Bahan baku pembuatan senjata masih andalkan impor
Kebutuhan investasi yang besar serta pasar yang sedikit membuat perusahaan berpikir dua kali untuk investasi bahan baku.
PT Pindad membuktikan bahwa Indonesia sudah bisa memproduksi atau merakit senjata untuk tentara. Namun ternyata material pembuat senjata, semisal baja, masih harus diimpor dari Korea.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Pindad, Wahyu Utomo mengatakan, material yang produksi Indonesia masih belum secanggih material impor. Material dalam negeri disebut cepat panas jika dibuat senjata.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa menantu Panglima TNI? Kini Jadi Menantu Panglima TNI, Intip Deretan Potret Cantik Natasya Regina Ini potret cantik Natasya Regina, menantu panglima TNI.
-
Apa saja alutsista baru yang diterima TNI AU untuk menambah kekuatan pertahanan? TNI AU telah menerima alutsista baru sebanyak delapan unit Helikopter H225M, lima unit pesawat angkut C-130 J Super Hercules buatan Lockheed Martin, lima unit pesawat jenis NC-212i buatan PT Pindad Indonesia (PTDI), delapan unit drone tempur CH-4 buatan China, serta Radar RAT-31 DL/M.
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Bagaimana anggota TNI itu ditemukan? Anggota TNI dari kesatuan POM AD III/Siliwangi itu pertama kali ditemukan tergeletak berlumuran darah oleh warga di halaman bengkel mobil, Jalan Pangkalan 5, Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jumat (29/3) sekira pukul 03.30 WIB.
"Kemampuan material laras dan senjata masih impor. Sekarang Krakatau Steel baru mulai mengembangkan," ucap Wahyu ketika ditemui di Monas, Jakarta, Jumat (4/10).
Saat ini, Wahyu mengakui, perusahaan dalam negeri masih malas mengembangkan material ini. Kebutuhan investasi yang besar serta pasar yang sedikit membuat perusahaan berpikir dua kali untuk investasi.
"Terkait dengan ekonomis. Kalau mau investasi duit harus balik dan investasi cukup mahal. Sekarang kita impor dari Korea," katanya.
Material yang diimpor ternyata juga bukan hanya material senjata saja. Material pertahanan di Indonesia rata rata masih di impor. Selain itu, teleskop untuk senjata juga masih harus impor karena tidak ada yang mengembangkan di Indonesia.
"Material kapal juga masih impor. Teleskop juga masih minim. Mau ngembangin skala ekonomis repot. Investasi Rp 100 miliar dan dibeli berapa sih," tutupnya.
(mdk/noe)