Bank Indonesia Jelaskan Kenapa Dolar AS Begitu Kuat dan Buat Kurs Rupiah Anjlok
Ketidakpastian ekonomi global membuat masyarakat melakukan langkah masif yang makin memperburuk keadaan.
Ketidakpastian ekonomi global membuat masyarakat melakukan langkah masif yang makin memperburuk keadaan.
- Kurs Rupiah Anjlok Nyaris Sentuh Rp16.000 Per USD, Kelas Menengah Perlu Ambil Langkah Begini
- Bank Indonesia Pede Kurs Rupiah Bakal Menguat, Ini Dia Pemicunya
- Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Menko Airlangga: Karena Ekonomi Amerika Membaik
- Ternyata, Ini Buat Kurs Rupiah Anjlok Hingga Sentuh Level Rp16.420 per USD
Bank Indonesia Jelaskan Kenapa Dolar AS Begitu Kuat dan Buat Kurs Rupiah Anjlok
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan dinamika perekonomian global berubah cepat.
Risiko moneter juga meningkat karena perubahan arah kebijakan moneter Amerika Serikat dan memburuknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Perry menjelaskan, tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for long) sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System.
"Perkembangan ini dan besarnya kebutuhan utang Amerika mengakibatkan terus meningkatnya imbal hasil US Treasury dan penguatan dolar AS semakin tinggi secara global,"
kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (24/4).
Perry mengatakan, semakin kuatnya dolar Amerika juga didorong oleh melemahnya sejumlah mata uang dunia seperti Yen Jepang dan Yuan China.
Sehingga, ketidakpastian pasar keuangan global semakin buruk akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Akibatnya, investor global memindahkan portfolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas.
Ini kemudian yang menyebabkan perpindahan modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.
Untuk kebijakan nilai tukar pihaknya terus mengarahkan untuk menjaga stabilitas rupiah dari dampak menguatnya dolar Amerika secara luas.
"Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) menguat tajam mencapai level tertinggi 106,25 pada tanggal 16 April 2024 atau mengalami apresiasi 4,86 persen dibandingkan dengan level akhir tahun 2023," jelas Perry.
Dia menilai perkembangan ini memberikan tekanan depresiasi pada hampir seluruh mata uang dunia, termasuk nilai tukar rupiah.
Tercatat, Yen Jepang di level 8,91 persen year to date (ytd) dan Dollar New Zealand 6,12 persen.
Sementara mata uang kawasan, seperti Baht Thailand dan Won Korea masing-masing melemah 7,88 persen dan 6,55 persen ytd.
Sementara itu, pelemahan rupiah hingga 23 April 2024 tercatat lebih rendah yakni 5,07 persen ytd.
Sehingga BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan mengoptimalkan seluruh instrumen moneter yang tersedia, baik melalui intervensi di pasar valas secara spot dan DNDF, pembelian SBN dari pasar sekunder jika diperlukan, pengelolaan likuiditas secara memadai, maupun langkah-langkah lain yang diperlukan.
"Kami juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023"
tutup Perry.