transparansi pengeluaran dana pensiun PNS setiap tahunnya.
Tidak hanya itu, Enny juga mencurigai penempatan dana pensiun PNS dengan total hampir Rp 40 triliun.
"Jangankan investasi, deposito saja pasti ada peningkatan jumlah. Mestinya anggaran pensiun tidak meningkat terus karena ada tambahan itu. Karena tidak ada transparansi kan kita jadi menduga-duga dan mencurigai," ucap Enny di Jakarta, Selasa (20/5).
Subsidi bebani anggaran negara
Alokasi anggaran subsidi BBM dinilai sangat mengganggu dan membebani keuangan negara. Tiap tahun pemerintah selalu dipusingkan dengan membengkaknya anggaran subsidi, sehingga selalu ada tambahan anggaran subsidi dalam revisi APBN 2014.
Dalam rancangan APBN-P 2014, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ditambah Rp 65 triliun menjadi Rp 285 triliun. Subsidi listrik turut membengkak Rp 35,7 triliun menjadi Rp 107 triliun.
(mdk/noe)