Pengembang PLTA Tak Setuju Rencana Power Wheeling Masuk RUU Energi Terbarukan, Ini Sederet Alasannya
Skema power wheeling merupakan skema pemanfaatan bersama jaringan listrik yang memungkinkan pihak swasta membangun pembangkit listrik dan menjualnya.
Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) tak setuju rencana penerapan skema power wheeling di Indonesia. Ketua Umum APPLTA, Zulfan Zahar, menilai kebijakan ini tidak layak diterapkan karena produk listrik yang dihasilkan melalui skema tersebut belum memenuhi kelayakan.
“Kami terus terang tidak mendukung power wheeling karena produk listrik yang dihasilkan dalam kondisi infrastruktur yang belum memadai tidak akan layak secara komersial," tegas Zulfan dalam forum bertajuk 'Menuju Indonesia Hijau: Inovasi Energi dan Sumber Daya Manusia' yang digelar di Jakarta dikutip Rabu (18/9).
Sekedar informasi, skema power wheeling merupakan skema pemanfaatan bersama jaringan listrik yang memungkinkan pihak swasta membangun pembangkit listrik dan menjualnya langsung kepada konsumen melalui jaringan transmisi PLN. Skema tersebut kina tengah dirumuskan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Meski konsep ini bertujuan membuka peluang bagi sektor swasta, Zulfan menegaskan bahwa tanpa infrastruktur transmisi yang memadai, produk listrik yang dihasilkan akan kehilangan daya saing.
Zulfan menyoroti penerapan kebijakan ini hanya akan memperburuk situasi karena produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar komersial yang layak. Dia menjelaskan, produk yang tidak layak akan mempersulit pengembang untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan, yang menjadi aspek vital dalam keberlanjutan proyek-proyek pembangkit listrik.
"Nantinya produk listrik yang dihasilkan oleh pengembang tidak akan layak secara komersial. Hal ini membuat kami kesulitan mendapatkan pembiayaan dari bank," tambahnya.
Risiko Kebijakan
Dia mengamati risiko kebijakan ini terhadap kelangsungan proyek-proyek yang sedang berjalan. Produk yang tidak memenuhi standar kelayakan akan menghadapi kendala besar di pasar, sehingga proyek yang bergantung pada pembiayaan eksternal akan menghadapi risiko gagal karena tidak mampu memenuhi syarat kelayakan finansial.
Dia mengkhawatirkan bahwa jika power wheeling diberlakukan, dan negara membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta, kontrak tersebut tidak akan memiliki daya tarik komersial yang cukup kuat untuk mendapatkan dukungan pembiayaan dari perbankan.
"Saat ini, kami merasa kontrak dengan negara sudah cukup baik dan memberikan keamanan bagi pengembang. Tapi, jika kebijakan ini dibuka untuk kompetisi dengan pihak swasta melalui power wheeling, kami tidak yakin kontrak yang ada akan tetap bankable," kata Zulfan.
APPLTA berharap pemerintah dan DPR dapat menunda implementasi kebijakan power wheeling hingga infrastruktur transmisi benar-benar siap dan produk listrik yang dihasilkan mampu bersaing. Zulfan menekankan pentingnya diskusi lebih lanjut agar kebijakan ini tidak diimplementasikan secara prematur, yang justru dapat membahayakan kelangsungan sektor kelistrikan di Indonesia.
"Kami berharap kebijakan ini ditunda sampai infrastruktur siap. Pemerintah harus diskusi untuk memastikan produk listrik dari skema ini dapat memenuhi standar komersial sebelum kebijakan ini diterapkan," tutupnya.