Kurangi Ketergantungan Impor dan Hemat Devisa Negara, Polytama Propindo Genjot Produksi Petrokimia Dalam Negeri
Hasil produksi Polytama berupa bijih plastik jenis PP selama ini dapat dikembangkan menjadi beragam kebutuhan produk sehari-hari.
PT Polytama Propindo, sebagai industri substitusi impor berkomitmen untuk terus berperan aktif berkontribusi dalam negeri sebagai salah satu pemain terbesar produsen resin bijih plastik atau polipropilena (PP).
Presiden Direktur Polytama, Joko Pranoto mengatakan, sebagai industri yang sangat potensial sebagai pemasok utama kebutuhan PP di dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan impor resin bijih plastik. Saat ini, Polytama terus berupaya meningkatkan kapasitas produksi. Seirama dengan itu, perusahaan juga turut berperan pada penghematan devisa negara.
- Indonesia Impor Plastik USD 233 Miliar di Kuartal I-2024, Produsen Dalam Negeri Baru Mampu Penuhi 60 Persen Kebutuhan
- Industri Petrokimia Bernilai Rp59 Triliun di Cilegon akan Produksi Komersial pada Maret 2025
- Pengusaha Butuh Aturan Ini agar Industri Petrokimia Tak Lagi Bergantung Impor
- Diserang Produk Impor, Industri Manufaktur Butuh Aturan Perlindungan
"kehadiran Polytama di Indramayu telah memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, sinergitas dengan stakeholder terkait juga terus ditingkatkan agar dapat terus harmonis bersama," ucap Joko dikutip di Jakarta, Selasa (17/12).
Hasil produksi Polytama berupa bijih plastik jenis PP selama ini dapat dikembangkan menjadi beragam kebutuhan produk sehari-hari. Mengingat tingginya kebutuhan pasar domestik terhadap produk PP, Polytama memperoleh kepercayaan dari PT Pertamina (Persero) dan PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro) untuk membangun proyek Polypropylene Plant Balongan (PPB).
Proyek PPB bakal meningkatkan kapasitas produksi Polytama hingga dua kali lipat, atau sebesar 600.000 MTA dari yang sebelumnya 300.000 MTA. Ini akan memperkuat posisi Polytama sebagai perusahaan penghasil resin PP terbesar di Indonesia.
Nantinya, PPB akan menghasilkan produk jenis homopolymer dan copolymer untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Kehadiran PPB, ditegaskan Joko, dapat memberikan kontribusi kepada industri petrokimia tanah air untuk memasok kebutuhan dalam negeri yang berkorelasi dengan penguatan ekonomi melalui penurunan impor.
Di sisi lain, Polytama selama hampir 30 tahun beroperasi tak pernah luput dari sinergi harmonis dengan lingkungan setempat. Bahkan selama ini telah berjalan dengan sangat baik.
Sejak awal beroperasi, Polytama senantiasa memberikan kontribusi positif dalam keberlanjutan lingkungan dan masyarakat di Indramayu, dengan menggulirkan beragam program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang inovatif.
Mulai dari lingkup internal hingga eksternal, Polytama terus mengembangkan nilai-nilai keberlanjutan. Diwujudkan melalui berbagai inovasi, baik dalam pemanfaatan sumber daya alam maupun inovasi sosial. Bahkan berbagai upaya inovatif ini telah mendapatkan pengakuan baik di tingkat nasional maupun internasional.
"Polytama tercatat sebagai perusahaan petrokimia pertama di Indonesia yang meraih predikat tertinggi dalam "Program Penilaian Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup" atau PROPER," ucap Joko.
Wujud TJSL Perusahaan
Wujud nyata lain TJSL, Polytama bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Indramayu lewat salah satu penyediaan fasilitas pada area Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Ekoriparian Tjimanoek, di pusat Kota Indramayu.
Program lain ialah, Biodigester. Ini merupakan inovasi dalam upaya pemanfaatan sampah organik atau sampah makanan yang dikelola menjadi substitusi bahan bakar gas metana untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kuliner di Kawasan Tjimanoek.
Polytama juga berinovasi untuk keberlanjutan lingkungan melalui program Bahan Plastik Jadi Paving atau Batik Javing. Program ini memanfaatkan limbah non B3 fine polymer menjadi paving block yang dapat menghemat penggunaan pasir.
Paving block tersebut kemudian digunakan untuk penataan kawasan terbuka hijau terutama di wilayah Ekoriparian Tjimanoek, Taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) dan Sekolah Sehat, Hijau dan Bersih (SEHATI).
Selama ini, berdasarkan jenisnya, mayoritas timbunan sampah nasional pada tahun 2022 berupa sampah sisa makanan dengan proporsi 41,55 persen. Kemudian diikuti sampah plastik di urutan kedua dengan proporsi 18,55%. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan sampah plastik memerlukan perhatian serius, terutama dalam hal pengelolaannya agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.
Joko menyampaikan, bijih plastik jenis PP yang diproduksi Polytama memberikan solusi lebih berkelanjutan karena sifatnya yang dapat didaur ulang dan tidak mengandung ikatan kimia beracun, sehingga aman untuk digunakan sebagai kemasan makanan. Dengan kemasan yang dapat dipakai berulang kali, plastik PP berkontribusi dalam mengurangi jumlah sampah plastik sekali pakai yang berpotensi mencemari lingkungan.
Terbatasnya wawasan Masyarakat akan pengelolaan dan pemanfaatan plastik secara tepat guna juga menggerakkan polytama untuk memberikan edukasi terkait penggunaan plastik terutama jenis PP yang dapat dikenali dengan kode plastik simbol segitiga nomor 5.
Produk Ramah Lingkungan
Resin PP hasil produksi Polytama termasuk produk yang ramah lingkungan jika dibandingkan dengan produk-produk petrokimia lainnya. Dengan penanganan tepat, sampah plastik PP dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Program TJSL unggulan lain yang dilakukan Polytama untuk turut menghidupkan potensi ekonomi wilayah sekitar seperti Pengembangan Pindang Lombang atau Bang Pilo.
"Program Bang Pilo memberikan pelatihan terkait pengemasan makanan yang tepat. Ini dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulan dari plastik PP hasil produksi Polytama," ucap Dwinanto Kurniawan, Direktur Polytama.
Produk PP tidak hanya menambah nilai jual melalui kemasan yang kreatif, tetapi juga memperpanjang masa simpan produk sehingga bisa memperluas jangkauan pemasaran.
Upaya lain Polytama atas pemanfaatan limbah, telah diterapkan melalui pembuatan stasiun pengisian listrik di Polytama yang memanfaatkan limbah B3 oligomer sebagai sumber energi. Fasilitas ini, selain menghemat biaya, kehadiran charging station tersebut berkontribusi mengurangi polusi udara dan biaya untuk membeli bahan bakar.