Benarkah Tarif Listrik Jadi Lebih Mahal Jika Produsen Swasta Boleh Gunakan Jaringan Dikelola Negara?
Skema power wheeling itu berbahaya karena memperbolehkan produsen listrik swasta menggunakan jaringan yang selama ini dikelola negara.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyarankan pemerintah untuk tidak menerapkan skema power wheeling pada sistem ketenagalistrikan di Tanah Air. Mengingat risiko terhadap peningkatan tarif listrik yang membebani konsumen.
“Pemerintah sebaiknya jangan gegabah menerapkan sistem power wheeling dalam sistem ketenagalistrikan kita. Karena implementasi power wheeling dalam jangka panjang akan merugikan konsumen,” kata Tulus.
- Pengembang PLTA Tak Setuju Rencana Power Wheeling Masuk RUU Energi Terbarukan, Ini Sederet Alasannya
- Benarkah Skema Power Wheeling di RUU EBET Buat Subsidi Listrik Bakal Bengkak?
- Temukan Penawaran Khusus dari Wuling untuk Mobil Listrik dan SUV
- Anggota DPR Sebut Skema Power Wheeling Jadi Opsi Hadirkan Industri Efisien
Menurutnya, skema power wheeling itu berbahaya karena memperbolehkan produsen listrik swasta menggunakan jaringan yang selama ini dikelola negara.
“Jika sudah ada peran swasta, dikhawatirkan bakal terbentuk kartel atau oligopoli dalam sistem ketenagalistrikan. Dengan adanya campur tangan swasta, maka pemerintah akan sulit mengintervensi penentuan tarif listrik,” katanya.
Jika pemerintah sulit menentukan tarif, maka masyarakat sebagai konsumen listrik akan menelan tarif listrik yang mahal. “Jadi dalam jangka panjang, power wheeling berpotensi merugikan konsumen,” katanya.
Pada ujungnya, power wheeling berisiko mewariskan masalah kepada rakyat yang bakal menerima tarif listrik mahal. Selain itu, negara juga dirugikan karena jaringan transmisi listriknya digunakan juga oleh swasta. “Investasi jaringan listrik itu mahal,” katanya.
Tulus berpendapat, sistem ketenagalistrikan harus dikuasai sepenuhnya oleh negara dan dinikmati oleh masyarakat. “Negara harus hadir secara kuat dalam mengendalikan sistem ketenagalistrikan. Bukan malah dinikmati oleh segelintir investor," tambahnya.
Kata Pemerintah
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah ragu dan mendorong masuknya skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
“Kami nggak ragu. Kalau itu (power wheeling) nggak bisa dimasukin (ke RUU EBET), kalau ada demand tinggi, terus yang penyediaannya harus PLN sendiri, bisa nggak direspons semuanya?” ujar Arifin Tasrif di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (22/3).
Power wheeling merupakan mekanisme yang dapat mentransfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung.
Menurut Arifin, skema power wheeling memungkinkan untuk dijalankan selama ada pihak yang mau membangun mekanisme tersebut dan memiliki pasar tersendiri, sepanjang tidak mengganggu sistem yang sudah ada.
“Misalnya, dia mau bangun dan ada demand sendiri, mau bangun (pembangkit) kan bisa,” kata Arifin.